Rayseans, Rabu 22 Agustus 2306
Kulihat jam di tangan kanan, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sejurus imaji ini mengelana tentang di mana sosok Freia saat ini. Aku benar-benar bisa melupakan sosok yang selama ini selalu menemani dalam keadaan apa pun.
Namun, aku bersyukur kalau ia benar-benar pulang ke rumahnya. Itu berarti ia mengurungkan niat untuk bermalam di apartemenku. Tentu saja itu adalah hal yang begitu baik.
Entahlah, aku masih tersenyum sendiri menikmati dinginnya hawa malam di Rayseans. Masih terkenang semua obrolan dengan Kiara, terdistorsi bersama syahdunya aroma petrikor yang begitu membius asa.
Ada hal yang sedikit menyita perhatianku tatkala langkah ini terhenti di depan Apartemen Bellegarde. Seorang gadis berambut panjang dengan blazer hijau gelap tengah terdiam.
Matanya tampak terpaku ke arah Stasiun Authepile.
Seseorang laki-laki dengan seragam Weyfert tampak melangkah dengan pasti ke arah sana. Rambutnya berwarna perak, tidak banyak orang memiliki fitur seperti itu. Entahlah apa yang membuat gadis itu begitu terpaku.
Saat aku mendekatinya, tubuh ini langsung terperanjat.
Ia adalah Annastasia Althalie! Sungguh mataku tidak salah!
Apa yang dilakukannya di sini?
Mengapa ia tidak langsung masuk ke apartemennya?
Entahlah, tetapi terdengar alunan nada minor yang sedikit memilukan. Tubuhnya sedikit bergetar bersama denagn hela napas yang terdengar amat berat.
Sungguh, ia bak bidadari, masih begitu cantik di antara isak yang terdengar begitu pilu tatkala aku semakin mendekat ke arahnya. Bahkan ia tidak peduli dengan kehadiranku; masih saja tertunduk seraya tersedu sambil sesekali memandang ke arah stasiun.
Sungguh wangi vanili ini begitu membiusku, membuatku merasa nyaman berada di dekatnya.
“Ma-maaf,” ujarku mencoba menyapanya. “Mengapa kau menangis di tempat seperti ini?”