The Pieces of Memories

Moon Satellite
Chapter #4

TIGA

Matahari sedang berada di ufuk barat, sebentar lagi akan tenggelam, kereta jurusan Jogja-Jakarta sampai di stasiun Gambir tepat waktu sesuai dengan yang tertulis di tiket, 17.45 WIB. Ileana turun dari gerbong kereta sambil menenteng tas ranselnya, ia keluar dari stasiun dan langsung mencari taksi menuju alamat yang terselip di amplop lain yang datang berbarengan dengan amplop berisi pemberitahuan beasiswa yang didapatnya.

Taksi melaju memecah padatnya lalu lintas ibu kota, ternyata apa yang sering ia lihat di berita benar mengenai padatnya lalu lintas ibu kota. Hampir 2 jam lamanya sampai Ileana sampai di alamat yang ia tuju.

Ileana terkejut setelah supir taksi berkata jika tujuannya sudah sampai, bahkan beberapa kali Ileana bertanya apakah benar ini alamat yang tertera di kertas yang tadi ia berikan, dan dengan yakin supir taksi itu menjawab.

Dengan keraguan Ileana berjalan memasuki gedung bertingkat dan menuju tempat informasi, “Selamat sore, ada yang bisa kami bantu?” ucap seorang petugas berwajah cantik, Ileana mengeluarkan secarik kertas yang ia simpan di saku celananya, dengan kikuk.

“Saya mencari tempat ini,” masih dengan tersenyum petugas cantik itu menerima kertas yang diberikan Ileana. Membaca sekilas dan kemudian mengembalikkan kembali ke Ileana, “Nona Ileana, betul?” tanya petugas itu memastikan.

Ileana hanya mengangguk dengan kaku, bagaimana bisa petugas ini tahu namanya padahal sedari tadi ia sama sekali belum memperkenalkan diri.

“Mari saya antar ke kamar”.

Petugas itu keluar dari meja informasi dan berjalan menuju lift, Ileana masih mengikuti dengan kikuk. Sampai di depan kamar 503, Ileana masih tidak tahu apa yang sedang terjadi.

“Silahkan, ini kamarnya. Semua berkas kepimilikan apartment dan kunci sudah berada di dalam, jika ada yang ingin ditanyakan bisa langsung menuju tempat informasi yang berada di depan.”

Petugas itu segera undur diri, “Sebentar, ada yang mau aku tanyakan,” petugas cantik itu berbalik dan tersenyum ramah.

“Ini kali pertama aku ke Jakarta dan sama sekali tidak tahu menahu tentang tempat ini, tapi bagaimana bisa tempat ini menjadi tempat tinggal aku?” mendengar ucapan Ileana, petugas itu masih tetap tersenyum, ia kemudian menjelaskan bahwa memang benar kamar apartement ini atas nama Ileana, beberapa minggu yang lalu ada orang yang membeli apartement ini untuk seorang gadis remaja bernama Ileana.

Makin tidak paham Ileana setelah mendengar penjelasan dari petugas cantik yang sekarang sudah memasuki lift turun ke bawah meninggalkan Ileana dengan pikirannya yang kelut.

Ileana mendudukkan dirinya di sofa panjang, menatap sekeliling. Bagai ketiban durian runtuh bertubi-tubi, mendapat beasiswa full di internasional school dan tinggal di apartement mewah seperti ini. Gadis itu memutuskan untuk berkeliling tempat tinggal barunya, kamar utama, dapur yang gabung dengan ruang makan, dan satu kamar berisi tempat baju. Keterkejutan Ileana masih berlanjut, saat ia memasuki ruang penyimpanan baju, ada sebuah lemari besar berwarna putih, ia membuka lemari itu dan beragam model baju tergantung dan ada seragam terletip di sela-sela beberapa baju-baju.

Ia menarik baju yang diyakininya seragam, kemeja putih polos dengan pin nama yang tersemat di dada kanan terlulis ‘ILEANA’, di samping kemeja putih ada rok pendek kotak-kotak berwarna dasar coklat, di sebelahnya lagi ada blazer hitam dengan bet border lambang sekolahnya, ‘Hera’s international school’. Melihat seragam dengan pin bertuliskan namanya, sedikit membuat Ileana percaya bahwa yang dialaminya saat ini nyata.

 

Tiga hari sudah Ileana tinggal di Jakarta, semester baru telah dimulai. Terlihat pagi ini Ileana tengah bersiap untuk berangkat sekolah. Seragam sudah melekat di tubuh kurusnya, ia merasa kurang nyaman dengan seragam baru yang ia kenakan, ia merasa kurang pede dengan seragam barunya.

“Oke aku siap!”

Gadis manis itu keluar dari gedung apartement menuju halte terdekat, sebelumnya ia bertanya kepada petugas informasi menanyakan bagaimana cara menuju sekolahnya. Kini ia tengah duduk di halte warna hijau itu menunggu bus jalur A271, dengan seragam sekolahnya yang baru.

Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di dalam bus menuju sekolah. Selama perjalanan menuju sekolah, Ileana menyumpal telinganya dengan earphone. Bus berhenti di halte, Ileana bergegas keluar di hadapannya kini berdiri gedung bertingkat 3 di balik gerbang sekolah yang cukup tinggi. Mobil-mobil mewah terlihat melintas, masih dengan earphone yang menyumpal telinganya, Ileana berjalan memasuki gedung utama mencari ruang guru.

“Ileana, betul?” tanya seorang guru perempuan  bertubuh sedikit berisi.

Lihat selengkapnya