The Power of First Love - Senkora & Tane

Amel Gladishani
Chapter #6

Kontras dan Pilihan

Tane mengendarai mobilnya menuju bengkel. Pagi itu sangat teduh. Tane menyetel musik kesayangannya di mobil, lagu-lagu Taylor Swift. Tane mengecek ponselnya dan berharap ada pesan dari Senkora, kenyataannya cukup menyedihkan. Dia menyimpan kembali ponselnya.

Ketika mobilnya melewati rumah sakit, ponselnya berdering. Ada telpon masuk dari Ibbey.

"Kamu di mana sayang?"tanya Ibbey dengan suara softpokennya.

"Hmm....kak ibbey, dedek kangen, rindu. Adek lagi jalan ke bengkel, tapi lagi gak semangat kerja..."ujar Tane merengek.

"Kenapa gak semangat sayang?" tanya Ibbey dengan nada khawatir.

"Hiks, gak ada yang nyariin adek, gak ada yang bangunin adek." kata Tane.

"Lho ini kita nyariin lho sayang, kamu kesini ya, nanti kakak shareloct. Ada Gea dan Bang Tok juga nih."kata Ibbey.

"Wah, ada apa nih, ada acara keluarga kah?" Tane mengerem mobilnya dan berbalik arah.

"Tuh udah kakak kirim lokasinya, kakak tunggu ya.!" Kata Ibbey.

"Okeeeh siap!" Tane mematikan panggilan dan membaca pesan shareloct dari Ibbey.

Mobil Tane melaju kencang menuju arah karnaval.

***

Sementara itu di waktu yang sama, Senkora terlihat gagah memakai setelan jas ninja keluarga warna abu-abu. Wajahnya tertutupi oleh masker. Dia berjalan mendekati keluarnga lain yang sudah berkumpul di depan bengkel. Semuanya memakai setelan yang sama. Yang laki-laki memakai setelan jas dan yang perempuan memakai kemeja hitam berompi hitam dengan bawahan celana kulot. Hari itu akan ada acara penyambutan dan pembaktisan keluarga Claude.

Senkora kaget melihat kakaknya, Hanabi berada di jejeran barisan. Dia mendekati Hanabi dan bertanya sambil berbisik.

"Kapan kau sampai?"

"Baru saja, dirimu sudah membaca pesan dariku kah?"tanya Hanabi balik.

Senkora membuka ponselnya dan membaca pesan dari Hanabi.

"Siapa Joana, ini Joana yang ku kenalkah?"tanya Senkora menatap Hanabi.

"Hmm." jawab Hanabi singkat.

"Apa hubunganmu dengannya?" tanya Senkora lagi.

"Nanti kuceritakan!" jawab Hanabi singkat .

Semua anggota keluarga memasuki mobil yang sudah banyak berjejer di parkiran. Tak butuh lama, semua mobil itu berarak menuju jalan raya.

***

Tane sampai di lokasi yang dikirimkan Ibbey. Tepatnya, sebuah parkiran bangunan apartmen yang tak jauh dari pantai dan dekat dengan karnaval. Tane mengirimkan sebuah pesan ke Ibbey bahwa dirinya sudah sampai di lokasi.

Tak lama, terlihat Ibbey keluar dari gedung apartmen. Dia melambaikan tangannya pada Tane.

"Sini, Dek!" panggil Ibbey.

Tane berlari ke arah Ibbey. Keduanya masuk menuju lobby apartmen.Ternyata di sana sudah ada Gea, Bang Vero dan Bang Tok yang menunggu.

"Waduuuuh, ada apa ini ramai-ramai?" Sapa Tane pada mereka.

"Haloo aunty..." sapa Gea.

"Haloo keponakan auntu yang paling cantik dan paling gemes sedunia, kamu terlihay happy sekali sayang." kata Tane sambil memeluk Gea

"Iya dong, aunty. Adek abis dibeliin apart sama amiiiiw,.." teriak Gea.

"Waduuuh, beruntung sekali keponakan aunty ini." kata Tane sambil mencubit kedua pipi Gea dengan tangannya.

"Eh aunty juga dibeliin amiw ma apiw apart lho, kan belinya dua." celetuk Gea.

"Hah.." Tane kaget sambil menatap Ibbey dan Vero.

Ibbey mendekati Tane dan menyerahkan sebuah kunci apartmen.

"Iya sayang, ini untuk kamu, biar kamu gak perlu lagi tidur di rumah temenmu itu, siapa namanya, Al.?"

"Duhh, kak Ibbey, adek tak tahu lagi caranya berterima kasih pada kak Ibbey, kemarin-kemarin adek dikasih uang jajan terus sama kak Ibbey dan bang Vero, sekarang dedek di kasih apartmen...huaaaaaa"Tane tak kuasa menahan air matanya karena terharu. Ibbey lalu memeluk Tane.

"Ada satu lagi sih kejutan untuk kamu, Tane." kata bang Vero.

"Haaah, ada lagi?" Tane bengong.

"Sini dek!" kata Bang Tok sambil keluar dari apartmen.

Mereka semua menuju parkiran apartmen dan mendekari sebuah mobil sport berwarna ungu.

"Ini hadiah selamat datang dari abang dan Bang Vero." Kata Bang Tok menyerahkan kunci mobil pada Tane.

Tane semakin terperanjat kaget dan mengencangkan tangisnya.

"Huaaaaa, kayaknya aku di masa lalu suka baik deh sama orang, sampai ketemu orang-orang sebaik kalian. Kemarin, kemarin Kora juga beliin aku mobil, sekarang mobilku nambah lagii.."kata Tane.

"Senkora membelikan kamu mobil?" tanya Bang Vero lagi.

Tane menganggukkan kepalanya sambil terus menangis.

"Coba deh aunty naik, trus pencet klaksonnya!" kata Gea.

Tane memasuki mobil dan menyalakannya, lalu membunyikan klakson. Dia sedikit kaget, klaksonnya terdengar seperti klakson tukang sayur yang biasa berkeliling komplek tiap pagi.

"Itu adek yang milih suara klaksonnya, lucu kan aunty?" tanya Gea.

"Iyaaa..lucu sekali sayang." kata Tane sambil keluar mobil

"Ayok kita liat dulu apartmen kamu sayang!" Kaya Ibbey.

Mereka semua kembali memasuki lobby dan masuk ke dalam lift. Di kantai 14, lift berhenti. Mereka keluar. Tane lalu membuka kunci pintu apartmen. Mereka semua masuk.

Tane berdecak kagum saat memasuki apartmen barunya. Mereka tampak berkeliling ruangan. Apartmen itu memiliki satu kamar dan dua ruangan kerja. Sementara di ruang tamu, ada sofa memanjang. Di sebelah kiri ada dapur untuk memasak. Pemandangan di luar apartmen cukup bagus, meskipun terhalang gedung yang lainnya, mereka dapat melihat pantai dari sana.

"Baiklah, hari ini Tane akan masak untuk kalian semua, silakan kakak-kakakku tersayang bersantai dulu di sofa, aku akan memasak sesuatu yang enak hari ini.!' Kata Tane sambil menuju dapur. Dia membuka kulkas dan mendapati kulkas telah penuh oleh bahan masakan.

***

Di tempat lain, tepatnya di sebuah sungai yang ada air terjunnya, sekitar 20 orang tampak berdiri di dalam sungai. Mereka adalah keluarga baru claude. Di atas bebatuan, terlihat Tuan Gogo memegang sebuah kitap yang berisi sumpah keluarga.

Sementara itu, Senkora, Hanabi dan Hayabusa terlihat berdiri di bebatuan yang berada di bawah pohon yang rimbun. Mereka bertiga terlibat percakapan yang serius.

"Siapa Joana, Hanabi?" tanya Senkora sambil berpangku tangan.

"Dia adek angkatku "

Senkora mengerutkan dahinya.

"Bukankah kita sama-sama tahu banyak orang yang mengincar nyawa Joana?" tanya Senkora.

Hayabusa hanya diam menyimak pembicaraan kedua anaknya.

"Karena itulah aku melindunginya, Sen.! kata Hanabi.

"Melindunginya, atas dasar apa? Apa dia anggota keluarga? Dirimu tidak bodoh, Hanabi. Bukankah hal ini akan mengancam nyawamu sendiri? Bagaimana jika orang-orang yang mengincar Joana berbalik menyerangmu?" kata Senkora sambil menatap kakak satu-satunya itu.

"Sudah kubilang, Sen, dia adik angkatku dan aku yang menawarkan diri padanya untuk melindunginya dan sejauh ini aku mampu!" tegas Hanabi.

"Adik angkat? Tidak cukupkah bagimu memiliki aku?" tanya Senkora lagi.

"Sen, Joana itu korban, aku menyaksikkan sendiri bagaimana dia menjadi korban kelompok bermasker itu..."

"Kau melindungi orang yang tidak kau ketahui asal usulnya, Hanabi. Bagaimana kalau orang yang mengancam nyawa Joana bertambah satu, yaitu aku?" kata Senkora.

"Brengsek, kau, Sen!" Hanabi hendak menonjok Senkora, tapi Hayabusa menahan tangan Hanabi.

"Hanabi, kau beralasan bahwa Joana adik angkatmu karena itu kau melindunginya. Begitupun denganku, Hanabi. Aku sudah kehilangan kedua saudaraku, yang tertinggal hanya kau. Bukankah itu alasan yang tepat bagiku untuk melindungimu juga?" Kali ini Senkora menatap tajam pada Hanabi.

"Bagaimanapun, aku akan tetap melindungi dia, Sen!" ketus Hanabi.

"Meskipun aku, adikmu sendiri yang akan melenyapkan nyawa Joana, kau akan tetap melindunginya? Kau akan menyakitiku juga?" tanya Senkora

Hanabi terdiam.

"Kau mungkin bisa melindunginya. Tapi bagaimana jika 5 orang atau 10 orang menyerangmu? Kau akan terbunuh, Hanabi.!"

Hanabi menahan tangis, lalu pergi dari sana.

"Sensei, apa yang harus kulakukan?" tanya Senkora.

"Bunuh Joana, Hanabi biar aku yang urus!" kata Hayabusa sambil menghampiri Hanabi.

Tiba-tiba terdengar suara Don Gogo menyuruh semuanya untuk naik ke atas, menuju pangkal air terjun untuk melakukan ritual terakhir sebagai simbol penyerahan nyawa pada keluarga.

Mereka semua mengikuti perintah Don Gogo, termasuk Senkora, Hayabusa dan Hanabi. Sesampainya di atas, satu persatu anggota keluarga diminta berdiri di pangkal air terjun. Di sana sudah berdiri seseorang yang memegang pisau, dan siap menusuk perut setiap anggota keluarga.

Setiap dari mereka yang ditusuk, akan dilempar ke air terjun. Di bawah sana sudah ada beberapa orang yang siap menanti tubuh-tubuh lemah yang berlumuran darah, lalu mengangkatnya ke dalam mobil.

Ketika giliran Senkora tiba, Don Gogo memerintahkan Hayabusa untuk menusuk. Hayabusa terlebih dahulu berdiri dengan memegang sebilah pisau di dalam air. Senkora memasuki air dan berdiri berhadapan dengan Hayabusa.

"Selamat datang di keluarga, Tiga!" Hayabusa menusuk perut Senkora. Tubuh Senkora terbawa arus air terjun sampai ke bawah.

Ketika semuanya selesai, anggora keluarga di bawa ke klinik keluarga untuk mendapatkan obat dan penghilang rasa sakit.

Senkora berdiri di depan klinik, dia mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak Joana. Dia menelpon Joana, dari seberang telepon terdengar suara Joana.

"Halo..."kata Joana.

"Halo, Joana. Diriku ada titipan hadiah untukmu dari Chesa, bisakah kau datang mengambil hadiahnya langsung?" kata Senkora.

"Hadiah apa? "tanya Joana.

"Aku tidak tahu, yang jelas hadiah ini sepertinya hadiah yang sangat besar. Aku akan kirimkan lokasinya sekarang, kutunggu ya!" kata Senkora sambil menutup telepon. Senkora memilih lokasi di kaki gunung Chiliad, lalu mengirimnya pada Joana.

Setelahnya, Senkora menelpon Non Aya.

"Non Aya, dirimu butuh tambahan koleksi gantungan kunci kah?" tanya Senkora.

"Waww, menarik sekali, ne. Diriku sudah lama tidak punya gantungan kunci baru.." jawab Aya tertawa kecil.

"Baiklah, kau mau apa, non Aya?"tanya Senkora.

"Jari manis!" jawab non Aya.

"Baiklah, ditunggu, ne!"

Senkora mematikan telepon. Tiba-tiba Iel menghampirinya.

"Umurmu sudah berapa, Iel?" tanya Senkora sambik mengasah pisau di tangannya.

"18 tahun, uncle." jawab Iel.

"Hmm, umur yang pas untuk belajar sesuatu yang baru. Mana mobilmu? tanya Senkora.

"Itu di sana, Uncle" jawab Iel sambil menunjuk mobil berwarna hitam. .

"Ayo!" kata Senkora berjalan menuju mobil diikuti oleh Iel.

"Di mobilmu ada baju dinas keluarga kah?" tanya Senkora.

"Ada, Uncle!"

Mereka masuk ke mobil dan memakai pakain serba tertutup lalu menggunakan masker. Senkora mengambil alih kemudi dan membawa mobil menuju gunung Chiliad.

"Kita mau kemana, Uncle?"

"Melenyapkan nyawa seseorang, Iel."

Iel kaget.

"Kau sudah pernah melihat seseorang mencabik-cabik dan menyayat daging manusia, Iel?" tanya Senkora.

"Ehm..di telivisi pernah sih, Uncle, kalau melihat secara langsung belum." jawab Iel sambil merinding.

"Belajar, ya!" kata Senkora tersenyum tipis.

Mobil itu akhirnya sampai ke kaki gunung Chiliad. Mereka tidak turun dari mobil dan menunggu Joana datang.

"Kalau ada yang datang, kau turun duluan, Iel, ajak dia bicara di dekat batu sana!" tunjuk Senkora ke depan.

"Baik, Uncle.."

Tak lama tampak sebuah atv mendekati mobil dikendarai oleh seorang perempuan. Iel turun dari mobil dan menyambut Joana. Lalu Iel mengajaknya bicara di tempat yang disuruh Senkora.

Di dalam mobil, Senkora mengasah pisaunya. Setelah sekitar 10 menit dia turun dan mendekati Joana.

"Joana.." panggil Senkora. Perempuan itu berbalik dan berdiri tepat di depan Senkora.

"Siapa dirimu?!" tanya Joana

"Bisa menjauh, Iel?" pinta Senkora pada Iel. Iel mengikuti perintah Senkora.

"Salam kenal, Joana, dirimu bisa memanggillku Tiga!" kata Senkora menatap Joana.

"Oh ya, sejauh mana dan sampai apa dirimu mengenal Chesa?" tanya Senkora.

"Dia adalah orang yang selalu mendengarkanku bercerita apapun." kata Joana.

"Dan kau masih bersikukuh untuk berlindung di balik Chesa, Joana? Kurasa dirimu sudah mendapatkan pesan bahwa orang yang mengincarmu akan bertambah satu, dan anggap saja orang itu adalah diriku." kata Senkora.

"Maksudmu, siapa dirimu sebenarnya?" tanya Joana mengerutkan dahi.

"Sudah kubilang, panggil aku T I G A, Tiga. Salam kenal, ne!"

Senkora langsung menusuk perut Joana dengan sebilah pisau. Seketika tubuh Joana roboh dan jatuh ke tanah. Setelah tubuh Joana terbaring di tanah, Senkora kembali menusuk bagian perut yang lain berkali-kali, sampai Joana tak bernapas.

Lihat selengkapnya