The Playmaking Defender

Fajar R
Chapter #15

Fixture 14

Ruangan sekretariat Klub Sepak Bola SMA Negeri Sam Ratulangi yang berada di bagian belakang sekolah, dekat dengan laboratorium biologi dan juga kebun sayur organik itu mendadak riuh setelah hening selama 10 detik akibat pengumuman yang dilontarkan Rustam segera setelah seluruh anggota berkumpul. Sebagian besar dari mereka bersorak, Ginola, Roni, dan Idrus yang tak bereaksi dengan teriakan dan ungkapan gembira bernada tinggi. Meski demikian, ketiganya tak kalah antusias. Sang Kapten tersenyum lebar, sementara penyerang bernomor keramat, 10, sejak tadi tercengang hingga pandangannya nanar menatap kosong kipas angin usang di langit-langit ruangan. Ada pun penjaga gawang andalan mereka mendadak mengalami gejala gugup yang aneh hingga ia mondar-mandir di dalam ruangan sempit sambil sesekali mengepalkan tangannya. Dinah melihat tingkah teman-temannya dan kesulitan menahan tawa. Latihan khusus sama sekali asing untuk mereka semua, kecuali Rustam sang Pelatih tentunya.

Rahang tegas, mata tajam serta tubuh tegap yang masih sangat bugar merupakan sebagian dari bukti bahwa Rustam masih sangat sehat, jika saja tidak menderita cidera serius yang berdampak pada ketidakstabilan dan anomali permanen pada pundaknya. Ia telah melalui berbagai latihan khusus, dan mengingat hampir setiap detail sesi latihan selama masih membela klub lamanya dengan amat jelas. Semua itu, akan ia tuangkan kepada masing-masing anak. Seluruh skema pelatihan demi peningkatan kemampuan seluruh anggota skuad telah dipikirkannya matang-matang bahkan sejak sebelum perintah melaksanakan latihan khusus diberikan. Tiba-tiba, di tengah euphoria mereka, Ruizola yang memang paling kritis pemikirannya, melontarkan pertanyaan.

“Siapa sponsor ini, Pak? Sejak tadi kami belum tahu.” Ia sedikit mendelik kepada Dinah yang dalam pengamatannya, pasti sudah lebih dahulu tahu. Jadi pertanyaan itu ditujukan kepada Rustam, namun Ruizola seolah tak akan kaget jika Dinah si Manajer yang menjawab.

***

Turnamen sepak bola regional ini memang unik. Alih-alih membagi 32 tim dalam delapan grup berisi masing-masing 4 tim, penyelenggaranya malah langsung mengadu 32 tim dalam sistem gugur dengan membagi keseluruhan kontestan dalam dua blok besar berisi 16 tim. Pria berjas kelabu itu mengamati bagan skema pertandingan turnamen yang akan segera dimulai dalam waktu sekitar satu minggu.

“Orang yang membuat sistem turnamen ini adalah psikopat penyembah konsep Hunger Games,” ujarnya sambil menahan tawa. Sosok pria yang lebih tua di hadapannya tersenyum tipis sebelum menimpali.

“Dengan keadaan yang seperti ini, ditambah rumor pengaturan hasil turnamen, apa Anda masih yakin bahwa membantu Rustam adalah pilihan yang tepat, Pak?”

Tanpa keraguan, eksekutif muda itu mengangguk seraya melemparkan senyum penuh percaya diri.

“Dia akan menjadi orang dibalik berkembangnya olahraga sepak bola di masa yang akan datang, setidaknya untuk negeri ini. Sudah tujuh tahun saya menunggu momen ini sejak ia pensiun dini. Tolong segera hubungkan saya dengan dia, Pak Tono.”

“Baik, Pak.”

***

Suasana di sekitar Jalan Zainal Abidin Pagar Alam dekat salah satu SMA swasta yang cukup terkenal itu amat sibuk. Jalanan dipadari oleh kendaraan yang beranjak pulang. Waktu menunjukkan pukul  1 siang, dan Risman baru saja 10 menit duduk di salah satu bangku dengan meja lebar yang tersusun rapi menghadap barisan gerobak berisi dagangan para penjaja makanan di lingkungan sekolah saat seorang pemuda menghampirinya.

“Anda yang mau menemui saya?” tanya Raffa dengan santai seraya mengambil posisi duduk di hadapan Risman.

“Halo, Raffa, si Nomor 10 dari sekolah swasta nomor 1 di kota ini,” sanjung Risman sambil tersenyum dengan maksud yang hanya diketahui oleh dirinya.

“Langsung saja, Pak. Anda siapa?”

“Orang yang membawa informasi penting.”

“Jika ini tentang Rustam yang melatih Sam Ratulangi, saya sudah tahu. Jika ini tentang rencana latihan khusus juara bertahan tahun lalu, saya juga sudah tahu karena Argon adalah teman baik saya.”

Risman menggeleng. Senyumnya belum luntur. Ia kemudian menarik napas sebelum mengembuskannya kuat-kuat dengan agak kasar.

“Akan ada skandal di turnamen ini. Dan kehadiran saya di sini adalah memberi peringatan agar kalian, berhati-hati dengan beberapa tim yang ada di blok kalian, maupun di blok lainnya.”

Lihat selengkapnya