Rayseans, Selasa 28 Agustus 2306
Pagi ini, semburat sang Sol terasa begitu hangat tatkala hari yang cerah menyambutku. Rasanya, sudah lama tidak mendapatkan nuansa yang begitu menenangkan seperti ini. Burung-burung beterbangan bersama dengan dimulainya aktivitas penduduk Rayseans tatkala jam baru menunjukkan pukul 06.20.
Absennya Freia di apartemen meletupkan kerinduan yang begitu luar biasa di dada. Hanya harum kayu manis yang tersisa di ranjang menjadi pengobat rinduku kepada gadis itu.
Hati ini sudah tidak dapat berbohong kalau aku membutuhkan Freia lebih dari apa pun. Akan tetapi, aku juga tidak mungkin memungkiri presensi Kiara yang terus saja berkelana di kepala dan meletupkan imaji tentang bagaimana segalanya harus berakhir.
Aku terlalu tamak dan percaya diri dengan ini.
Padahal Kiara sudah jelas mengagumi sang SIRIUS yang begitu berwibawa. Namun, mengapa hati ini tetap bersikeras untuk tetap mengatakan perasaan itu? Segalanya makin tak masuk akal tatkala aku merasakan presensi Kiara begitu hangat di dalam hati. Ternyata semara itu memang ada di sana.
Aku menunggu datangnya kereta komuter yang melayani perjalanan antar distrik. Tatkala semboyan 20 terlihat begitu gagah dari ujung peron, semua orang langsung bersiap untuk memasuki rangkaian gerbong yang terhenti karena galaknya semboyan 7.
Kereta ini sudah ramai dengan siswa SMP dan SMA; juga dengan mereka pejuang Ayria yang siap memulai hari. Sejenak aku memperhatikan beberapa siswa yang ada gerbong ini. Tampaknya pemerintah telah membagikan blazer untuk sekolah negeri yang ada di Rayseans.
Mereka pasti sudah merencanakan ini sejak dahulu.
Hanya beberapa dari mereka, termasuk aku, yang masih mengenakan kemeja lengan panjang tanpa blazer. Sementara untuk siswi sejauh mata memandang semuanya sudah menggunakan blazer.
Tidak butuh waktu lama, kereta ini tiba di Stasiun Regenpile. Biasanya, saat pagi seperti ini aku lebih memilih berjalan kaki. Butuh waktu sekitar lima belas menit hingga tiba di sekolah. Mengingat beberapa hari belakangan hujan turun dengan seluruh kedigdayaannya, sepertinya ini adalah saat yang tepat untuk berjalan.
Sebagian siswa tampak begitu gembira dengan cerahnya pagi ini. Hampir sama seperti semalam, tidak gugusan mega yang menggelayut di zenit. Hanya beberapa utas sirus yang terlihat di kejauhan, membuat sinaran sang Sol begitu hangat menerpa kulit.
Kuhela napas begitu panjang, menikmati harumnya daun yang diterpa angin semilir. Sepertinya, aku tidak pernah merasakan ketenangan seperti ini sebelumnya. Terlebih setelah apa yang semalam kulakukan kepada Annastasia.
Memang benar, segala yang terjadi di hidupnya bukanlah menjadi urusanku. Namun, setidaknya aku sudah mengatakan apa yang seharusnya terucap kepadanya. Andai Aldrich tahu tentang ini, mungkin segalanya akan berbeda.
Pada saat masa menunjukkan pukul 06.50, aku tiba di gerbang sekolah. Di sana Freia telah menunggu dengan menggunakan blazer baru yang kami dapatkan kemarin. Ia melambaikan tangan di atas senyuman yang terlihat begitu melegakan.