Alea menarik tangan Tane dan memaksanya masuk ke mobil. Dengan kondisi mata yang masih berat dan tertutup, Tane menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku mobil. Sayup-sayup telinganya mendengar suara mesin mobil menyala.
"Kita mau kemana, Al, sepagi ini? Matahari aja belum terbit tuh!" tanya Tane sambil membuka sedikit matanya.
"Mending lo ngaca deh sekarang, Jir!" pinta Alea.
Tane sedikit menggeser duduknya ke sebelah kanan, lalu tangannya menurunkan kaca mobil. Mata Tane langsung membelalak saat melihat wajahnya di cermin membengkak.
"Ha.....Al, kenapa dengan wajahku, Al?" teriaknya pada Al. Tane meraba-raba wajahnya.
"Kamu ada alergi makanan, Jir? Apa yang kamu makan kemarin?" tanya Al.
"Nggak, aku gak ada alergi apapun, semua bisa ku makan, cicak gorengpun kumakan, Al...haaaaaaaaa?"Tane menangis sejadi-jadinya. Kedua tangannya masih meraba-raba kedua pipinya yang membengkak.
"Tenang, Jir Lah, ini makanya aku membawamu ke rumah sakit. Emang kamu mau bertemu dengan Senkora dengan wajah begitu?" tanya Al.
"Nggak mauuuu, malu aku, no...no Al!"
"Yaudah, tenangin dirimu dulu, jangan teriak-teriak, nanti ada yang dengar, dikiranya aku nyulik kamu, diam!" kata Alea.
Tane seketika diam sambil berpikir keras apa yang menyebabkan wajahnya membengkak seperti itu. Lalu dia teringat kejadian kemarin saat bersama Senkora.
"Apa karena kejadian kemarin ya, aku terlalu cemas, terlalu panik, sangat ketakutan, hampir stres, lalu hormon stresku naik, hormon-hormon lain ditubuhku pada naik, hingga berdampak ke wajahku?" Tane bertutur panjang lebar mengingat kejadian kemarin sambil mengelus lengannya sendiri dengan kedua tangannya.
"Ada kejadian apa kemarin, Jir?
Tane antusias menceritakan kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya kemarin bersama Senkora.
"Kamu bayangin, Al, mobil sekencang itu tiba-tiba rem mendadak karena seekor kucing, lalu ban mobil selip, tergelincir, mobilnya muter-muter luaaaama banget, Al. Aku panik bangey tapi untung Senkora, si ganteng aku itu pintar dia berhasil mengendalikan mobilnya sehingga mobilnya gak jungkir balik."
"Emang kepanikan yang berlebihan bisa bikin wajah bengkak, ya?" Alea bertanya sambil mengerutkan kedua alisnya.
"Mungkin sih, sepertinya aku pernah baca." jawab Tane.
Sesampainya di rumah sakit, Tane dan Alea mendekati beberapa dokter dan petugas medis yang sedang berbincang di meja resepsionis rumah sakit.
"Permisi, Dok, ini ada yang bisa hilangin bengkak wajah saya gak?" tanya Tane penuh harap.
Seorang dokter cantik berambut blonde mendekati dan memperhatikan wajah Tane.
"Bisa sih kayaknya..." ujarnya sambil memegang salah satu pipi Tane.
"Hmm.....biayanya berapa, bisa paylater nggak, hehe?" tanya Tane dengan nada sedikit gugup.
"Sini deh!" Dokter cantik itu meminta Tane dan Al mengikutinya. Mereka menjauh dari keramaian. Dokter itu membawa mereka ke dalam satu ruangan.
"Emang wajahnya kenapa sayang?" tanya dokter bersuara lembut itu.
"Aku juga gak tau sih, Dok, tapi kemarin aku ngalamin kejadian yang membuatku terlalu panik dan lumayan agak trauma sih, apa mungkin gara-gara itu ya?" jawab Tane.
Dokter cantik itu mengangguk pelan.
"Oh begitu. Ada istilah namanya wajah kortisol. Dimana semua wajah membengkak akibat kepanikan, kecemasan dan rasa takut yang berlebih yang dapat menyebabkan retensi cairan dan peradangan sehingga membuat wajah membengkak." tutur sang dokter.
"Kalau tidak segera ditangani bengkak bisa bertahan lama."sambung dokter.
Tane meraba kedua pipinya.
"Ta...tapi gabutuh operasi kan, Dok? "tanya Tane gugup.
"Enggak kok, cuma butuh suntikan hormon, terus perawatan menghilangkan bengkak dengan alat canggih, ini tidak akan meninggalkan rasa sakit, jadi aman. Cuma butuh waktu 30 menit-an. Gimana?" tanya dokter.
"Tapi... biayanya pasti mahal ya, Dok? Saya warga baru di kota ini dan baru aja bekerja kemarin, jadii saya tidak memiliki cukup uang, hiks"ujar Tane tertunduk.
Dokter cantik itu tersenyum dan memberikan sebuah kupon ke Tane.
"Kebetulan sekali saya memiliki dua kupon perawatan gratis, kalau teman kamu juga mau, bisa sekalian kita kerjakan."
Tane dan Alea bertatapan. Aura kebahagiaan terpancar dari wajah Tane.
"Aku kayaknya nggak deh, kamu aja, Jir. " kata Alea.
"Baiklah, silakan berbaring di sana." Dokter itu menunjuk kasur dan meminta Tane berbaring di sana.
Dokter cantik itu mulai melakukan pekerjaannya. Pertama-tama dia menyuntikkan sesuatu ke tangan Tane. Setelahnya, menempelkan sesuatu ke kedua pipi Tane, seperti plastik. Tangannya memegang alat, lalu memijitkan alat itu ke pipi Tane. Dia meraba-raba pipi Tane sebentar.
"Ini sekalian bisa nirusin pipi, kalau kamu mau bisa kita lakukan." kata dokter itu.
"Ta..tapi wajah saya nanti berubah dong, dok?" tanya Tane.
"Enggak akan berubah sayang, paling dirimu akan terlihat sedikit lebih cantik." jawab dokter itu tersenyum.
"Waaah kalau cantik saya mau, dok, mauu banget!" jawab Tane girang.
"Baiklah, tapi kamu jangan terlalu banyak bicara dulu, sebentar..15 menit." pinta dokter.
Tane diam. Dokter itu kembali melakukan pijatan lembut pada pipi Tane dengan alat yang di tangannya. Hingga lima belas menitpun berakhir.
"Udah selesai." Dokter melepas sarung tangannya dan menyuruh Tane bangun. Dia lalu menyerahkan sebuah cermin ke Tane.
"Lihatlah, kalau kamu kurang suka bisa kita perbaiki lagi." sambung dokter itu.
Tane melihat wajahnya di cermin dan seketika terkesima.
"Wooow, bisa cantik gini, Dok, udah kayak sulap aja.hehe" kata Tane sambil meraba pipinya.
"Begitulah, dunia medis sekarang lebih maju dan tersedia alat-alat praktis yang bisa menunjang pekerjaan kita." jawab dokter.
Tane turun dari ranjang dan mendekati Alea. Sementara dokter terlihat merapikan peralatannya.
"Cantikan ya kamu sekarang, Jir, makin pd nggak tuh ketemu si kora itu?" goda Alea.
"Iya nih, jadi PB, pede banget!" kata Tane.
Dokter yang mendengarkan mereka berdua tersenyum.
"Syukurlah kalau suka." kata dokter.
"Duh makasih banget, makasiiiiiih ya dokter sudah menyelematkan hidup saya, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri saya kalau nggak ketemu dokter. " kata Tane panjang lebar.
"Lucu ya, kamu. Kamu punya keluarga di sini?" tanya sang dokter
Mimik wajah Tane seketika berubah jadi murung.
"Hiks, saya sebatang kara di kota inj, dok. Saya punya mommy, tapi dia terlalu sibuk pindah sana-sini. Oh iya dok, saya belum memperkenal diri saya. Nama saya Jir Lah Matane, kalau nama dokter siapa? kata Tane.
"Haha, lucu sekali namanya, Jir Lah. Aku Ibbey. " jawab dokter
"Waaaw nama yang keren, keren bangeeeet!" kata Tane sambil memeluk dokter.
Dokter Ibbey menatap Tane dengan tatapan berbinar, dia memperhatikan Tane dari ujung kepala sampai ke kaki.
"Seru juga ya kalau setiap hari ngobrol dan bertemu denganmu, Tane." kata Ibbey.
"Dia emang gitu dok, suka ngoming dan asbun." celetuk Alea.
Dokter Ibber kembali menatap Tane, dia membalas pelukan Tane.
"Boleh tidak aku menganggapmu adikku, Tane?" ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut Ibbey. Mendengar hal itu sebenarnya Tane agak sedikit terkejut dan gugup, tapi bukan Tane namanya kalau nggak bisa nyenengin orang lain, apalagi orang itu sebaik Ibbey.
"Waaah, hahhaahhaa dengan senang hati, tentu saja, hmm...kak Ibbey. Eh aku boleh manggil kakak kan ya?"
"Boleh dong, sayang." Ibbey kembali memeluk Tane. Dia kemudian melirik arloji di tangannya.
"Berhubung siftku udah berakhir, ayok kita pulang!" kata Ibbey.
"Pulang?" tanya Tane mengerutkan dahinya.
"Iya, nanti kukenalkan sama suami dan anak-anakku. Mau ya?" pinta Ibbey memelas.
"Oh, okeey, let's go!" kata Tane
Mereka bertiga terlihat meninggalkan rumah sakit. Tane dan Alea satu mobil, Ibbey mengendarai mobilnya sendiri. Alea berusaha mengikuti mobil Ibbey supaya tidak tertinggal jauh.
Sementara itu Tane mengeluarkan ponselnya. Jam di ponsel menunjukkan pukul 8 pagi.
"Berhubung diriku belum mendengat suara Kora, mari kita telepon!" Tane menelepon Kora, tetapi tak kunjung di angkat. Wajah Tane berubah jadi murung.
"Gak diangkat ya, kasihaaan.." ledek Alea.
"Hmm..terpotek hatiku, Al..hmmm" kata Tane dengan nada lemas.
"Sesuka itu ya dirimu pada Kora, Jir?" tanya Alea lagi.
"Iya ya, kenapa aku tuh kecintaan sama dia. Padahal kalo lagi ngomong itu dia dingiiiin banget, jawab seadanya doang. Tapi kadang ada juga sih dia ngomong gak cuma hmm ya hmm ya, tapi seringan jawab aku pake hmm hmm ya.." jawab Tane
"Ganteng sih, tapi kayaknya kamu harus berusaha ekstra level max kalo mau dapatin dia sih, Jir."kata Alea.
Tane mengangguk, tiba-tiba ponselnya berdering. Ada telepon masuk dari Senkora. Tane mengode Alea untuak diam.
"Ha..halo, Kora..." nada suara Tane berubah jadi lembut.
"Hmm, tadi kau menelpon, ada apa?"suara Senkora terdengar soft dari seberang sana.
"Hmm, gak ada apa-apa sih, cuma mau nanya aja sih, kamu di mana?"
"Aku baru bangun dan mau ke bengkel." jawab Senkora.
"Oh ya udah, sampai ketemu nanti ya, Kora."
"Hmm.." Senkora memutuskan panggilan.
Tane menyimpan kembali ponselnya. Dia menghela napas panjang.
"Kenapa, sepertinya dirimu tidak senang, bilang apa dia?" tanya Alea penuh selidik.
"Nggak bilang apa-apa sih, cumaa kenapa dia itu terlalu cuek, tanya kek aku di mana, lagi apa atau tanya apa gitu.....' Tane menggerutu sendiri.
Alea tersenyum melihat Tane sedang kesal. Dia kembali fokua mengemudi. Di depannya, terlihat mobil Ibbey memasuki gerbang sebuah rumah. Alea mengikuti. Saat memasuki gerbang, Tane dan Alea terkesima melihat suasana rumah Ibbey. Rumahnya begitu luas, di sampingnya ada kolam renang dan halaman rumahnya begitu luas.
Ibbey memarkir mobilnya di garasi, diikuti oleh Alea. Ibbey mengajak Tane dan Alea ke beranda rumah. Dari jauh Ibbey melihat suami dan anak perempuannya sedang duduk di sofa beranda.
"Pagi, sayaaaang.." Ibbey memeluk suaminya, lalu bergantian memeluk anak bungsunya.
Tanpa basa basi, Ibbey langsung mengenalkan Tane pada suaminya.
"Oh iya, sayang, kenalin adek baru aku." kata Ibbey
Tane mendekati suami Ibbey dan mengulurkan tangannya.
"Halo, Sir, namaku Jir Lah Matane bisa dipanggil JirLah atau Tane dan ini temanku Alea." kata Tane.
"Namanya unik ya, eh jangan panggil Sir, panggil aja bang Vero."
"Oh oke, soalnya bang Vero pake seragam, aku fomo aja panggil Sir ke yang berseragam-seragam kayak bang Vero." celetuk Tane.
Ibbey dan Vero tertawa.
"Jadi abangmu ini seorang jendral kepolisian, Tane. Kalau nanti ada apa-apa kamu bisa kontak dia." kata Ibbey.
"Wooow, berarti nanti kalau ada razia polisi di jalan, aku kena bisa nyebut nama bang Vero dong biar bisa gak ditilang, hahahahha" canda Tane.
"Bisaaa, tapi bukan berarti kamu tidak harus menaati peraturan ya, Tane." kata Vero.
"Oh iya, Tane, ini anak bungsuku, namanya Gea..." belum sempat Ibbey mengenalkan, Gea langsung berdiri dari duduknya dan langsung memeluk Tane.
"Halo aunty, selamat datang di keluarga kita ya." kata Gea
"Oh...ini ponakan aunty, cantiiknyaaa oyyy..." kata Tane sambil memperhatikan Gea.
"Aunty juga cantik kok." balas Gea.
"Tapi lebih cantik kamu sayang kemana- mana, ya nggak Al?" kata Tane sambil melirik Alea.
"Oh jelas dong." kata Alea.
Seketika suasana di beranda jadi hiruk pikuk. Tane dengan celotehannya beberapa kali membuat tawa pecah di sana. Sementara itu Gea yang manja,berkali-kali minta gendong pada Tane. Tiba-tiba ponsel Tane berdering, ada telepon masuk dari coach Pablo.
"Halo, Tane, kamu di mana?" tanya Pablo.
"Engggg, ini lagi mekanik keliling, Coach. " Tane berbohong
"Kalau sudah selesai kamu langsung kebengkel ya!. perintah Pablo.
"Baik, Coach!"
Panggilan terputus. Tane menyimpan kembali ponselnya.