“Kemana saja kamu, baru mengangkat telephone dari saya,” suara menggelegar dari Daniel terdengar bahkan sampai Adam yang berada di seberang Ileana bisa mendengarnya, dan bergidik ngeri.
Ileana susah payah menelan ludahnya, “Maaf pak,” tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini selain meminta maaf, karena yang dilakukannya memang tindakan yang sangat gegabah.
“Apakah kamu tidak tahu jika saya khawatir, saya berpikir kamu akan melakukan hal-hal konyol saat tidak bisa menghubungi mu,”
“Saya benar-benar minta maaf pak.”
Sambungan diputus sepihak, Ileana menghela napas lega. Walau ia sudah sering mendapat omelan dari atasannya, tapi ia belum pernah mendengar atasannya begitu marah pada karyawannya seperti tadi.
Tadi setelah mengaktifkan ponsel, dan mendapati atasanya mencoba menghubunginya sebanyak dua puluh kali, tanpa berpikir lagi ia langsung menelphone balik nomor Daniel, baru didering pertama panggilan Ileana langsung diangkat dan omelan langsung Ileana dapat, memekakkan telinga.
“Lo aman?” tanya Adam memastikan, dari suara yang didengarnya sepertinya atasan Ileana marah besar.
Ileana mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya. Tak yakin juga dengan nasibnya setelah ini.
Ileana masih berada di café, tapi tidak bersama Adam, pemuda itu memiliki urusan yang katanya penting dan meninggalkan Ileana, tapi ia berjanji akan datang ke apartement Ileana malam ini jika urusannya sudah selesai.
Beberapa saat kemudian, seorang pemuda tampan dengan setelan rapi memasuki café. Ileana yang mengenali pemuda itu langsung melambaikan tangan. Dengan langkah yang berwibawa, ia berjalan melewati beberapa pengunjung yang menatapnya kagum menuju meja yang ditempati Ileana, berada di sudut ruangan.
“Mau menjelaskan tingkah kamu seharian ini?” baru juga sampai atasannya sudah menyindirnya, Ileana mengulum senyum kesal mendengar setiap sindiran yang keluar dari mulut atasanya ini.
“atau kamu memang sengaja,” sela Daniel.
Ileana memang harus memiliki setok sabar yang banyak jika berbicara dengan Daniel, atasannya ini memang senang sekali melempar percakapan yang mengundang perkelahian. “Saya pilih jawaban yang ke dua,” sebal juga Ileana lama-lama dengan tabiat Daniel, toh memang ia sengaja menon-aktifkan ponselnya.