The Perpetual Chronicle: Fusion-Null

Faristama Aldrich
Chapter #22

Sesuatu yang Hilang (1)

Rayseans, Senin 27 Agustus 2306

 

Aku tidak tahu bagaimana akhirnya berakhir seperti ini. Freia memintaku untuk menemaninya semalam, otomatis membatalkan reservasi satu kamar lainnya yang dipesan.

Sejak kemarin, gadis periang ini tiba-tiba berubah menjadi manja. Ia bahkan tidak segan-segan menunjukkan ekspresi yang tidak pernah kulihat dari wajahnya. Namun, yang membuatku begitu bahagia adalah bisa melihatnya kembali ke sekolah.

Setelah sarapan dan check out, kami berangkat ke Tytener Corsa dengan menggunakan taksi. Berdasarkan surel yang diterima kemarin malam, Weyfert Internasional saat ini sudah diakuisisi penuh oleh SEMESTA Divisi 5 melalui Aldrich Anandta. Mulai bulan depan, akan ada sistem metode penilaian baru terhadap murid yang ada di Weyfert, Tytener, dan Granufra.

Mereka bahkan memberikan blazer yang akan melengkapi seragam kami sebelumnya. Sungguh dedikasi SEMESTA untuk kemaslahatan masyarakat Admaspheria bukanlah main-main. Dengan diakuisisinya Weyfert ke dalam SEMESTA, maka sekolah kami bukan lagi sekolah swasta, melainkan sekolah negeri yang langsung menjadi percontohan.

Itu berarti aku sudah tidak perlu lagi menyisihkan 20 Ayria untuk membayar biaya pendidikan per bulan. Namun, itu juga berarti seleksi dan penilaian akan lebih ketat. Mungkin dalam jangka waktu satu semester ke depan, akan ada rotasi murid sesuai dengan prestasi. Hal tersebut sudah diterapkan di seluruh sekolah negeri di Admaspheria.

Hujan masih saja mengguyur Rayseans.

Sudah tiga hari kedigdayaan sang Sol harus kandas bersama supremasi gugus nimbostratus yang tidak pernah lelah bertengger di takhta langit. Beruntung sistem drainase di kota ini begitu canggih. Hujan tidak membuat genangan di mana pun, hanya membuat aktivitas jadi melambat.

Kiara bertingkah sama seperti ketika kami hendak menginap di Hotel Riviera. Ia memagut jemari ini begitu kuat sepanjang perjalanan hingga kami tiba di depan Tytener Corsa. Setelah membayar ongkos yang cukup mahal, 7,17 Ayria, kami keluar dari kendaraan mewah ini dan berjalan menuju kelas.

“Sudah lama rasanya tidak ke tempat ini,” ujar Freia seraya mendekap lengan ini begitu erat.

“He-hei, jangan berlebihan, aku tidak ingin kita kena masalah karena kau melakukan ini.”

Ia tersenyum, mengangguk, lalu melepas dekapannya. Gadis itu lalu memagut jemari ini, lebih erat dari biasanya. Sungguh pemandangan ini benar-benar begitu kurindukan, berada bersama dengan Freia seperti biasanya.

Setibanya di kelas, kami sedikit dikejutkan dengan kardus yang diletakkan di masing-masing meja. Di sana sudah ditulis nama dan kelas si empunya boks. Saat dibuka aku melihat ada tiga setel seragam baru yang diberikan oleh sekolah. Tampaknya mereka sudah mempersiapkan ini jauh-jauh hari. Mereka bahkan mencetak nama dan kelas siswa di blazernya.

“Luar biasa,” ujar Freia lalu membuka blazer berwarna hijau gelap, persis seperti blazer Weyfert.

“Kau benar, bahkan ini sama persis dengan Weyfert,” timpalku seraya memeriksa isi boks milik sendiri.

“Adrian,” panggil seorang gadis seraya masuk ke dalam kelas.

“Alexandra?” tanyaku sedikit keheranan.

“Aku ingin kau ikut ke ruanganku,” ujarnya lalu berdiri tepat di depan mejaku.

Apa yang terjadi?

Aku saling pandang dengan Freia.

Lihat selengkapnya