Rayseans, Sabtu 1 September 2306
“Aku tidak setuju,” ujar Annastasia lalu bergabung.
Ia mengubah penampilannya, bahkan ia mewarnai rambutnya serupa dengan Aldrich dan Evelynn. Tidak hanya rambutnya, bulu mata dan alisnya juga berwarna perak.
Namun, kesempurnaannya tetap begitu paripurna.
“Apa alasanmu?”
Ia menghela napas. “Aku tidak ingin ini semua terjadi. Kalau kau berada di sana, kau pasti akan menjadi targetnya pertama kali. Karena siapa pun orang yang mendampingiku pasti akan dijatuhkan terlebih dahulu.
“Aku tidak ingin kau menyia-nyiakan hidupmu untuk hal seperti itu.”
“Bagaimana dengan pengamanan militer?” tanyaku lagi. “Mudah bagi kalian untuk mengerahkan pasukan di sana.”
Evelynn mengangguk lalu tersenyum. “Sayangnya kami menerima informasi adanya pengkhianat dalam tubuh Ventus Reginae. Mereka memberikan seluruh detail kejadian kepada pihak musuh tanpa kami ketahui.”
“Kalian genius, mengapa hal tersebut bisa terjadi?”
Evelynn lalu menatap Aldrich lalu kemudian ke arahku. “Musuh di depan mata itu lebih baik ketimbang teman yang menusuk dari belakang. Kami baru menerima kabar intens dua hari belakangan karena seluruh denah pertahanan sudah didapatkan pihak Revolowned.
“Mereka juga tidak akan gegabah mendatangi pulau tersebut dengan seragam Revolowned. Aku yakin, ada satu peleton yang berisi 48 orang telah melakukan pengkhianatan. Motifnya karena mereka dijanjikan pangkat dan jabatan di Revolowned.”
“Bukankah Ventus Reginae memiliki gaji dan tunjangan yang sangat besar?” tanyaku, masih penasaran dengan ini semua.
“Sayangnya, gaji dan tunjangan saja tidak cukup bagi orang yang haus dengan kekuasaan. Kami mendapatkan kabar bahwa siapa pun yang membelot akan dijadikan Kolonel di sana.”
Aku tidak memungkiri, kekuasaan adalah sebuah hal yang begitu diinginkan semua orang. Terlebih, menjadi penguasa pada sebuah sistem kenegaraan dan bisa melakukan apa pun tampaknya sudah menjadi tabiat manusia sejak dahulu.
Kontrol melalui ketakutan sudah menjadi makanan tiap peradaban yang tertulis dalam sejarah. Tidak ubahnya dengan saat ini, ketika banyak pihak berlomba-lomba mendapatkan tombak kekuasaan dengan cara apa pun.
“Apa sulitnya membatalkan ini semua? Aku tidak ingin terjadi apa-apa kepada Kiara.” Aku mulai memprotes semua keputusan yang mereka ambil sepihak.
“Baiklah, Adrian.” Evelynn lalu menghampiriku. “Apa saranmu untuk mencegah perang saudara di Inggris?”
Lisan ini hanya bisa terdiam tatkala Evelynn menantang strategiku seperti beberapa hari yang lalu. Sehebat apa pun diriku, mustahil rasanya bisa menjaga dan menyelamatkan Kiara. Terlebih aku hanyalah warga sipil yang tidak mengerti apa-apa tentang dunia militer.
“Apa alasanmu, Adrian?” tanya Evelynn.
“Aku mencintainya, aku mencintai Kiara. Apa pun pandangan kalian tentang ini semua, tetapi aku mengakuinya bahwa aku mencintai Kiara.”
Entah apa yang kupikirkan tatkala akhirnya menyatakan seluruh isi hati ini. Tanpa kuduga, Kiara bersama Freia sedang menatapku dari pintu masuk apartemen Aldrich. Ia tampak tidak kuasa menahan air mata yang terlihat mengalir dari mata cokelatnya.
Napasku langsung sesak bersama dengan buramnya pandangan dan juga tubuh yang gemetar. Sungguh aku tidak menyangka segalanya akan seperti ini.
Hawa dingin yang kurasa jauh lebih santer ketimbang bentakkan Aldrich barusan. Sungguh, duniaku terasa runtuh saat mengetahui ia mendengar pernyataan cintaku kepada Kiara.
Freia pasti sudah mendengar semuanya.
Tidak ada lagi upayaku untuk dapat mempertahankan segenap alibi yang langsung terbantahkan atas pernyataan barusan. Aku hanya bisa tertunduk. Segenap resah langsung menguasai hati tatkala mendapati kedua gadis itu berada di hadapan.