The Power of First Love - Senkora & Tane

Amel Gladishani
Chapter #2

Kesempatan atau Keinginan

Jalanan masih sepi, pagi ini lumayan menggigil. Senkora mengenakan jaket berkerudung berwarna hitam. Seperti pagi yang sebelum-sebelumnya, dia berjalan sendirian menuju bengkel. Sesekali tangannya mengelus kedua lengannya yang kekar hanya untuk sekadar meninggalkan kesan hangat.

Sesampainya di bengkel, suasana masih terlihat lengang. Hanya ada satu pegawai magang yang kelihatannya baru saja tiba, sama sepertinya. Senkora hanya meliriknya sekilas, lalu bergegas menaiki tangga menuju lantai dua.

Terlihat Non Aya sedang duduk di sofa sambil menikmati secangkir kopi dan menghisap sebatang rokok. Non Aya adalah salah satu petinggi di bengkel. Senkora mendekatinya dan duduk berhadapan dengan Non Aya.

"Ada apa Senkora? Tumben dirimu mendekatiku sepagi ini?" tanya Non Aya.

"Hmm diriku hanya ingin menanyakan perihal rekruitmen pegawai magang, apa kita masih perlu pegawai magang?" tanya Senkora.

"Iya, kita masih butuh beberapa pegawai wanita, tapi tumben sekali dirimu mengurus hal-hal begini, biasanya dirimu acuh, berkenalan dengan pegawai barupun kau enggan. Ada apa?" Non Aya terlihat sedikit curiga.

Senkora berdehem dan menghela napas panjang.

"Tidak, diriku hanya punya kenalan baru dan dia warga baru di sini. Dan dia membutuhkan pekerjaan..."

Non Aya memotong pembicaraan Senkora.

"Tunggu, tunggu...seorang wanita?"tanya Non Aya sembari meneguk kopi dari cangkirnya.

"Hmm..iya." Senkora mengangguk.

"Sejak kapan dirimu berteman dengan wanita, Senkora? Siapa dia?" Non Aya tertawa, seperti tidak percaya dengan Senkora yang duduk di hadapannya.

"Dia...cuma teman biasa, Non Aya" ujar Senkora.

"Kau menyukainya?" goda Non Aya sambil memperhatikan kedua mata Senkora.

"Hmm..tidak, aku baru mengenalnya kemarin." jawab Senkora sambil menundukkan kepalanya.

"Oke baiklah. Asalkan kau bisa menjamin kalau wanitamu itu tidak akan tahu tentang dirimu dan tentang keluarga kita, dia boleh bekerja di sini." tutur Noj Aya.

"Oh iya, satu lagi apa kau bisa menjamin kalau dia bukan mata-mata yang bisa merugikan kita? Bukan apa-apa, dirimu tau bukan kita sebagai keluarga ninja harus menyembunyikan identitas kita di sini? Ingat, keberadaan kita di kota ini dan bisnis bengkel ini didirikan untuk mendukung penyamaran kita agar kita bisa bergaul dengan warga lokal untuk mengumpulkan informasi. Kau bisa menjamin itu?" sambung Non Aya panjang lebar.

Senkora mengangguk pelan.

"Baik, Non Aya, diriku akan menjamin kalau dia tidak akan merugikan kita."

"Baiklah, suruh dia datang kemari."pinta Non Aya.

Senkora mengangguk dan berdiri. Dia menuruni tangga dan berjalan ke depan bengkel. Dia mengambil ponselnya, lalu membukanya. Ternyata ada pesan dari Tane yang menanyakan perihal pekerjaan. Tanpa pikir panjang Senkora memencet tombol call. Dia menelepon Tane. Tak lama terdengar suara Tane di seberang telepon.

"Halo, Kora."

"Dirimu di mana?"tanya Senkora.

"Hmm, aku lagi di kantor pemrintahan sama Al, bikin KTP. kenapa Kora?" suara Tane terdengar agak berisik.

"Sudah selesai KTPnya?"

"Sudah"

"Baguslah, datanglah ke bengkel, berpakain rapi. kau akan di interview hari ini." kata Senkora.

"Sekarang Kora?"

"Hmm." Senkora memutuskan percakapan dan mematikan telepon. Lalu dia mengambil radio khusus bengkel, menyalakannya. Senkora mendekatkan radio ke bibirnya dan mulai berbicara.

"Non Aya, orangnya sudah kupanggil ke sini ya."

"Baiklah." Terdengar suara Non Aya di radio.

Senkora menyandarkan tubuh kekarnya ke dinding bengkel. Dia melepaskan hody jaket yang sedari tadi menutupi kepalanya. Di lehernya terpampang sebuah tato acak berwarna hitam. Lalu dia mengeluarkan sigaret dari saku celananya, memantikkan api dan menghisapnya.

Pikirannya tertuju pada Tane, maklum Tane adalah satu-satunya wanita yang kini lumayan sering berinteraksi dengannya selain keluarga. Pengalaman pertama yang ia rasakan sepanjang hidupnya. Hatinya bingung, bagaimana cara menanggapi wanita superaktif dan periang seperti Tane.

Dalam hatinya, dia harus berpegang teguh pada tugas dan amanat yang diberikan sang ayah. Kalimat sang ayah terngiang kembali dalam ingatannya, bahwa wanita adalah salah satu kelemahan pria.

Senkora menghela napas panjang. Tak lama sebuah mobil memasuki parkiran bengkel. Tane dan Alya terlihat turun dari mobil. Tane mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Senkora segera membuang rokoknya dan menyambut kedatangan Tane.

"Kau siap?" tanya Senkora pada Tane yang berdiri tepat di depannya.

Tane mengangguk. Senkora berjalan memasuki bengkel dan menaiki tangga menuju lantai dua. Tane mengikuti dari belakang. Saat sampai di depan pintu ruangan bos, Tane berhenti.

"Hmm...Kora." panggil Tane

"Hmm, apa?" Senkora berbalik dan menatap Tane. Mimik wajahnya kelihatan gugup.

"Nanti interviewnya pertanyaannya apa?" tanya Tane.

"Hmm, diriku juga tidak tahu. Apa kau pernah memperbaiki kendaraan sebelumnya?" tanya Senkora balik.

"Tidak." Tane menggeleng.

"Ya sudah, tak apa." Senkora membuka pintu lalu masuk, Tane mengikuti. Di dalam ruangan terlihat Non Aya dan Pak Adam yang sedari tadi menunggu mereka. Senkora berjalan mendekati pak Adam.

"Kenapa lama sekali?" bisik pak Adam pada Senkora.

"Biasa cewek." Jawab Senkora singkat.

Tane berdiri sambil merapatkan kedua telapak tangannya ke depan. Sementara itu non Aya, Pak Adam dan Senkora menatapnya tajam. Tane tertunduk, dia berusaha menyembunyikan suara helaan napasnya yang panjang. Sedikit gugup dan suasana seketika menjadi tegang. Sementara itu Senkora melirik ke Tane dengan sudut matanya.

"Oke, kita langsung mulai saja. Pertama boleh perkenalkan dirimu terlebih dahulu?" Suara pak Adam terdengar menggema ke seluruh ruangan.

"Hmm, baiklah perkenalkan nama saya Jir Lah Matane, Sir!" ujar Tane dengan nada datar sambil memperlihatkan ktpnya.

Sontak pak Adam langsung tertawa, begitupun non Aya yang berusaha menahan suara ketawanya. Tiba-tiba Senkora buka suara.

"Kenapa pak Adam, lucukah?" Senkora menatap tajam ke pak Adam.

"Tidak..tapi terdengar sedikit aneh sih." jawab pak Adam.

"Itu memang nama saya, Sir, maaf." Suara Tane terdengar melemah.

"Iya baiklah, kami harus manggil dirimu siapa?" tanya pak Adam lagi.

Belum sempat Tane menjawab, Senkora keburu menjawab duluan.

"Tane, panggil dia Tane!"

Tane melirik ke arah Senkora. Pria itu berdiri berpangku tangan sambil menatap pak Adam dengan tatapan sinis.

"Kenapa dirimu yang menjawab, Senkora?" Pak Adam membalas tatapan Senkora. Tane merasakan suasana di ruangan itu berubah menjadi kurang nyaman.

"Hmm, iya, Sir, panggil aku Tane!" ujar Tane.

Pak Adam mengalihkan pandangannya ke arah Tane dan mulai melanjutkan pertanyaannya. Sementara itu di sisi pak Adam terlihat non Aya sedang menyimak.

"Oke baiklah, dari mana kamu mengetahui bengkel Banditto ini?" tanya Adam.

Tane melirik ke arah Senkora, lalu menjawab pertanyaan pak Adam.

"Hmm, gini, Sir. Kemarin saya berkenalan dengan Senkora, lalu Senkora mengajak saya main ke sini..trus..."

"Hmm permisi, pak Adam, non Aya, Tane bisa langsung ke intinya saja?" Tiba-tiba Senkora memotong pembicaraan Tane.

Non Aya yang sedari tadi diam angkat bicara.

"Senkora, dirimu keluar, dari tadi kuperhatikan dirimu terlalu ikut campur persoalan ini." Pinta non Aya sambil berjalan mendekati Senkora.

"Ta..tapi.."

"Diriku bilang keluar dari sini, Senkora!" Kali ini non Aya terlihat memegang sebilah pisau.

"Diskriminatif" jawab Senkora singkat. Non Aya menuntun Senkora keluar dari ruangan, lalu menutup kembali pintu. Senkora berusaha untuk menguping dari balik pintu, dia membuka pintu sedikit. Tapi ketauan non Aya.

Non Aya mendekati Senkora dan keluar ruangan. Senkora terlihat kikuk berdiri di depan pintu.

"Pergi dari sini Senkora, turun ke lantai satu!" Non Aya kembali memegang pisau di tangannya.

"Tidak mau!"jawab Senkora singkat.

Non Aya sedikit terlihat emosi.

"Memangnya yang di dalam itu siapa? Wanitamu kah, Senkora?" tanya non Aya penuh selidik. Perempuan berambut sebahu dengan tato di tangannya itu memainkan pisau di tangannya.

"Hmm, bukan!" Senkora kali ini tidak bisa menjelaskan alasan apapun pada Non Aya. Dirinya sendiripun bingun kenapa dia melakukan hal seperti ini.

"Kalau begitu, turunlah, tunggu di bawah!" perintah non Aya.

Senkora mengikuti perintah non Aya dan berjalan menuruni tangga menuju lantai satu. Tapi entah mengapa dia merasa agak sedikit khawatir pada Tane yang sedang berada di atas.

***

Sementara itu di ruangan bos, Tane masih berdiri mematung di depan pak Adam, lalu terdengar pintu ruangan dibuka. Non Aya masuk.

"Lanjutkan, pak Adam!" perintah non Aya.

"Oke baiklah, Tane. Jadi dirimu mengetahui bengkel ini dari Senkora?" tanya pak Adam dengan suara beratnya.

"Iya..,Sir."

"Apakah itu berarti Senkora adalah alasanmu untuk bekerja di sini?"tanya pak Adam lagi.

"Hmm..bu, bukan Sir. Saya memang membutuhkan pekerjaan karena saya baru saja pindah ke kota ini." Tane berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

"Baiklah, dirimu sudah punya pengalaman bekerja di bengkel sebelumnya?"

"Belum, Sir." jawab Tane dengan nada rendah.

"Tak apa, dirimu bisa belajar, nanti diriku akan menyuruh seseorang untuk melatihmu, tapi yang pasti bukan Senkora." kata non Aya sambil memperhatikan Tane.

"Iya, baiklah, Mam." Tane mengangguk.

"Atau apakah dirimu berharap kalau Senkora yang melatihmu?" goda non Aya lagi. Pak Adam sedikit tertawa mendengar perkataan non Aya.

Tane buru-buru menggelengkan kepalanya. "Ehm, tidak,Mam, tidak sama sekali."

Non Aya tersenyum tipis. Tapi dirinya belum puas mengisengi Tane.

"Tane, jawab jujur, apa hubunganmu dengan Senkora?" tanya non Aya lagi.

"Kita cuma teman, Mam."

"Baiklah, diriku ganti pertanyaannya. Apakah dirimu menyukai Senkora?"selidik non Aya lagi.

Kali ini Tane menelan ludah.

Lihat selengkapnya