“Terus tanggapan lo apa?”
Ileana sudah menceritakan perihal rencana Daniel yang ingin berkolaborasi dengan the yarn. Gadis manis itu hanya mengangkat bahu acuh, memilih fokus dengan makanan yang Adam bawa.
“Gue bingung, Dam.”
“Tapi Le, kenapa atasan lo minta pendapat lo soal rencana perusahan yang mau colabs?” Ileana baru ingat Adam belum mengetahui posisi barunya di kantor selain menjadi designer utama.
“Bulan lalu, gue baru aja diangkat jadi wakil direktur.”
Ekspresi wajah Adam berubah, kedua alisnya menyatu seakan mengatakan ‘kenapa gue baru denger?’ kira-kira arti dari ekspresi wajah yang menurut Ileana sangat menyebalkan. Dan tanpa berpikir dua kali, tangan Ileana menampar pelan pipi Adam.
“Kenapa lo nampol gue?”
“Muka lo ngeselin,” ujar Ileana tanpa dosa dengan mulut yang masih tetap mengunyah.
“Ganteng gini juga,” gerutu Adam mengusap-usap pipinya.
Malam itu, Ileana menceritakan semua hal yang belum sempat diceritakannya. Menghabiskan sisa cemilan malam mereka. Adam sesekali mengangguk sambil mendengarkan cerita Ileana dan memberikan komentar. Hingga tengah malam mereka masih mengobrol, memberikan pendapat, memberi saran, dan saling bertukar cerita, pukul satu dini hari Adam baru pulang.
Matahari sudah sangat tinggi, ketika Ileana bangun. Ia merenggangkan tubuhnya yang pegal, semalam ia baru tertidur pukul dua dini karena sahabat laknatnya yang mengajaknya mengobrol dengan tak tahu waktu. Ileana segera menyelesaikan bersiapnya, dan bergegas menuju basement mengambil mobil yang jarang sekali ia gunakan.
Beruntung, lalu lintas tidak sepadat biasanya, lima belas menit Ileana sudah sampai di parkiran gedung kantornya. Dan segera bergegas menuju lantai kantornya. Beberapa orang terlihat berlalu lalang, Ileana dengan gesit menyelip-nyelip menuju lift yang lumayan padat karena memang sebentar lagi jam makan siang.
Gadis itu berhasil masuk lift, membawanya menuju lantai sebelas tempat kantornya berada. Ia mendorong pelan pintu kaca, orang pertama yang melihat kedatangannya Joy dan tentu saja mata bulatnya langsung melongo melihat Ileana yang baru datang.
“Miss Ile!” serunya berbisik karena melihat kode tangan dari Ileana supaya ia tak berisik.
Dengan gerakan tangan juga, Joy mengisyaratkan jika Ileana sudah ditunggu Daniel di ruangannya sedari tadi, Ileana mendesah pasrah dengan nasibnya setelah ini. ingat kan dia untuk membunuh Adam setelah ini.
Ileana mengetuh pintu kaca berwarna gelap, tiga kali. Masih tidak ada jawaban, dan ia mengulanginya lagi. Samar terdengar suara menyuruhnya untuk masuk dari dalam, dengan penuh was-was dengan kemungkinan yang akan terjadi Ileana mendorong pintu kaca itu dan melihat Daniel masih berkutat dengan layar PC, tanpa mengalihkan pandangannya, “Jam berapa ini, Ileana?”
“Maaf pak,” ujar Ileana gugup, sedua tangannya tak henti-henti mengeluarkan keringat dingin yang terus-terusan ia usap-usapkan di celana denim yang ia kenakan.
“Duduk, saya selesaikan ini dulu,” masih tetap fokus pada layar PC.
Perlahan Ileana duduk di sofa panjang, menunggu dengan tenang sampai Daniel menyelesaikan urusannya. Jantungnya serasa mau meledak sedari tadi, belum selesai karena berangkat terburu-buru dan sekarang harus berhadapan dengan Daniel atasannya yang menyebalkan.