The Pieces of Memories

Moon Satellite
Chapter #13

DUA BELAS

Matahari belum sepenuhnya bergulir, semburat oranye menghiasi perjalanan pulang menuju apartement. Daniel menggunakan sunglasses untuk menghalau sinar matahari yang menusuk mata, alisnya terlihat berkerut kesal karena beberapa kali mobilnya hampir tergores karena pengendara motor yang memaksakan lewat padahal tahu jalanan sempit, tangan kanannya berada di setir sementara tangan kirinya berada di perseneling.

“Sok keren lo,” sindir Ileana yang sedari tadi menatap Daniel. Daniel yang tidak tahu apa-apa karena ia merasa sedang tidak melakukan kesalahan tiba-tiba mendapat ujaran kebencian dari seseorang yang duduk di bangku penumpang di sampingnya. Ileana menggerakkan jari telunjukkan menunjukkan pose Daniel yang terlihat seperti adegan drama.

Pemuda itu akhirnya paham, tapi bukannya langsung merubah posenya yang dianggap Ileana ‘sok keren’ pemuda itu malah membusungkan dadanya, memfokuskan pandangannya ke depan, bahkan menonjolkan urat-urat tangannya, “Loh biasanya cewek suka kalo liat cowok nyupir kaya gini,” masih berusaha sok keren.

“Suka kalau tampang lo seganteng Ji Changwook,” memutar mata malas dan memilih menatap jalanan di sampingnya, “Kalo lo jatuhnya geli gue,” komentar Ileana tepat sasaran dan terdengar suara decakan sebal Daniel.

“Gue juga ganteng kali,” gumam Daniel yang terdengar jelas di telinga Ileana membuat gadis itu tersenyum geli karena tingkat kepedean Daniel yang lumayan tinggi, tidak beda jauh dengan Adam, pikir gadis itu sambil mengangguk-angguk samar.

Jalanan yang begitu padat sore itu ditambah tidak ada pembahasan yang bisa mereka bahas untuk menghalau rasa penat membuat mata Ileana berat, beberapa kali kepalanya terantuk-antuk dan terkadang terbentur jendela, “Lo kalau ngantuk tidur aja, kasian itu kepala lo kebentur jendela nanti otak lo nggak berfungsi lagi,”

Ileana melirik tajam, “Lo takut perusahaan lo bangkrutkan kalau otak gue nggak berfungsi lagi,” jawab Ileana dengan gigi yang menyatu dan hanya membiarkan bibirnya saja yang bergerak, Daniel hanya mengangkat kedua alisnya dan tersenyum kuda.

Ileana memutuskan mengambil ponselnya, berselancar di media sosial miliknya melihat ada perkembangan baru apa yang terjadi. Ia juga mengecek media sosial lokies melihat postingan yang baru diunggah beberapa saat lalu dari divisi media. Jari telunjuknya menekan foto yang baru diposting, mengarahkan jari telunjuk dan ibu jarinya untuk memperbesar foto melihat detail dari informasi yang disampaikan. Kemudian ia mengangguk-angguk.

Bosan bermain ponsel, Ileana kembali melirik jalanan yang masih terlihat padat bahkan lebih padat dari pada tadi sore, kendaran-kendaran berjalan berlahan seperti koloni semut yang keluar sarang mencari makan.

“Niel, lo nggak punya sesuatu buat ngilangin bosen apa?” seru Ileana tiba-tiba ia sudah sangat bosan berada di dalam mobil dikondisi macet seperti ini, matanya sudah sangat berat karena semalam ia kurang tidur.

Daniel melirik sebentar dan terlihat berpikir, “Emmm, apaan ya?”

“Apa aja deh, bosen, ngantuk, tapi gue nggak mau tidur,”

Diam sejenak, “Orang bilang gue ganteng,” memulai.

“Daniel, gue minta lo bikin sesuatu yang bisa buat gue ngilangin bosen, bukan berarti lo nyombongin diri lo,” komentar Ileana sewot, Daniel hanya tertawa.

Mengabaikan Ileana dan lanjut bercerita, “Tapi ada satu orang yang nggak nganggep gue ganteng dan malah biasa aja sama gue,” Ileana membiarkan Daniel yang mulai bercerita dari pada terjebak dalam kemacetan dan mati karena bosan, “Bahkan ketika semua orang tergila-gila sama gue, dia sama sekali enggak nengok ke gue dan dia malah nggak tahu kalau gue ada.”

“Lo cerita tentang cinta pertama lo ya?” sela Ileana, sepertinya ia tahu ke arah mana Daniel bercerita.

“Waktu gue SMA,”

“Okey, terus dia juga suka lo?”

“Kayaknya dia malah nggak tahu deh, kalo kita satu alumni,” bahu Daniel merasa ada sebuah tangan yang menyentuhnya, Ileana menepuk pelan bahu Daniel menguatkan.

“Gue turut prihatin ya,”

“Sekarang gantian, ceritain cinta pertama lo,”

Lihat selengkapnya