Introvert, ekstrovert, ambivert, melankolis, senguin, plegmatis, koleris, kepribadian ganda, bipolar, intuisi, simpatik, empatik, fobia dan lain nya, entah apa yang terjadi padaku tapi sejak kecil aku senang mempelajari hal-hal mengenai psikologi kepribadian, ketertarikan ku pada sikap-sikap manusia yang berbeda-beda membuatku semakin menyukai mempelajari watak mereka. Namun Aku bukan lah orang yang pandai mengekspresikan ketertarikan ku, jadi tidak ada yang menyadarinya karna aku mempelajari nya secara diam-diam.
secara tidak langsung aku m menjadi mahir membaca apa yang ada di pikiran seseorang melalui tutur kata, respons, ekspresi wajah, maupun tindakan mereka. Luar biasa! itu menjadi satu hal yang sangat hebat untuk di kuasai, apa kalian berfikir seperti itu? Tapi nyatanya tidak, aku mulai muak dengan semua itu karena semakin aku mendalami watak seseorang maka aku akan semakin menjauh dari mereka. Hal ini mendorong ku menjadi makhluk individu.
***
Seperti biasa aku mengawali hari ku dengan bangun pukul 6 pagi dan bersiap-siap melanjutkan rutinitas normal ku seperti manusia lainnya, rutinitas yang berulang dan sama setiap harinya, terasa sangat membosankan bagi segelintir orang yang aktif namun itu adalah sebuah kenyamanan untukku, aku tidak suka sesuatu yang menantang, aku ingin menghabiskan seluruh hidupku dengan tenang.
Setelah berbenah diri aku beralih ke dapur dan menyiapkan 2 potong sandwich, aku membawa 2 potong sandwich itu ke atas meja dan menyantap satu potongnya sedangkan satu potong lagi aku simpan di piring dan kututupi dengan sebuah tutup kaca.
Aku menghabiskan dengan cepat sarapan pagi sederhana itu kemudian beralih menggait jaket tebal dan menyiku nya di lengan.
Aku segera bergegas menuju ambang pintu dan menggait sepatu ku dari tempatnya.
"Apa kau akan berangkat sekarang?" Tanya seseorang yang hadir dari belakang tidak membuatku terkejut, pria itu memang sering hadir seperti roh halus yang tidak terdeteksi.
Aku meneruskan memakai dan mengikat tali sepatuku tanpa menoleh kearah sumber suara.
"Ya, Aku akan pulang terlambat!" Kataku singkat
Pria itu menghela nafas pelan seakan pasrah dengan sikapku yang datar. Apa dia berharap jawaban yang menarik? Serius, dari diriku?
Aku segera berdiri dan menghadap kearahnya ketika selesai dengan sepatuku. Yang kulihat adalah seorang pria sempurna dengan tubuh tinggi dan kulit putih bersih, mata yang kehijauan itu menatap dalam kearah ku dari balik kacamatanya, bibirnya tersenyum ramah menanggapi ucapan ku yang datar. Apa dia selalu sesempurna itu? Bahkan rambutnya tidak pernah terlihat berantakan meskipun dia tidak menyisir nya. Ahh.. lagi-lagi aku hanya bisa menatap iri atas kesempurnaan yang dia miliki.
"Kau tidak ingin membantuku di klinik?" Tanya nya lagi, dia hanya berdiri santai bersandar diambang pintu sambil mengetukan jarinya pada kusen pintu menunggu respons ku.
Brian nazomi, Adalah anak tertua dalam keluarga nazomi, dia adalah kakak ku. wajah tampan nya murni perpaduan Rusia dan Jepang, meski setengah keturunan Asia tapi tinggi nya benar-benar diluar karakteristik orang Asia, selain wajah nya yang membuat banyak orang iri, dia juga seorang psikiater terkenal, setiap hari dia menangani banyak masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien nya di klinik. aku juga tidak tau kenapa dia bisa menjadi seorang psikiater padahal dia menamatkan perguruang tinggi nya di bidang pharmacy. Hidup nya sangat unik, aktif, bewarna dan penuh kebaikan, dia juga suka membuat ledakan-ledakan kecil dalam setiap tindakannya untuk mengalihkan rasa bosannya, dia dapat menghandle masa muda nya dengan baik.
Lalu bagaimana denganku? Apa karna sedarah artinya aku juga seperti dia? Jelas tidak, diumurku yang baru menginjak 20 tahun aku merasa benar-benar gagal menjadi orang berguna. Aku tidak punya banyak teman dan hidup layaknya orang tua yang menghabiskan masa tuanya dengan duduk termenung membaca sebuah buku di sore hari ditemani segelas teh hangat dan senja yang mulai terbenam. Tidak ada yang menarik, terlebih lagi sekarang aku hanya menjadi penjaga toko kue. Benar-benar menyedihkan! Apa kalian masih ingin membandingkan kehidupanku dengan kakak ku? Aku hanya bisa tersenyum miris meratapi masa mudaku yang mengerikan.
"Kau tidak ingin membantuku?" ulang kak Brian masih menunggu resposn ku. Oh, apa yang sebenarnya ku pikirkan, setiap kali melihatnya yang berkilau rasanya aku menjadi semakin iri pada kesuksesan nya.