Hari ini adalah hari kedua Tane berada di luar negeri. Dan sejak kemarin Senkora sama sekali belum menerima kabar dari wanitanya itu. Hal itu sedikit membuatnya cemas, khawatir dan juga rindu. Dia berkali-kali mencoba menghubungi Tane, tapi ponsel Tane tidam aktif.
Siang itu, suasana bengkel lumayan sepi. Senkora sedang menghitung stok makanan dan minuman di loker. Tiba-tiba Hanabi menghampirinya.
"Sen, kesini sebentar!" kata Hanabi sembari berjalan keluar ruangan.
Senkora mengikuti Hanabi.
"Kau lihat itu!" tunjuk Hanabi ke luar bengkel.
Deg. Jantung Senkora berdetak sedikit kencang hingga membuat aliran darahnya sedikit berdesir. Di depan bengkel, dia melihat sosom Hayabusa yang baru saja datang bersama Nema--adik seperguruannya. Tidak bisa dipungkiri Senkora, kalau dirinya sedikit panik melihat Hayabusa. Senkora dan Hanabi menghampiri Hayabusa.
"Kapan dirimu sampai, Sensei ?" tanya Senkora.
"Baru saja." jawab Hayabusa singkat sambil menatap Senkora dengan tajam.
"Pinjam diriku kendaraan!" ucap Hayabusa.
"Dirimu mau kemana, Sensei, biar kuantar!" kata Hanabi
"Tidak, aku sendiri saja!"
Hanabi menyerahkan kunci kepada Hayabusa, lalu Hayabusa pergi dari sana dengan mengendarai mobil. Senkora menatap kepergian Hayabusa dengan pikiran campur aduk. Dia merasakan ada sesuatu dari gelagat Hayabusa.
"Kau merasakannya juga, Sen?" tanya Hanabi melirik Senkora.
"Hmm." jawab Senkora singkat sambil berpangku tangan.
"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, Sen, kemarilah!" kata Nema tiba-tiba.
Nema mengajak Senkora ke samping bengkel. Dia menatap Senkora sejenak sambil menghela napas berat. Lalu Nema menanyakan perihal seseorang yang sedang dekat dengannya, seorang wanita dengan rambut agak panjang yang beberapa waktu belakangan ini sering bersama dengan Senkora.
"Dia pacarku!" jawab Senkora.
"Hah, serius Sen ?!" ucap Nema dengan mulut sedikit menganga. Nema memperhatikan raut wajah Senkora untuk memastikan keseriusan dari perkataannya barusan.
"Memang ada yang bisa membuka pintu hatimu itu?" tanya Nema lagi.
Senkora tersenyum. Dia membayangkan wajah Tane sebentar lalu mengatakan kepada Nema bahwa Tane membuat hidupnya terasa berbeda dari sebelumnya. Bukan hanya itu seorang Tane adalah alasannya untuk ingin hidup lebih lama. Sejak mengenal Tane dia merasakan perasaan yang belum pernah dia rasakan, yaitu rasa sayang, rasa memiliki dan rasa cemburu. Dirinya pun sadar bahwa apa yang dia rasakan sekarang mungkin sama dengan apa yang dirasakan oleh kedua saudaranya, 1 dan 2.
Nema tertawa kecil mendengarkan Senkora. Dia lalu membuka bajunya dan memperlihatkan tubuhnya yang memiliki luka tusuk. Ya walaupun luka tusuk itu terlihat samar di balik tatonya.
"Kau ingat darimana lima tusukan ini ku dapat?" tanya Nema.
Senkora memperhatikan luka tusukan di badan Nema sambil mengingat jawaban dari pertanyaan sebelumnya.
"Diriku lupa." jawab Senkora.
Nema menceritakan kepada Senkora bahwa luka itu dulu dia dapatkan dari Senkora, lantaran Nema berteman dengan seorang wanita dan terciduk mengaantarkan wanita itu beberapa kali.
"Lalu kau sekarang begitu tak apakah, Sen?" tanya Nema sambil memasang lagi bajunya.
Senkora sedikit gugup menjawab pertanyaan Nema.
"Hmm, maafkan diriku waktu itu. Itu sebelum diriku paham apa itu rasa cinta." kata Senkora sambil melirik Nema.
"Kau tidak takutkah, Sen, jujur diriku takut kehilangan saudara lagi, Sen." tatap Nema pada Senkora dengan mimik serius.
Senkora tersenyum, lalu dirinya mengatakan kepada Nema bahwa tidak ada yang perlu ditakuti karena dia akan mencari jalan untuk menyelesaikan semuanya tanpa ada pertumpahan darah. Senkora dengan tegas mengatakan pada Nema bahwa dirinya telah bertekad untuk memperjuangankan cintanya dan tidak akan berakhir seperti 1 dan 2.
"Kau yakin dengan apa yang kau lalukan sekarang, Sen? "tanya Nema sambil menggelengkan kepalanya.
"Ya, setidaknya diriku berjuang untuk mengubah takdir dan kutukan itu, Nema." jawab Senkora.
Tiba-tiba seseorang yang tidak dikenal menghampiri mereka. Tubuhnya gagah, tatapannya matanya dingin dan memakai pakaian serba hitam.
"Ada yang bisa dibantu, Sir ?" tanya Senkora.
"Diriku sedang mencari seorang teman." jawabnya.
"Siapa?" tanya Senkora.
"Namanya Senkora."
Senkora terkejut. Dia mengamati dalam-dalam wajah pria di depannya.
"Diriku, Senkora, kau siapa?" tanya Senkora.
"Hmm, ya, diriku Galaxi !" jawab Galaxi sedikit terkejut.
"Kau bilang kita berteman, tapi diriku tak mengenalmu, dari mana asalmu? " tanya Senkora penuh selidik.
"Hmm, diriku dari desa, mungkin kita berteman waktu kecil." jawab Galaxi.
"Seingatku diriku tidak pernah bergaul dengan orang lain kecuali keluargaku. Untuk apa kau mencariku?" tanya Senkora mulai curiga.
"Hanya ingin mengenalmu saja."jawab Galaxi singkat.
Senkora menanyakan kepada Galaxi dari siapa dia mengetahui diriya. Kara Galaxi dia tahu dari Iel dan Rytaka yang tanpa sengaja ditemuinya di karnaval. Senkora mengerutkan dahinya dan memanggil Iel.
"Ini temanmu, kah Iel ?" tanya Senkora menatal Iel.
"Oh, iya, Uncle. Kemarin kami bertemu di karnaval. Karena dia butuh pekerjaan, Iel suruh dia datang ke sini." jawab Iel.
"Bekerja di sini ?" tanya Senkora mengerutkan dahinya.
Senkora melirik tajam pada Galaxi dan memperhatikannya dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Untuk sejenak dia merasa melihat dirinya sendiri di masa lalu. Tiba-tiba, ponsel Senkora berbunyi, ada pesan masuk dari Hayabusa yang memintanya untuk datang ke lokasi yang baru saja dikirimnya.
Senkora menghela napas panjang, dia berjalan mendekati motornya yang terparkir di garasi, lalu pergi. Sepanjang perjalanan pikirannya tidak tenang. Kenapa Hayabusa memanggilnya ? Dan siapa Galaxi ?
Motornya berhenti di sebuah jembatan kayu yang membentang di pantai. Di ujung jembatan yang menjorok ke laut dia melihat Hayabusa sedang berdiri. Kakinya melangkah pelan berjalan ke arah Senseinya dengan perasaan sedikit gugup.
Senkora berdiri di samping Hayabusa, keduanya menghadap ke arah laut. Hayabusa memulai obrolannya dan menanyakan perihal tugas yang diberikan tuan Gogo padanya. Senkora mengatakan bahwa saat ini tuan Gogo sedang di Meksiko dan belum memerintahkannya sesuatu.
"Bagaimana kabarmu ?" tanya Hayabusa setelahnya.
"Diriku sehat, Sensei." jawab Senkora.
"Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku ?" tanya Hayabusa melirik Senkora.
Senkora kaget dan sedikit panik.
"Tidak." jawab Senkora bohong.
"Kau yakin tidak ada?" tanya Hayabusa lagi.
"Perihal apa ?" tanya Senkora balik.
"Tentang sesuatu yang tidak boleh diriku tahu." jawab Hayabusa.
"Hmm, tidak ada." ucap Senkora berbohong. Napas Senkora sedikit cepat, dia merasakan Hayabusa sedang mencurigainya. Dia berusaha mengatur kembali napasnya.
"Sebenarnya ada satu hal yang ingin kutanyakan pada dirimu, Sensei." ucapnya melirik Hayabusa.
"Apa ?" tanya Hayabusa.
"Dirimu sebelumnya pernah memiliki seorang wanitakah, Sensei ?" Senkora melirik Hayabusa.
Hayabusa diam sejenak dan menghela napas panjang. Dia bercerita tentang Nara. Seorang wanita pendiam, berdarah dingin dan ahli dalam hal membunuh sama seperti dirinya. Hayabusa sangat mencintainya. Namun, karena tuntutan tugas yang mengharuskan dirinya berhubungan dengan musuh dari keluarga yang dia abdi, Nara dijadikan incaran karena Nara adalah wanitanya. Namun, Hayabusa gagal dan harus menghadapi kenyataan bahwa Nara mati dan dia tidak cukup kuat untuk melindunginya.