The Perpetual Chronicle: Fusion-Null

Faristama Aldrich
Chapter #45

Kedamaian (4)

Rayseans, Jumat 31 Agustus 2306


Segera setelah kami menyelesaikan ini, Annastasia dengan cekatan merapikan seluruh piring untuk dicucinya. Lagi-lagi sebuah sikap sederhana dari gadis itu membuatku kagum. Padahal ia berasal dari keluarga nomor dua paling berpengaruh di dunia. Namun, sikapnya sama sekali tidak menunjukkan itu.

Kecuali sebelum ia berbaikan dengan Aldrich.

Sejurus, Aldrich dan Annastasia masuk terlebih dahulu. Meninggalkanku dan Alexandra di tempat ini. Beberapa kali gadis itu tampak menatap ke arah hilangnya tubuh Aldrich seraya menghela napas panjang.

Aku tahu, miliaran ragu pasti bergejolak di hatinya.

“Bukankah kau seharusnya pulang, Alexa?” tanyaku seraya menatapnya.

Ia hanya membalas dengan sorot dingin dan mengalihkan lagi pandangannya. “Kalau kau ingin mengejekku atas peristiwa di ruanganku, aku menerima itu.”

Aku tertawa kecil. “Hukum mana yang akan menjeratmu ketika bersama Aldrich Anandta?”

“Admaspheria adalah Rechtsstaat, artinya negara dilandasi oleh hukum, bukan dilandasi oleh kekuasaan atau Machtstaat. Meskipun secara de facto dan de jure Anandta adalah superlatif, tetapi mereka tetap tunduk di bawah konstitusi.”

Aku menatapnya. “Bukankah sebagai pemilik negara, mereka bebas melakukan apa pun?”

Ia menghela napas. “Meskipun memang di Undang-Undang Dasar Tahun 2050 memang disebutkan kekuasaan Anandta adalah mutlak dan tidak terbatas, tetapi pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2070 disebutkan bahwa kekuasaan Anandta bersifat kedaulatan dan tidak terbatas hanya ketika keadaan darurat.”

Aku tersenyum. “Badai di luar bukankah sebuah keadaan darurat?”

Ia sedikit terhentak lalu menatapku tidak percaya. “Bagaimana kau mendeklarasikan itu?”

“Aku memahami konsep hukum dan kekuasaan adalah dua hal yang dibedakan di negeri ini. Namun, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 2050, Keluarga Anandta bisa dengan mutlak memberikan kondisi darurat sehingga membatalkan seluruh hukum yang mengenakan mereka.”

Alexandra tampak berpikir dan mengangguk. “Baiklah, mungkin sebaiknya aku bertanya kepada Aldrich tentang itu.”

Kami lalu masuk ke dalam ruangan aneh yang disebut Alexandra sebagai tempat dilatasi ruang dan waktu. Aku sungguh tidak memahami apa yang dimaksud dengan mekanika kuantum ataupun relativitas.

Aku hanya mengetahui rumus pokok relativitas besutan fisikiawan Albert Einstein empat abad lalu. Namun, sampai detik ini, aku masih tidak memahami apa dan bagaimana rumus itu diaplikasikan.

Tatkala kami masuk ke ruangan ini, semua orang sedang duduk dan memegang komputer tablet. Mereka tampak begitu serius melakukan serangkaian kalkulasi yang langsung tersambung dengan layar besar di dekatnya.

Alexandra tampak memperhatikan satu-per-satu sintaksis yang tampil di layar besar itu seraya menatap ke arah para bidadari yang sibuk menulis rumus-rumus itu. Sejenak wajahnya memerah tatkala Aldrich menyunggingkan senyum ke arahnya. Meruntuhkan stigma dingin yang selama ini merundungnya.

“Kita butuh lebih dari sekadar 180 gram Anandtanium. Dengan energi sebesar itu, kita tidak akan mampu mengendalikan lubang hitam ini.” Thelletha lalu menampilkan sebuah imaji di layar.

“Buat jadi 187 gram,” ujar Evelynn lalu menulis ulang rumus di layar. “Tambahkan jumlah tritium dan bagi dalam tiga fase. Seharusnya dengan begitu kita bisa mendapatkan ledakan energi terukur lebih besar.”

“Baiklah, sekarang buat rangka untuk menutup gravitasinya,” timpal Annastasia dan menambah sebuah angka.

Aldrich tampak memperhatikan sesuatu lalu menggelengkan kepala. Tidak lama, citra bergerak yang barusan tampil langsung hilang. Mereka semua saling berpandangan dan menghela napas.

Lihat selengkapnya