The Photographer

Wira karmayudha
Chapter #1

BAB I

                    

Suram. Kata itu yang mungkin tepat menggambarkan suasana rumah Pak Romi saat ini. Papan karangan bunga yang bertuliskan Ucapan Belasungkawa di bawahnya berjejeran dengan rapi di halaman rumahnya yang masih asri. Tampak beberapa orang berpakaian serba hitam dan duduk di teras rumah. Raut wajah mereka tampak sedih dan seorang Wanita muda bernama Mbak Ina sedang memeluk dan menghibur seorang gadis kecil yang kelihatan bersedih. Mata gadis kecil itu tampak sayu dan menatap ke halaman rumah yang basah karena hujan gerimis yang mengguyur satu jam yang lalu. Pandangan matanya kosong seolah-olah tidak ada harapan lagi. Sementara tangannya menggenggam erat sebuah boneka beruang berwarna cokelat yang sudah usang. “ Yang sabar ya nak, kalo sudah besar,kamu harus jadi anak yang hebat.’’ Mbak Ina mengelus rambut Elisa yang terurai panjang. Elisa menatap para tamu yang duduk di teras rumahnya. Orang-orang itu menatap dengan rasa kasihan kepadanya karena baru saja kehilangan ibunya. Elisa menyerngitkan dahinya dan menolak membalas tatapan belas kasihan dari mereka. ‘’Mama kapan pulang mbak?’’ tanya Elisa dengan polos. Mbak Ina tidak berani membalas tatapan Elisa,dengan sungkan ia menjawab ‘’Mama sudah ada di surga sayang’’ Asisten rumah tangga itu tidak bisa menahan airmatanya yang jatuh perlahan. Tiba-tiba Elisa melemparkan boneka beruangnya ke lantai dan melepaskan pelukannya dari Mbak Ina dan berlari keluar rumah. Penyakit Autisnya mulai kumat. Mbak Ina yang kaget mengejar Elisa.

Elisa berlari sejauh mungkin dan menuju sebuah hutan yang tak jauh dari rumahnya. Ia berlari menembus pepohonan. ‘’Elisa! Elisa! Suara panggilan Mbak Ina menggema di dalam hutan, namun gadis kecil itu semakin menjauh di balik rimbunnya pepohonan.  

BRUKK!!

Elisa tersandung sesuatu dan jatuh mencium tanah yang masih basah. Perlahan ia bangun dan menoleh ke sebuah makhluk yang membuatnya tersandung jatuh. Ternyata seekor Rusa bertanduk yang sudah mati. Elisa ketakutan dan penasaran dengan bangkai Rusa tersebut. Tanduknya yang runcing masih kelihatan kokoh dan mengkilat.

‘’Elisa..! Ayo pulang! Mbak Ina menggamit tangan gadis kecil itu dan mengajaknya pergi.

‘’Gak..!! Elisa melepaskan tangan wanita itu dan menghampiri bangkai Rusa yang mulai di kerubungi lalat. Senyum tipis menghiasi wajahnya. ‘’Aku mau ambil kamera...Kamera,kamera ku.. Ini objek keren mbak..!. Elisa memang mengidap penyakit Autis yang membuat hobinya menjadi ekstrem. Ia suka memotret hewan-hewan mati sebagai objek karya seni. Karena menurutnya Fotografi adalah ungkapan isi hatinya yang abstrak. Tidak bisa di tebak oleh siapapun juga. Hewan-hewan yang sudah mati harus di abadikan ke dalam karya foto agar manusia bisa menghargai kehidupan ini dan mengingat akan datangnya kematian. 

Mbak Ina terdiam sejenak dan kemudian membawanya pulang.

                         ***

Wajah Pak Romi tertunduk lesu di kursinya. Ruangan itu sepi. Hanya Pak Romi seorang diri di dalam ruangan itu. Tidak ada pelayat yang berani masuk ke dalam ruangan jenazah karena kondisi Ibu Sulastri yang mengerikan. Lidahnya terjulur keluar tidak dapat di masukkan kembali. Penyakit kanker Payudara telah membuat tubuh Ibu Sulastri kurus kering dan wajahnya pucat. Bau busuk menyengat memenuhi seluruh ruangan rumah, dan Jenazahnya di kerubungi Lalat-lalat. Memang Pak Romi terlambat menguburkannya,karena kesibukannya pergi ke luar kota untuk mendokumentasikan Acara Duka Cita orang lain. Sementara para pelayat tidak ada yang berani masuk dan melihat kondisi jenazahnya. Tubuh Ibu Sulastri yang sudah di bungkus kain kafan putih tergolek di di atas tikar bambu. Para pelayat duduk di teras rumah sambil membacakan ayat-ayat Al’quran. Pak Romi bangkit dari kursinya,mengambil kamera DSLR miliknya dan mulai memotret dan mendokumentasikan Jenazah istrinya. Pak Romi sengaja tidak menyewa fotografer lain supaya ia sendiri bisa menikmati momen-momen menyaksikan jenazah istrinya untuk yang terakhir kalinya. Airmatanya mengalir di pipinya sambil melakukan pemotretan.

Sudah puluhan tahun Pak Romi berprofesi sebagai Fotografer Acara Duka Cita. Sekarang Ketika istrinya sendiri yang meninggal, Ia memutuskan untuk mendokumentasikan Acara pemakaman Jenazah istinya seorang diri. Ketika Pak Romi mendekati Jenazah Istrinya, Lalat-lalat berterbangan, Entah apa yang membuat Aroma bau busuk itu tidak mau pergi, padahal Jenazah Ibu Sulastri sudah di mandikan.

 Jepretan pertama berhasil. Namun kurang pencahayaan. Jepretan kedua masih kurang fokus. Jepretan ketiga,ada yang aneh dengan foto Ibu Sulastri. Pak Romi menghentikan pemotretan itu, dan melihat sendiri bahwa dalam foto itu Mata Ibu Sulastri terbuka dengan sendirinya. Matanya melotot ke arah Pak Romi dengan penuh kebencian. 

‘’Astaghfirullah...Astaghfirullahaladzim...’’Pak Romi jatuh ke lantai dan beberapa orang pelayat membantunya berdiri. ‘’ini gak mungkin...gak mungkin...’’gumam Pak Romi dengan ketakutan. ‘’Ada apa pak?’’ tanya salah seorang pelayat. Mereka melihat jenazah Ibu Sulastri dan matanya sudah kembali terpejam dengan rapat. Mungkin itu hanya halusinasi Pak Romi.

                                 ***

Acara pemakaman Ibu Sulastri telah selesai. Pak Romi dan Elisa harus menjalani kehidupan tanpa sosok wanita yang dulu pernah mencintai mereka berdua. Hari ini adalah hari minggu, Elisa mengajak Ayahnya ke hutan untuk mencari rusa mati yang kemarin di lihatnya. Elisa berjalan dengan tergesa-gesa mendahului ayahnya di belakang. Sambil membawa kamera, Elisa menyusuri setiap pohon yang di laluinya. Kemudian ia berhasil menemukannya.

‘’Papa..!! Elisa berteriak karena saking gembiranya menemukan objek foto yang di carinya. Pak Romi mendekati Elisa dan sangat kaget dengan bangkai rusa yang besar dan sudah membusuk.

‘’Apa-apaan ini Elisa?’’ tanya Pak Romi.

‘’Ini Objek foto yang aku mau pa!’’. Elisa tidak bisa menahan kegembiraannya.

‘’Kenapa harus ini? Ini tidak fotogenic El...’’ Pak Romi mencoba meyakinkan Elisa.

‘’Enggak pa, Elisa mau yang ini...mulai sekarang Elisa akan memotret hewan-hewan mati sebagai objek karya seni.’’

Pak Romi masih terheran-heran.

‘’Kamu yakin? 

‘’Papa kerjanya fotoin orang-orang mati kan?...Nah, Elisa mau ikut cara papa, tapi Elisa mau objeknya binatang yang udah mati...’’Ujar Elisa dengan girang.

Pak Romi terdiam mendengar kata-kata Elisa. Ia membiarkan Elisa mengambil kamera DSLR dan memotret objek Rusa itu. 

‘’Kalo hewan yang udah mati rohnya kemana pa?’’ Elisa bertanya.

‘’Tidak ada surga atau neraka bagi hewan,karena mereka tidak punya akal budi,jadi tidak bisa di   adili’’  

Lihat selengkapnya