Selama ini Ileana tidak pernah mengatakan siapa dirinya, asal usulnya, dari mana asalnya, bahkan ia tidak pernah memberitahu siapapun termasuk Adam dan Tyra. Karena kejadian ketika Ileana mendapat bully hanya karena ia tinggal di panti asuhan membuatnya takut dan memutuskan untuk tidak memberitahu siapapun tentang masa lalunya. Dan ketika Ileana akhirnya mendapatkan kesempatan untuk pergi dari panti asuhan, kesempatan itu ia gunakan untuk lari dari semua kehidupan masa lalunya dan memulai hidup yang baru di tempat yang baru.
Dan tanpa sadar Ileana sudah berlari terlalu jauh meninggalkan semua kehidupannya di panti, mencoba keras untuk melupakannya.
Sekarang moment yang sama sekali tidak pernah Ileana bayangkan terjadi, Ileana tidak tahu harus bersikap bagaimana dengan situasi ini. Sejak tadi tangannya sudah mencengkeram kuat lengan Daniel membuat kaos yang dikenakannya kusut.
“Are you oke?” bisik Daniel khawatir, ia melirik Ileana yang berada di sampingnya dengan wajah yang sudah basah dengan keringat.
Daniel ingin memastikan keadaan Ileana, tapi Asih sudah berada di depan mereka mengajak mereka untuk mengikutinya ke ruangannya supaya bisa mengobrol dengan santai.
“Maaf bu lama tidak pernah mampir.”
Asih yang berjalan beberapa langkah di depan Daniel, menengok dan melambaikan tangannya beberapa kali, “Ndak apa-apa, kemaren bapak cerita katanya nak Daniel sibuk jadi ya ibu maklum saja,” maklum.
Beberapa kali Asih melirik gadis yang berjalan di samping Daniel menempel, gadis itu terlihat terus menunduk dan tidak banyak bicara, mungkin dia gadis yang pemalu, pikir Asih.
Mereka sudah berada di ruangan Asih, ruangan yang sama persis diingatan Ileana. Mulai dari warna temboknya bergitupun dengan tata letaknya, sama seperti terakhir sebelum ia pergi.
“Lo nggak apa-apa beneran?” bisik Daniel masih mengkhawatirkan Ileana yang sedari tadi berubah menjadi pendiam.
“Gue nggak bisa bilang baik-baik saja, tapi gue nggak apa-apa tenang aja,” jawab Ileana mencoba untuk menenangkan Daniel tapi malah semakin membuat pemuda itu khawatir.
Obrolan mereka terhenti ketika Asih kembali masuk setelah tadi pergi sebentar untuk menyuruh salah satu pengasuh menyiapkan tamunya minuman dan makanan ringan. “Berapa lama nak Daniel di sini?” seru Asih sambil berlalu dan duduk di sofa tunggal di samping kanan Daniel yang duduk di sofa panjang bersebelahan dengan Ileana.
“Nanti malam sudah balik Jakarta, bu.”
Terdengar seruan kecewa Asih mendengar Daniel yang hanya satu hari saja berada di Jogja, padahal ia sudah sangat senang mendengar Daniel akan main ke panti dan bermaksud mengajak pemuda Jakarta itu berkeliling di kota Wisata ini.
“Nak?” panggil lembut Asih sambil tangannya terulur beberapa centi di depan lutut Ileana, membuat gadis itu menegang, “Kamu sedang ada masalah?” tanyanya takut menyinggung.
Tanpa menatap Ileana menggelengkan kepala dan sedikit tersenyum, walau senyumnya sama sekali tidak bisa dilihat Asih.
“Ah, ini titipan dari Papa,” celetuk Daniel mencoba mengalihkan, Asih tersenyum menerima paper bag yang diulurkan Daniel. Tapi hanya beberapa saat ketika Daniel berhasil mengalihkan Asih kembali menatap Ileana penuh khawatir.