The Power of First Love - Senkora & Tane

Amel Gladishani
Chapter #12

Say What You Feel

Langit kota Rise terlihat mendung dan pagi itu cuaca sedikit berangin. Daun-daun kering berterbangan tertiup angin. Di ufuk timur, matahari tak mununjukkan kilaunya, tertutup awan kelabu.

Tana baru saja selesai berkemas di kamarnya dan siap untuk ke bengkel. Dia terlihat cantik mengenakan celana leviz pendek dipadukan dengan kaos pendek warna pink. Ponselnya berbunyi, ada pesan masuk dari Kenzo yang ingin bertemu dengannya. Tane menghubungi Kenzo.

"Kamu di mana?" tanya Tane di telpon.

"Ini di bawah dekat kolam renang."jawab Kenzo.

Tane keluar dari apartemen. Dia menghampiri Kenzo yang sedang duduk di pinggir kolam renang. Namun, saat ingin memulai pembicaraan, hujan turun. Tane dan Kenzo berlari masuk ke lobby apartemen. Suasana lobby apartemen terlalu ramai banyak orang m. Akhirnya Tane mengajak Kenzo naik ke apartemennya. Mereka ngobrol di depan lift.

Kenzo bercerita tentang kedekatannya dengan Gea pada Tane. Setiap hari Gea selalu memberikan perhatian pada Kenzo lewat pesan, bahkan saat kemarin setelah Kenzo ditemui oleh Senkora.

"Senkora nemuin kamu?" tanya Tane memotong pembicaraan Kenzo.

"Iya." jawab Kenzo singkat.

"Kalian ngobrolin apa?" tanya Tane dengan mengangkat alisnya.

"Dia menanyakan soal kedekatakan kita dan aku jawab kita hanya sahabat." ujar Kenzo.

"Oh, oke, balik ke Gea, bagaimana perasaanmu pada Gea, pasti udah suka kan, cieee?" goda Tane.

Kenzo melanjutkan ceritanya kalau dia dan Gea sering menghabiskan waktu berdua. Namun, Kenzo khawatir bila dirinya nanti menyakiti Gea karena dia masih menyimpan perasaan pada cinta pertamanya.

"Apa aku salah jika masih menhubungi dan menemui orang pertama yang aku sukai?" tanya Kenzo menatap Tane dalam-dalam.

"Hmm, kalau itu kan soal perasaan, kalau hati kamu tetap ingin tahu gimana kabarnya, bagaimana keadaannya sih wajar aja. Tapi dengan kedekatakanmu bersama Gea, nanti kamu pasti bakal bisa lupain dia pelan-pelan." tutur Tane.

Ponsel Tane berdering, ada telepon masuk dari Senkora. Tane mengangkat telpon dengan sedikit ragu.

"Kau dimana?" tanya Senkora di telpon.

"Hmm...aku..aku masih di apart, kamu di mana, Sayang?" jawab Tane melirik Kenzo.

"Dibengkel." jawab Senkora.

"Oh yaudah, sebentar lagi aku ke bengkel ya." ujar Tane

"Hmm, hati-hati." jawab Senkora.

"Iya, Sayang, atapuuu."

"Atapu more." balas Senkora.

Tane memutuskan panggilannya dan melirik ke arah Kenzo.

"Kamu bawa kendaraan ke sini nggak?" tanya Tane.

"Nggak, tadi aku kesini naik bus." kata Kenzo.

Tane menghela napas panjang, di lalu mengajak Kenzo turun. Di luar apartemen hujan telah berhenti. Tane memutuskan untuk jalan kaki ke bengkel karena mobilnya lagi di servis.

"Biar kutemani." kata Kenzo.

"Hmm...ya udah.." jawab Tane.

Mereka berdua berjalan menyusuri aspal jalan yang basah sambil bercerita dan bercanda. Keduanya terlihat menikmati suasana itu.

"Kenapa dirimu tidak minta Senkora menjemputmu, Tane?" tanya Kenzo.

Tane hanya diam, dia sebenarnya sedikit khawatir melakukan hal itu, apalahi dirinya sedang bersama Kenzo, takut nantinya akan terjadi kesalapahaman.

Mereka terus berjalan, hingga akhirnya sampai ke dekat rumah sakit. Tane memutuskan untuk istirahat sejenak, dia menuruni tebing di pinggir jalan dan turun ke pantai. Kenzo mengikutinya.

"Gea mau jemput aku nih." kata Kenzo sambil menatap layar ponselnya.

"Hmm ya udah, kamu tunggu di sini, biar aku lanjut jalan." ujar Tane

"Samaan aja, nanti biar kita antar ke bengkel." kata Kenzo

"Gak, gak, nanti kalau ketemu Gea aku gak dibolehin kerja. Dah ya. Aku duluan." kata Tane berlalu.

Tane kembali ke jalan raya dan mulai berlari-lari kecil di sepanjang jalan sendirian. Tiba-tiba ada sebuah motor mendekatinya. Ketika berpaling, Tane kaget ternyata itu adalah Senkora.

"Ngapain?" tanya Senkora sambil menatap Tane dengan dahi berkerut.

"Hm..hm..jalan ke bengkel." jawab Tane gugup.

"Jalan?" tanya Senkora memperhatikan gerak-gerik Tane.

"Hmm, iya Kora, soalnya mobil aku lagi diservis, trus aku jalan dari apart ke bengkel, hehe." jawab Tane sedikit terbata.

"Kenapa gak minta jemput?" tanya Senkora menatap tajam pada Tane.

"Hah...soalnya aku gak mau ngerepotin kamu." jawab Tane dengan nada lemas.

"Ngerepotin, kau yakin kau dari apart?" tanya Senkora memperhatikan gelagat aneh dari Tane.

"Iya, iya aku dari apart. Kamu mau kemana, Seng?" tanya Tane mengalihkan pembicaraan.

"Cari makan." jawab Senkora singkat.

"Hmm..mau ditemanin gak?" tanya Tane gugup.

"Yaudah, naik!" jawab Senkora singkat.

Tane menghela napas lega saat naik ke motor Senkora. Namun Senkora sepanjang perjalanan hanya diam. Dia merasa ada yang aneh dengan Tane. Sikap Tane tak seperti biasanya, pagi itu Tane terlihat kaget bertemu dengannya dan itu membuat Senkora bertanya-tanya dalam hati.

Motor Senkora berhenti di depan sebuah restoran. Senkora turun dari motornya dan berjalan mendahului Tane. Dia masih diam dan tidak bicara sepatah katapun pada Tane.

Tane melihat adanya perubahan sikap pada prianya itu. Dia merasa sangat bersalah karena telah membohongi Senkora.

"Senkoyang...."panggil Tane.

Senkora menghentikan langkahnya.

"Kakiku sakit karena tadi jalannya jauh, gendong!" pinta Tane.

Senkora berbalik, menatap wanitanya sebentar lalu menggendong Tane ke punggungnya. Dia berjalan mendekati pintu restoran, tapi restorannya masih belum buka.

"Sayang, aku mau pengakuan dosa." kata Tane.

"Apa?" jawab Senkora. Dia menurunkan Tane dan menatap wanitanya itu.

"Tapi sebelumnya aku mau peluk dulu, boleh?" tanya Tane.

"Hmm." jawab Senkora.

Tane memeluk Senkora beberapa kali. Mereka berdua berdiri di bawah pepohonan yang tumbuh di sekitar restoran. Tane menghela napas panjang, dan Senkora menatap wanitanya itu dengan berpangku tangan, siap mendengarkan.

"Hmm, tadi waktu kamu nelpon nanya aku di mana..., aku, aku lagi di apart sama Kenzo..." mulai Tane dengan hati-hati. Diperhatikannya ekspresi Senkora.

"Kenzo?" Senkora mengerutkan dahinya.

"Sayang, jadi gini...awalnya kita ngobrol di luar karena aku udah janji sama kamu gak bakal ajak siapapun lagi ke dalam, tapi karena hujan kita masuk ke dalam..." tutur Tane

"Masuk?" Senkora menatap Tane tajam, lalu dia beranjak dari sana. Berjalan menjauhi Tane. Napasnya terdengar sesak dan memburu.

Tane panik melihat Senkora pergi begitu saja. Dia mengejar Senkora sambil menceritakan kejadian yang sebenarnya. Dia mengakui kalau dirinya salah, tapi dirinya dan Kenzo hanya sampai di depan lobby saja. Dan Kenzo pun hanya curhat padanya mengenai hubungannya dengan Gea.

Senkora hanya diam mendengarkan penjelasan dari Tane, dia terus berjalan tanpa melirik ke Tane sedikitpun.

Tane semakin panik, lalu dia melanjutkan ceritanya sambil terus mengikuti Senkora. Dia bilang kalau dia tidak ada kendaraan, lalu memutuskan berjalan kaki untuk ke bengkel dan Kenzo menemaninya. Tapi di tengah jalan Kenzo dijemput oleh Gea.

Senkora menghentikan langkah kakinya. Napasnya kian terasa sesak, dadanya naik turun, tidak menyangka saja wanita yang dicintainya tega berbohong padanya. Kedua tangannya tampak mengepalkan tinju. Berkali-kali dirinya menarik napas panjang.

"Sayang, aku..aku minta maaf ya.." ucap Tane dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa meminta maaf, itu hakmu!" jawab Senkora sedikit ketus.

"Yaa, karena aku memang salah, bukan salah Kenzo juga..."ucap Tane.

"Ya, Kenzo tidak pernah salah!" jawab Senkora.

Dia lalu teringat percakapannya dengan Kenzo. Senkora merasakan emosi meledak-ledak dalam dirinya. Aliran darah dalam tubuhnya seketika menjadi panas. Sekali lagi dia berusaha menahan emosi itu di depan wanitanya, sementara di dalam dadanya kian terasa sesak.

"Pengakuan dosa..? Diriku teringat masa lalu, ne. Diriku tidak tahu apa yang barusan kau ceritakan itu benar atau tidak, tapi jika kau berbohong kau harus siap dengan konsekuensinya.." tutur Senkora sambil memalingkan wajahnya dari Tane.

"Sayang...kamu nggak percaya? Itu yang sebenarnya terjadi.." ucap Tane menahan tangis.

"Entah..."jawab Senkora singkat.

"Kamu sepertinya butuh waktu buat sendiri, maaf menganggu." ucap Tane sambil berlari dari sana.

Senkora kembali menarik napasnya dalam-dalam. Banyak pertanyaan yang ada dalam pikirannya. Kenapa Tane tidak meminta untuk dijemput ? dan kenapa Tane dari awal tidak jujur padanya. Emosi, kesal dan marah hinggal di hatinya. Nama Kenzo beberapa kali keluar dari mulutnya. Dia lalu mengeluarkan pisau yang selalu dibawanya, lalu mengecek mata pisau itu masih tajam apa tidak. Dalam pikirannya saat itu ingin sekali membunuh Kenzo.

Senkora berusaha kembali menahan emosinya, dia teringat pada Tane. Wanitanya itu tidak kunjung kembali, dia mencarinya ke sekitar tapi Tane tidak kelihatan. Dia mengambil ponselnya, lalu menelpon Tane, meminta Tane untuk kembali, tapi Tane beralasan kalau dia ingin pulang dan istirahat karena perutnya sakit.

"Kubilang kembali, Tane!" tegasnya.

"Hmm, siap, iya!" jawab Tane.

Tane bangun dari duduknya. Dia terduduk lesu di bawah jembatan sambil menangis. Dia merasa sangat bersalah pada Senkora. Tapi melihat Senkora dengan sikapnya yang sekarang membuatnya sedikit merinding. Dia berlari ke tempat tadi dan melihat Senkora masih menunggunya.

Tane berjalan mendekati Senkora dengan hati risau dan sedikit takut.

"Sa..sayang..." panggil Tane.

Senkora menatap wanitanya itu dalam-dalam dan melihat kedua mata Tane memerah. Dia lalu menggendong Tane ke punggungnya dan berjalan menuju tempat parkir.

Senkora mengendarai motornya ke arah apartemen Tane. Dia masih diam dan bergelut dengan pikirannya sendiri. Sebagao seorang ninja, bukan hal mudah baginya untuk mengendalikan emosinya.

Ketika sampai di parkiran, Senkora menggendong Tane ke punggunya dan naik ke atas. Dia membuka pintu apartemen Tane dan membawa Tane ke dalam kamar, lalu menidurkannya. Tapi tiba-tiba Tane bangun dan berjalan ke toilet.

Cukup lama Tane di dalam toilet dan itu membuat Senkora khawatir, dia berdiri di depan pintu toilet dan memanggil-manggil nama Tane.

"Koyang, sayang...aku udah gak kuat, perutku sakit sekali.."terdengat suara lemas Tane dari dalam.

Senkora membuka pintu dan mendapati Tane berbaring di lantai toilet. Dia lalu menggendong Tane dan membawanya ke atas kasur.

"Kau kenapa?" tanya Senkora menatap Tane.

"Perutku sakit banget, sembelitku kambuh.." jawab Tane lemas.

"Kuantar ke rumah sakit ya." ucap Senkora.

"Nggak usah, nanti aja sama kak Ibey." jawab Tane.

Senkora lalu duduk di pinggir kasur. Dia sebenarnya ingin membahas Kenzo saat itu juga, tapi melihat kondisi Tane niat itu dia urungkanya.

"Sayang, kalau kamu ninggalin aku nggak papa kok." kata Tane lemas.

"Ninggalin?" tanya Senkora mengerutkan dahinya.

"Maksudku, kalau kamu ada urusan kamu pergi aja, nanti aku bisa sendiri kok." ucap Tane.

"Diriku tidak bisa meninggalkan wanitaku dalam keadaan seperti ini, Tane!" jawab Senkora.

"Tapi...tapi aku kayaknya butuh sendiri dulu deh, kalau kamu di sini aku gak bisa tidur ..." kata Tane.

"Kau berusaha menghindariku kah?" tanya Senkora mengerutkan dahinya.

"Nggak, nggak gitu, Sayang. Aku maunya bareng kamu terus, atau kita tinggal bareng aja mau ?" jawab Tane

"Ya sudah, selamat istirahat, ya!" Kata Senkora sambil berdiri, dia lalu mengelus kening Tane dengan tangannya dan berjalan keluar dari kamar.

Senkora keluar lift dengan perasaan campur aduk. Khawatir dengan kondisi Tane, kesak dan marah. Saat keluar dari lobby dia mendapati Kenzo dan Gea sedang berbincang di depan apartemen.

Senkora mendekati Kenzo dan Gea, kali ini dia berusahan sekuat tenaga mengendalikan emosinya. Senkora meminta Gea untuk meninggalkannya dengan Kenzo berdua. Gea pun pergi.

"Kau tadi bertemu Tane kan? " tanya Senkora memulai percakapan sambil menatap sinis ke Kenzo.

"Iya, tadi kami ngobrol di sini tapi hujan dan Tane memaksaku ke apartemennya." jawab Kenzo.

"Memaksamu?" Senkora mengerutkan dahinya.

"Terlepas dari perkataan siapa yang benar, kau telah menyita waktu Tane, Kenzo. Karenamu, Tane tidak ke bengkel hari ini. Bukannkah sudah kuperingati, jaga batasanmu. Ya kau sahabat Tane, kalian dekat, tapi alangkah baiknya kalau ingin bertemu kau bisa cari waktu luang Tane. Ini peringatan keduaku, jangan lewati batasanmu, Kenzo!" ucap Senkora panjang lebar. Dia menarik napasnya dalam-dalam lalu pergi dari sana.

Senkora berdiri sebentar di parkiran, dia menelpon Rytaka. Dirinya butuh seseorang untuk bercerita. Ryataka bilang dia ada di karnaval, tak jauh dari sana. Senkora menyalakan motornya dan berkendara ke karnaval.

Senkora memasuki area karnaval dan melihay Rytaka sedang bersama dengan Iel dan Galaxy. Dia menghampiri Ryataka dan mengajak Rytaka untuk bicara berdua saja.

"Ada apa dengan raut wajahmu, Senkora?" tanya Rytaka.

Senkora menatap ke arah lautan, dia mengambil sebatang rokok dari saku celananya, lalu menyalakannya dan mulai menghisapnya dalam-dalam.

Senkora mulai menceritakan semua yang dia alami hari ini bersama Tane, juga tentang apa yang dia rasakan saat ini.

"Apakah aku mengambil keputusan yang tepat kemarin ? Apakah perjuanganku akan sia-sia?" tanya Senkora. Dia bimbang.

"Kau baru merasakannya sekarang Senkora? Percuma, kau dengan lantang sudah menyatakan perang dengan Hayabusa dan kau menanyakan sekarang apa pilihanmu itu salah?" kata Rytaka dengan suara dewasanya.

Senkora termenung. Saat itu dia meragukan pilihannya karena Tane lebih membela Kenzo daripada dirinya.

Rytaka menjelaskan pada Senkora bahwa persahabatan antara pria dan wanita tidak mungkin terjadi, pasti salah satunya menyimpan perasaan. Namun melihat bagaimana Tane berusaha menyembunyikan Kenzo bahkan membelanya, Ryataka meminta Senkora untuk menanyakan semuanya itu pada Tane.

"Kau pasangannya, Senkora. Wajar kalau kau merasakan hal seperti itu. Namun tak seharusnya kau mendiamkannya, karena diam tidak menyelesaikan masalah. Kau dan dia akan sama-sama tersakiti." ucap Rytaka.

"Diriku berusaha menahan emosiku saat bertemu dengan Kenzo tadi, jauh di dalam hatiku ingin sekali menusuknya, tapi diriku teringat Tane, jika melakukannya Tane pasti membenciku." kata Senkora.

"Sebuah perkembangan yang bagus, Senkora. Kau sudah bisa menahan emosimu. Beritahu wanitamu itu, kalau kau bukan lelaki biasa yang bisa menahan sakit dan dendam hanya dengan diam saja." ucap Rytaka.

Terakhir, Ryataka menyarankan Senkora untuk segera menyelesaikan permasalahan itu dengan komunikasi, semakin cepat semakin baik biar tidak ada yang tersakiti.

***

Esok paginya, ketika jalanan masih sepi, hawa masih terasa dingin, Senkora berkendara menuju apartemen Tane. Sikapnya dengan mendiam Tane kemarin membuatnya merasa bersalah. Hari ini dia bertekad untuk segera menyelesaikannya.

Lihat selengkapnya