“Argon dan Salman?” tanya Ramdan dengan agak terkejut. Ia tak menyangka bahwa pertandingan uji coba yang bahkan tak diberitakan di mana-mana antara timnya dan Tim Bhakti Pratama disaksikan oleh duet terbaik tahun lalu di kompetisi tingkat SMA.
“Mereka tahu dari mana kita ada pertandingan hari ini?” Kardi yang dimasukan demi menambah daya serang di babak kedua menimpali dengan pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh siapa pun termasuk Ginola.
“Nggak penting dari mana mereka tahu info tentang pertandingan ini. Tapi sekarang mereka tahu kalau gue sudah bukan lagi seorang penyerang,” jawab Ginola seraya mengajak Ramdan bersiap menuju posisi mereka karena babak kedua dari pertandingan uji coba itu akan segera dimulai. Tampak Jo begitu tenang seolah amat percaya diri bahwa timnya akan menguasai babak kedua, dan memenangkan pertandingan.
“Dia yakin banget bisa ngalahin lo¸Gin.”
“Gue punya Rustam Adrianto di kepala, Paolo Maldini di hati, dan Franz Beckenbauer di kedua kaki, Tam.”
“Ya. Dan David Ginola di nama lo sendiri,” goda Rustam sambil menahan tawa karena perubahan sikap kaptennya yang makin mirip seorang bek terlepas dari namanya yang sama persis dengan penyerang Prancis di era 90an. Babak kedua dimulai. Kedua tim kembali bentrok dan Ginola segera bergerak ke arah tak terduga guna mengejutkan pemain lawan.
***
Pusat kota belum terlalu ramai pagi itu. Di salah satu sudut sebuah kedai bergaya klasik yang menjual berbagai menu sarapan, tiga orang dengan pakaian santai, bercelana training panjang tengah berdiskusi sambil menikmati hidangan di atas meja.
“Kabarnya Sam Ratulangi FC punya pelatih baru,” ujar Dipa yang baru saja menyesap kopi hitam melalui piring berwarna coklat transparan hingga menciptakan aksen keemasan.
“Ya. Kabarnya dia mantan pemain liga nasional,” timpal Muklis sebelum menyuap nasi uduk. Dipa nyaris tersedak karena terkejut sementara Risman diam saja sambil terus mengaduk-aduk teh susu di dalam gelas jambu yang terus mengepulkan uap.
“Man, lu diam aja. Udah tahu ya?” pancing Muklis yang heran akibat reaksi datar kawannya itu.
Risman hanya menaikkan alis. Ia malas berpanjang mulut pada dua kawannya itu. Mulutnya sedang sariawan. Terang saja ia sudah tahu, salah satu pemain di klub Sam Ratulangi FC adalah anak dari paman tempat ia menumpang selama bekerja di Bandarlampung sebagai wartawan junior salah satu koran lokal. Akibat diamnya Risman, dua sekawan yang penasaran itu mulai menduga-duga hingga satu nama terucap dari mulut Dipa.
“Jangan-jangan, BAMBANG PAMUNGKAS!”
Risman tak kuasa menahan geli. Badannya menggigil akibat tawa yang ditahannya. Sariawan di bibir bagian dalam mendadak terasa pedih menyengat. Ia kemudian dikejutkan dengan dering ponsel tanda pesan masuk di salah satu aplikasi bertukar pesan. Sebuah video berdurasi 40 detik tampil di layar.
“Oi Dip, Klis. Sini kalian,” panggilnya tanpa berpaling dari layar ukuran 5 inci itu.
***
Lapangan belakang SMAN Sam Ratulangi dan SMPN Panglima Polim
Babak kedua sudah berlangsung selama 12 menit saat Toni mengancam gawang Bhakti Pratama dengan tendangan keras dari sudut 90 derajat kotak pinalti yang dapat dihalau dengan baik oleh penjaga gawang lawan. Bola yang ditinju oleh Sang Penjaga Gawang mendarat dengan sempurna di depan kaki kanan bek tengah yang kemudian menggiring bola sejauh enam meter sebelum akhirnya melepaskan umpan jauh. Serangan balik cepat dilakukan oleh Tim Bhakti Pratama. Bola itu ditujukan langsung ke sayap kiri yang kemudian langsung hendak diteruskan menjadi umpan silang ke tengah kotak pinalti Tim Sam Ratulangi. Ginola membaca strategi lawannya dan memberi komando kepada seluruh pemain bertahan untuk maju secara bersamaan begitu kaki pemain sayap lawan menghujam bagian tengah bola. Semuanya berlari seirama kecuali Zuli yang terlambat menangkap sinyal. Alhasil, penyerang nomor punggung 9 dari Tim Bhakti Pratama yang seharusnya terjebak offside malah mendapat peluang emas karena berdiri bebas. Ginola hendak mengumpat namun ia urung melakukannya.