Siang kelihatan redup, mendung menggantung di sisi-sisi awannya tapi sepertinya petir akan lebih dulu menyambar. Mereka sedang menunggu pesanan makanan di corner caffe ketika Darlene menangkap sesosok orang yang tidak ingin di temuinya. Dia menunduk dan berusaha berlindung di belakang Kara tapi usahanya sia-sia karena orang itu sudah berdiri disamping mejanya.
“ Omg...gue enggak salah liat kan?” seru Kay takjub, dia tidak memperdulikan kehebohan yang ditimbulkannya, ” Ikut gue...” ujarnya singkat, matanya hanya tertuju pada Darlene yang semakin merapat pada Kara dan belagak bego.
“ Eh, sebentar kakak, ada urusan apa ni sama teman kita?” Kara akhirnya buka suara.
“ Oke kalau elo mau kita jadi perhatian disini, baiklah..” kata cowok itu santai sambil duduk di bangku kosong di depan Darlene sementara Darlene semakin menciut dan membeku. “ Jadi kalian temannya dia?” tanyanya pada Kay dan Kara yang melongo seperti menonton adegan romantis drakor.
“ Iya kak, terus kakak kenal sama Alin? Kok kita enggak tahu yaa...ihh Alin jahat banget si enggak bilang-bilang.” Rengekan manja Kay mulai terdengar.
Sepertinya cowok itu memang ingin membuat Darlene mati kutu di depan teman-temannya,” Kalau aku kasih boneka yang besar kira-kira dia suka enggak?” tanyanya lagi.
“ Haa boneka??? Enggak suka lah, mana ada Alin main boneka, not even in your imagination....” kata Kara yang enggak habis pikir gimana bisa hari gini ada cowok yang mau memberi boneka ke cewek.
“ Terus dia sukanya apa?”
“ Uang...” ceplosan Kay membuat cowok itu mengernyit dan membuat Darlene melotot, “ Maksudnya, Alin tuh butuh uang buat mencukupi kebutuhannya makanya dia banyak ambil part time job, bahkan dia punya job yang horor yang sering ketemu hantu...”
“ Kay shut up...” Darlene akhirnya gerah mendengar mulut ember Kay. “ Oke gue ikut ...” Darlene beranjak cepat dari bangkunya.