Seminggu telah berlalu, musim hujan mulai datang menyisakan sisa-sisa terik dari musim panas membuat cuaca tak menentu kadang panas terik tapi beberapa saat setelahnya hujan turun dengan tidak kira-kira. Membuat Ileana merengut sebal dengan cuaca yang dengan cepat berubah-ubah, karena ia termasuk orang yang selalu lupa untuk membawa payung. Jadi ketika ia keluar dari gedung kantornya sore itu, ketika tiba-tiba hujan deras turun tanpa aba-aba padahal seharian tadi cuaca sangat panas Ileana mendengus kesal sambil menatap langit mendung. Jarak dari gedung kantornya ke halte terdekat lumayan jauh, dan tidak ada tempat khusus pejalan kaki beratap yang bisa membantunya menuju halte terdekat tanpa terkena hujan.
Ileana masih berdiri beberapa meter dari pintu lobby, memikirkan apakah sebaiknya ia menerjang hujan dan membiarkan bajunya akan basah atau memilih untuk kembali masuk dan menunggu hingga hujan reda, tapi melihat hitamnya langit sepertinya hujan akan turun dengan lama.
“Nunggu siapa Le?” pemuda berkaca mata yang ia kenal berdiri di sampingnya sambil menggulung lengannya.
Ileana mundur beberapa langkah memperhatikan lebih jelas siapa yang sedang berbicara dengannya kemudian menunduk sedikit, “Kak Leo? Habis ada pertemuan sama Daniel?”
“Iya ada beberapa urusan sama dia, lo lagi nunggu siapa?” tanya Leo mengulangi pertanyaannya yang belum dijawab Ileana.
Gadis itu tersenyum canggung sambil menatap langit, “Nunggu hujan kak,” jawabnya sambil menunjuk ke atas, Leo tertawa mendengar jawaban Ileana dan menyarankan untuk gadis itu ikut dia alih-alih menunggu hujan yang kemungkinan lama redanya.
Aston Martin DB11 hitam milik Leo melesat pelan menerobos hujan, Ileana duduk terdiam di kursi penumpang tak tahu harus bagaimana. Tiba-tiba ia berubah menjadi gadis paling baik dan sopan, duduk dengan kedua lutut yang menyatu dan kedua tangan yang bersimpuh di atasnya.
“Lo nggak nyaman ya gue anterin pulang?” tanya Leo menyadari ketidaknyamanan Ileana yang terlihat gelisah duduk di sampingnya.
Bohong jika dia tidak nyaman, pulang dengan Leo lebih nyaman dari pada dia harus menunggu entah sampai kapan hujan akan berhenti dan belum tentu bus terakhir masih tersedia, hanya saja ia masih canggung hanya berdua dengan Leo yang baru beberapa kali ia temui. “Sedikit canggung aja kak,” jawab Ileana mencoba untuk tidak membuat Leo tersinggung dengan sikapnya yang terlihat kurang nyaman.
Leo terlihat menghela napas, “Mungkin lo ngerasa gue aneh sih karena kita baru ketemu beberapa kali dan gue nawarin buat nganterin lo pulang, wajar sih kalo lo agak ngerasa nggak nyaman,” mencoba maklum.
“Enggak kok kak, enggak,” panik sambil melambaikan tangannya karena merasa bersalah karena Leo sudah meluangkan waktunya untuk mengantarkan Ileana. Tawa renyah Leo terdengar bersautan dengan suara hujan.
“Santai aja kalau sama gue, anggap aja gue kakak lo kayak Daniel nganggep gue. Nggak perlu sungkan,” ujar Leo santai.
Bagaimana bisa Ileana bersikap santai di depan pewaris tunggal keluarga kaya raya Aksarakarsa, jika dibandingkan dengan Daniel aura wibawa Leo lebih dominan walau kedua kancing teratas kemeja lelaki itu dilepas dan kedua lengangannya yang digulung hingga siku terlihat lebih santai, tapi aura wibawa Leo masih sangat kentara membuat siapa saja yang berada di dekatnya terintimidasi.
“Orang bilang lo susah didekatin dan nggak suka banyak bicara, tapi keliatannya enggak,” komentarnya sambil menggelengkan kepala melihat Ileana yang terkadang lebih banyak berbicara, beberapa rumor yang ia dengar mengenai gadis di sebelahnya kebanyakan berkata jika Ileana adalah atasan paling mengerikan, dia bisa langsung memarahi anak buahnya yang melakukan kesalahan, senyuman terlihat begitu mahal untuk wajah manis Ileana, bisa dibilang Ileana dan Daniel sama-sama keras dan saling mendominasi. Tapi ternyata setelah beberapa kali bertemu dengan Ileana dan lebih banyak mengobrol dengan gadis itu, ternyata Ileana tak semengerikan yang orang-orang bilang, bahkan menurut Leo gadis itu terlihat polos dan sedikit konyol.