The Perpetual Chronicle: Fusion-Null

Faristama Aldrich
Chapter #4

Secercah Rasa di Antara Dia (3)

Rayseans, Selasa 21 Agustus 2306


Tidak jauh dari stasiun, ada sebuah kafe yang terlihat cukup ramai.

Banyak sekali pasangan muda-mudi, beberapa bahkan masih mengenakan seragam sekolah, bercengkrama. Suasananya terbilang cukup nyaman terlebih atmosfer yang tercipta setelah hujan malam ini membuat segalanya semakin syahdu bersama dengan lembutnya aroma petrikor.

Sejenak Freia langsung melepaskan pagutan tangannya dariku dan langsung berjalan menuju ke arah gadis yang mengenakan seragam Granufra Gale; tengah berdiri di depan pintu kafe ini.

“Kiara,” panggil Freia.

Gadis itu melambaikan tangannya ke arah Freia.

Tubuhku mendadak bergetar.

Tunggu sebentar, gadis itu.

Dalam hitungan milidetik, mata kami saling berbaku pandang.

Sekejap seluruh tubuhku terasa begitu dingin. Tatapannya menerbangkan segenap imaji akan peristiwa tahun lalu ketika presensinya terasa begitu nyata di perimeterku. Tidak salah lagi, ia adalah gadis yang kutemui saat ujian masuk ke Tytener Corsa.

Masih begitu tedas ingatan akan masa saat kami berada satu kereta dari Remeron ke Rayseans.

Masih begitu lekat harum anggrek yang menelusup lembut di indra ini.

Semua benar-benar identik.

Ingatanku benar-benar mafhum atas segala citra yang saat ini diinterpretasikan oleh indra.

Sontak pipi ini terasa begitu hangat. Tiada kuasa rasanya menahan gemuruh hati yang begitu menggelora. menemukan sosok gadis yang kala itu melintas di depanku, melukiskan indah yang tiada pernah terlupa hingga saat ini.

Segala kenangan itu langsung terputar.

Teringat saat kami saling menunggu kereta menuju Rayseans dari stasiun Remeron. Ia berada tidak jauh dari ragaku, sama-sama berdiri di peron 2 bersama dengan beberapa orang lain yang pasti memiliki satu tujuan ke Rayseans.

Tepat ketika lokomotif elektrik itu tak berdaya ditundukkan oleh angkuhnya semboyan 7 yang menyala galak di depannya, barisan gerbong itu pun berhenti di depanku. Seketika gadis yang dipanggil Kiara oleh sahabatku itu melintasi depan raga, menyisakan aroma anggrek yang sama.

“Ka-kau gadis yang waktu itu,” ujarku pelan.

Sungguh bibirku begitu kelu tatkala berada sedekat ini dengannya. Degup jantung ini terasa begitu kencang menyesakkan dada tatkala sorot mata teduhnya benar-benar memberikan nuansa yang berbeda di hati ini.

Wajahnya terlihat merah di bawah temaramnya lampu kafe yang tidak seberapa terang ini. Sejenak ia menundukkan kepala dan mengalihkan pandang. Sebelum ia sempat melirik kembali dengan senyum yang terlihat begitu menawan. Aku tidak bisa memungkiri keindahan yang dilontarkan oleh gadis itu.

Kali ini giliran Freia yang terlihat kebingungan. Ia menatapku dan gadis itu bergantian.

“Sebentar,” ujarnya lalu memandangku. “Kau pernah bertemu dengan Kiara sebelumnya?”

Aku mengangguk pelan. “Satu tahun yang lalu, di peron 2 Stasiun Remeron, ketika aku akan melaksanakan ujian masuk Weyfert.”

Gadis itu masih mengalihkan pandang. Tampaknya, ia masih belum mau menatapku. Sungguh pertemuan malam ini seolah-olah menjadi awalan baru bagi perjalanan semara yang selama ini kutangguhkan. Semesta seolah-olah mendukung, mempertemukan sosok gadis yang begitu diingat sejak masa itu.

“Salam kenal, aku Kiara Evelina,” ujarnya seraya menjulurkan tangannya pelan.

Lihat selengkapnya