Tujuh tahun kemudian
Matahari begitu terik siang ini, beberapa orang terlihat menggunakan payung atau topi untuk melindungi kepalanya dari terik matahari. Tapi ada seorang gadis yang terlihat tidak peduli dengan sengatan sinar matahari dan terlihat berjalan cepat mengejar busway yang sudah berhenti di halte.
Ileana yang sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang sangat cantik, terlihat sedikit tergesa menaiki bus. Ia segera duduk di kursi kosong, sambil terus menatap layar tapnya menunjukkan email-email yang sedari tadi ia terima. Tubuh Ileana terlihat semakin kurus, bahkan kalau diperhatikan tulang-tulangnya tercetak jelas, bawah matanya terlihat begitu menghitam ia sering sekali tidak tidur hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Gadis itu bersiap untuk turun karena tempat yang ia tuju sudah dekat, ia segera turun setelah busway berhenti di halte. Ileana berjalan setengah berlari, menuju gedung kantornya dan segera masuk naik lift menuju kantornya. Ileana tidak memperdulikan apa-apa, bahkan satpam yang mengucapkan salam saja tak digubrisnya.
Suasana di kantor sama berantakkannya, telephone berdering terus-terusan “Jangan ada yang mengangkat telephone, dari siapapun itu,” seru Ileana di ambang pintu.
David yang hendak menganggat telephone, dengan gerakan pelan menutup kembali. Ia terkejut karena Ileana tiba-tiba sudah berada di ambang pintu.
“Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang Miss?” tanya David takut-takut.
Ileana berjalan dengan gaya angkuhnya, melewati beberapa orang dan menatap mereka, ia kemudian menghela napas berat, “Media sedang heboh dengan berita kemarin, hal yang harus kita lakukan saat ini adalah sebaik mungkin tidak membuat media semakin heboh, lalu” ucapan Ileana tertahan, sebenarnya ia juga tidak tahu apa yang bisa lakukan setelah ini, dia belum pernah berada di posisi seperti ini.
“Akan ku beri tahu nanti.” Suara Ileana terdengar melemah.
Beberapa karyawan terlihat terkejut, mereka belum pernah melihat Ileana seputus asa menghadapi masalah, biasanya gadis itu akan cekatan menemukan jalan keluar dari setiap masalah yang ada.
Ileana berjalan menuju mejanya, saat ini ia merasa sangat marah dengan masalah yang terjadi. Sebagai wakil direktur dan designer utama, Ileana tidak bisa berpikir jernih dengan masalah yang sedang menimpa perusahaanya. Ia sendiri yang mendesign setiap model baju untuk brand lokies, bagaimana bisa ada brand lain yang menggunakannya dan mereka mengconfernkan sehari sebelum tempat mereka, bahkan lokies sama sekali tidak tahu sampai ada wartawan yang mengangkat adanya persamaan dari kedua design lokies dan the yarn ke media. Dan menghasilkan asumsi-asumsi negatif di masyarakat.
Banyak sekali email yang masuk, baik dari wartawan atau dari investor lokies menanyakan apakah benar lokies memplagiat model pakaian the yarn.
“Bagaimana, kau sudah menemukan bukti pihak the yarn mencuri ide mu, atau kau mencurinya?” suara Daniel atasanya seperti mengejeknya.
Hampir saja, Ileana membanting keyboard karena ucapan atasannya yang seperti merendahkan dirinya. “Jika anda hanya ingin merendahkan saya, akan lebih baik jika anda ikut membantu mengatasi masalah ini, atau jika tidak lebih baik anda diam.”
Daniel sedikit terkejut mendengar ucapan Ileana, baru pertama kali ia melihat Ileana mengutarakan apa yang dirasa, biasanya gadis itu hanya mengangguk mengiyakan padahal wajahnya jelas-jelas menahan kesal. Daniel tersenyum miring, “Ikut ke ruangan saya,” tidak ada bantahan lagi sambil setengah emosi Ileana beranjak meninggalkan mejanya mengikuti Daniel yang sudah lebih dulu berjalan.
Beberapa karyawan yang mendengar terkejut dan sedikit cemas dengan nasib Ileana. Mereka tahu betul bagaimana atasan mereka jika sedang marah, apalagi masalah yang terjadi bisa dibilang lumayan besar menyangkut nama baik lokies di mata masyarakat dan dunia.
“Setidaknya di ruangan saya, kamu bisa berbicara yang sebenarnya,” suara Daniel pelan tapi menuntut.
Ileana masih duduk termenung sambil menatap vas bunga yang terlihat layu karena jarang diganti airnya, saat ini tidak ada yang ingin ia lakukan. Ileana sudah sangat lelah, semua media memojokkannya dan sekarang atasannya juga tidak percaya dengannya.
“Mau berapa orangpun yang memojokkan saya, jawaban saya tetap sama. Tidak ada ide yang keluar dari otak saya, berdasarkan ide orang lain,” setelah menjawab itu Ileana berlalu pergi ia butuh menenangkan diri, jika tetap berada di kantor bisa-bisa atasannya ini melihatnya menangis.
Sebelum keluar, “Terserah anda mau percaya dengan saya atau tidak, jika anda tidak percaya saya rela keluar dari lokies.”
Ileana keluar dari ruangan Daniel, menatap beberapa orang yang menatapnya khawatir. Gadis itu memaksakan senyumannya, ia hanya menyuruh untuk tenang dan ia akan menyelesaikan masalah ini, kemudian Ileana keluar.
Hari ini seharusnya Ileana libur kerja, harusnya ia tidur-tiduran di kasur empuknya, bermalas-malasan sambil menatap langit-langit kamarnnya, tapi ia harus pergi ke kantor karena masalah ini. Kepalanya sejak tadi terus berdenyut, hampir semua orang menuduhnya, siapa pula yang tidak akan menuduhnya, ia adalah orang nomor satu yang akan dicurigai.
Setelah keluar dari kantor, dan berjalan tanpa arah gadis manis itu memilih untuk menghabiskan waktu di café yang berada tak jauh dari gedung perusahannya. Memesan segelas ice caramel macchiato dan menyumpal telinganya dengan earphone.
Sedari tadi ponselnya terus berdering, Ileana mengabaikan setiap panggilan dari ponselnya dan memilih mematikannya. Saat ini bukan waktu yang tebat untuknya menjawab setiap panggilan dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Ileana menundukkan kepalanya meringkuk di atas meja.
Dari arah pintu masuk, seorang pemuda berambut gondrong masuk dengan napas yang menderu, dan terlihat menghela napas lega melihat Ileana yang menunduk di atas meja.
“Di sini ternyata dia,” gumamnya sambil berjalan ke meja Ileana.