The Playmaking Defender

Fajar R
Chapter #13

Fixture 12

Pusat Kota Bandarlampung

Udara pengap pusat kota di sore akhir pekan tak dirasakan oleh tiga orang pria berpakaian rapi di dalam sebuah kafe berpendingin ruangan. Mereka tengah melakukan rapat semi-formal terkait suatu hal yang tampaknya kurang baik.

“Jadi rumor tersebut benar adanya, Tom?” tanya salah satu dari mereka yang berkemeja hitam. Pria yang dipanggil dengan sebutan Tom tadi mengangguk dengan yakin.

“Sam Ratulangi benar-benar dilatih oleh Rustam. Aku menyaksikan sendiri.”

“Bagus itu. Artinya informasi dari mata-mata kami memang benar-benar valid. Dan itu artinya, dia bisa dijadikan pengalih atas rancangan yang tengah kita kerjakan ini.” Si Topi coklat, orang ketiga di dalam kelompok kecil itu menimpali.

Ketiganya mengangguk lalu masing-masing menyesap kopi dingin dari dalam gelas masing-masing. Ada seringai culas di wajah para bapak-bapak flamboyant itu.

***

Rosi Adelia Simbolon, mahasiswi Fakultas Hukum yang terobsesi akan dua hal: sepak bola, dan menjadi seorang detektif swasta. Ia adalah murid Rustam semasa sang pensiunan defender itu masih menjadi guru privat bagi siswa-siswa SMA beberapa tahun silam. Rosi yang saat itu masih kelas 10 SMA kerap bertukar pikiran tentang sepak bola dan segala macam hal yang berkaitan dengan olahraga itu dengan Rustam.

Hari itu, setelah bertahun-tahun tak saling sapa, ia menghubungi kembali gurunya yang baru-baru ini ia ketahui menjadi pelatih salah satu klub sepak bola SMA. Satu kalimat yang pernah terucap dari mulut Sang Guru kepadanya beberapa tahun lalu mengusiknya di Minggu siang itu, bahwa turnamen sepak bola senior adalah ajang kongkalikong dan perjudian para pejabat. Rosi merevisi kalimat itu menjadi: TURNAMEN SEPAK BOLA, APAPUN LEVELNYA, ADALAH AJANG KONGKALIKONG. Ia langsung menyadarinya begitu mempelajari pola pada bagan pertandingan turnamen sepak bola antar SMA, beberapa berita olahraga lokal belakangan ini, dan informasi yang ia peroleh melalui koneksinya dengan penggiat klub sepak bola di tingkat SMA.

“Ada yang janggal di sini, Pak,” ujar Rosi tanpa panjang lebar berbasa-basi begitu panggilan teleponnya diangkat oleh Rustam setelah tiga kali percobaan. Sang guru tak paham dan memohon penjelasan. Rosi mendengus tak sabar.

“SMA Amir Hamzah sepertinya memiliki skenario yang tak terduga. Hal ini dapat dibuktikan dengan mudahnya lawan-lawan yang akan mereka hadapi sampai akhirnya berjumpa dengan pemenang laga antara tim kalian, atau SMAN Soekarno di perempat final. Lebih dari itu, sepertinya mereka sejak awal menghindari Darma Budaya.” Rosi bercerita panjang lebar, namun Rustam masih bingung karena ia merasa Rosi tak punya cukup bukti.

“Seorang rekan yang nggak perlu saya sebut namanya mengatakan bahwa para petinggi penyelenggara kompetisi berjumpa dengan pengelola Tim Sepak Bola SMAN Amir Hamzah beberapa waktu lalu,” ujar Rosi dengan nada serius. Rustam tertegun, lalu bertanya lebih lanjut seputar deduksi sang detektif karbitan.

Lihat selengkapnya