The Perpetual Chronicle: Fusion-Null

Faristama Aldrich
Chapter #5

Secercah Rasa di Antara Dia (4)

Rayseans, Selasa 21 Agustus 2306

 

Banyak obrolan tercipta malam ini, mulai dari sekolah, hingga cita-cita ke depan. Selama tiga jam kami berbincang, Freia tidak kunjung menampakkan dirinya. Bahkan ponselnya pun tidak aktif.

“Aku sedikit cemas dengan Freia,” ujarku seraya memandang ke arah Kiara. “Tidak masalah kah apabila aku mencarinya?”

Wajahnya tampak berbeda ketika aku menyebutkan nama Freia.

Setelah helaan napas panjang, ia lalu mengangguk pelan. “Baiklah, kebetulan sudah hampir jam sebelas malam. Tidak terasa malam ini begitu menyenangkan.”

Aku baru menyadari waktu sudah selarut ini ketika melihat jam di tangan kanan. “Bagaimana kalau kuantarkan pulang?”

“Eh?” ujarnya, “tidak perlu, apartemenku tidak jauh.”

“Kau sudah menemaniku berbincang banyak malam ini, giliranku menemanimu hingga lobi apartemen.”

“Namun, bagaiamana dengan Freia?” tanyanya seraya membuang ekor matanya ke sisi lain.

Aku menggeleng pelan. “Tidak mungkin rasanya ia tetap berada di sekitar sini.”

Terlihat agak ragu, tetapi akhirnya Kiara mengamini ajakanku untuk mengantarkannya pulang. Malam di Authepile begitu tenang. Trotoarnya begitu luas, dibangun di sebelah jalan satu arah yang bisa dijelajahi hingga 4 mobil dalam satu baris.

Untuk soal keamanan, sebut sudut mana pun di Rayseans, dedikasi utama kota ini adalah hal tersebut. Hampir tidak ada berita kriminal di kota ini.

Bahkan menurut sebagian orang ini adalah wujud kota madani yang sebenarnya. Itulah mengapa banyak orang tinggal di Ibu kota Admaspheria ini.

“Apa kau tidak cemas dengan Freia?” tanya Kiara lagi, memecah keheningan malam yang terasa begitu syahdu bersama dengan embusan angin malam.

Aku menggeleng pasti. “Ini Rayseans, kalaupun ia tersesat, ia pasti sudah pulang ke apartemennya saat ini.”

“Kau benar,” ujarnya lalu menatap ke arahku. “Namun, tetap saja aku sedikit cemas. Ia tidak pernah menampakkan wajah seperti itu sejak aku mengenalnya.”

“Benarkah?”

Ia mengangguk pasti. “Ia adalah gadis yang periang, agak aneh melihatnya menatap dengan sendu. Sungguh kupikir ada sesuatu yang disembunyikannya seperti apa yang kukatakan.”

Kiara benar tentang itu.

Selama aku mengenal Freia, gadis itu tidak pernah sedikit pun menampakkan wajah seperti barusan.

“Oh iya, di mana apartemenmu?” tanyaku, mencoba mengalihkan pikiranku tentang gadis itu.

“Kita sudah sampai,” ujar Kiara lalu menghentikan langkahnya. “Terima kasih telah mengantarkanku.”

“Benar-benar tidak terasa,” ujarku seraya memandang ke sekitar.

Apartemen ini cukup besar. Tulisan Halenair terlihat di dekat gerbangnya. Jarak antara bangunan ini ke stasiun juga masih dibilang cukup dekat, mungkin lima menit berjalan kaki.

“Hum, apakah besok kau ada kegiatan?” tanyanya pelan seraya menatap dan tersenyum.

“Kebetulan besok aku ada kerja paruh waktu di Gendara, apakah ada sesuatu?”

“Gendara, restoran yang ada di Hotel Riviera?” tanyanya keheranan.

Lihat selengkapnya