The Playmaking Defender

Fajar R
Chapter #24

Fixture 23

Awan kelabu mengacaukan perspektif Rosi yang baru bangun tidur. Tergopoh-gopoh gadis itu bangkit dari tempat tidur, menuju kamar mandi untuk kemudian menyalakan keran dan membasuh wajah tirusnya. Dengan mata yang masih sembab akibat terlalu lama tidur, ia kembali ke dalam kamar, menyalakan laptop sambil sesekali menengok ke arah jendela yang menampilkan awan hitam bergulung-gulung. Jika bukan karena rasa ingin tahu bercampur kepeduliannya terhadap apa yang akan menimpa Rustam di Lampung sana, mungkin ia akan kembali tidur alih-alih menganalisis dan menginvestigasi berbagai temuan terkait potensi kecurangan dalam turnamen sepak bola antar sekolah tingkat provinsi itu.

“Buat apa mereka melakukan ini semua? Kenapa sampai ada perusahaan besar yang mau jadi sponsor di tim tempat Rustam bernaung saat ini? Kenapa baru sekarang mereka menjadi sponsor? Apa Cuma gara-gara tim SMA itu dilatih mantan pemain nasional? Receh sekali alasannya. Beberapa tahun sebelum ini juga beberapa tim dilatih oleh pensiunan atlit terkenal.” Rosi terus bicara dengan dirinya sendiri dengan nada seperti orang mengomel. Layar di hadapannya menampilkan berpuluh-puluh artikel yang sebagian sengaja diperkecil tampilannya guna membuka ruang untuk sumber-sumber data utama hasil pencarian selama berhari-hari. Salah satu yang tengah ditekuni gadis itu adalah profil perusahaan yang menjadi sponsor Sam Ratulangi FC, serta pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggara turnamen termasuk federasi sepak bola nasional. Ada keterkaitan yang sebenarnya masuk akal saat Rosi mendapati pihak-pihak tersebut juga terlibat dalam liga nasional. Mendadak Rosi tergerak untuk mencari tahu beberapa detail pertandingan Rustam sebagai pemain sepak bola, serta sepak terjangnya selama menjadi atlit baik di dalam mau pun di luar lapangan. Nalurinya mengatakan bahwa semua ini berkaitan dengan kiprah Rustam di masa lalu.

***

Tahun 2005

Telinga wasit pertandingan hari itu amat terlatih sampai-sampai ia masih dapat mendengar detik jam analog yang melingkari pergelangan tangan kirinya di tengah riuh sorak penonton di Stadion Manahan sore hari itu. Tersisa 15 menit sebelum babak kedua berakhir. Skor 0-1 untuk keunggulan Harimau Putih FC atas Surakarta FC. Tim tuan rumah mati-matian menggempur Harimau Putih FC. Berbagai percobaan serangan mulai dari memaksimalkan umpan jauh melalui dua pemain sayap hingga umpan-umpan pendek taktis yang melibatkan tiga pemain di lini penyerangan masih belum mampu menggetarkan tembok pertahanan yang dikomandoi Rustam Adrianto. Tiba-tiba pada menit ke-81, umpan terobosan mendatar yang tak sampai dua sentimeter lagi mendarat di kaki Agung Laksono, penyerang andalan Surakarta, dihalau oleh Rustam dengan sliding tackle bersih tepat di bagian tengah bola. Bola yang semula hendak disambut kaki kanan Agung justru menghantamnya dengan keras hingga penyerang nomor punggung 11 itu terpelanting cukup keras. Orang awam akan menganggap itu pelanggaran, namun seisi lapangan semestinya tahu bahwa itu adalah tackle bersih karena sama sekali tidak ada kontak langsung antara kaki Rustam dan kaki Agung. Meski demikian, wasit yang dengan cepat membunyikan peluit sebelum menghampiri lokasi kejadian mendapati Agung tak bangun. Striker itu memegangi pergelangan kakinya sambil menyembunyikan wajah. Beberapa pemain Harimau Putih tampak melayangkan protes dan menuding Agung melakukan diving, atau tindakan kotor dengan berpura-pura cidera. Reaksi tak terima ditunjukkan para rekan satu tim Agung dari Surakarta FC. Sementara itu, wasit ragu, dan Rustam justru tampak tenang meski dapat terlihat rahangnya mengeras tanda geram. Ia kemudian melangkah dengan tegap, menatap sinis kepada Agung yang masih memegangi kaki dengan wajah disembunyikan. Tindakan Rustam berikutnya mengejutkan seisi stadion; dengan yakin dan amat cepat, pemain bertahan bernomor punggung 3 itu mengangkat tubuh Agung dan memaksa kedua tungkai penyerang itu lurus hingga ia mampu berdiri tegak kembali. Agung pucat, tertangkap basah memainkan drama murahan. Wasit menggelengkan kepala, memasang raut geli sekaligus kecewa, kemudian melayangkan kartu kuning kepada Agung yang kini merah padam wajahnya.

“Jangan main-main dengan saya, wahai Penyerang Andalan,” bisik Rustam sambil lalu, kemudian kembali memberi komando pada para rekannya untuk tetap fokus.

Sungguh memalukan tindakan Agung yang melakukan diving. Kita semua dapat melihat betapa cantik dan bersih tackling yang dilakukan Rustam tadi. Dia tidak akan pernah bisa mengelabui Rustam sang raja fairplay. Rustam yang dengan besar hati mengakui tindakannya apabila melanggar, dan tak segan-segan mempermalukan siapa saja yang tidak mengakui pelanggaran.” Dari biliknya, komentator menarasikan tindakan pecundang Agung dan membandingkannya dengan permainan ciamik serta sikap sportif yang kerap dilakukan Rustam.

“Dia pemain yang berbahaya. Bukan sekali dua kali dia seperti menghipnotis wasit dengan tindakan-tindakan sportif memuakkan seperti barusan,” komentar seorang pria paruh baya dari kelompok yang sedang berkumpul menonton tayangan langsung pertandingan di ruang VIP stadion.

“Sepertinya Rustam harus diawasi baik-baik. Belakangan, semakin banyak media yang memberitakan hal-hal positif tentang dia. Belum menghitung pemain-pemain muda yang semakin mengidolakannya, dan juga para senior mau pun legenda yang menaruh hormat kepadanya. Bisnis kita bisa berantakan jika pemain seperti dia dibiarkan berkembang.” Lawan bicara pria paruh baya yang tampak lebih muda menimpali dengan komentar kritis yang menyiratkan kegusaran. Sejak saat itu, gerak-gerik Rustam Adrianto diawasi.

***

Rosi sibuk menonton cuplikan-cuplikan video pertandingan Rustam yang beredar luas di internet. Sama sekali tidak sulit mencari klip video dengan judul beragam dari pemain seterkenal Rustam Adrianto. Bahkan setelah mengumumkan pensiun akibat cidera permanen, sosok satu itu sama sekali tak kehilangan popularitas di kalangan penggemar sepak bola nasional. Hal itu membuat banyak pihak yang mengunggah video-video permainan ciamik Rustam, mau pun tindakan-tindakan sportifnya di dalam lapangan. Bagi penikmat sepak bola, video-video itu adalah obat rindu, wahana nostalgia; bagi Rosi, semuanya adalah sarana analisis dan investigasi. Ia mulai menemukan benang merah saat menyaksikan cuplikan pertandingan terakhir Rustam. Gadis itu menyaksikan reaksi janggal dari Titus Arya, sosok yang mengakibatkan kerusakan permanen pada persendian bahu Rustam Adrianto.

Lihat selengkapnya