The Power of First Love - Senkora & Tane

Amel Gladishani
Chapter #13

UNFAIR

Sore yang cukup sial bagi Tane, setelah seharian dia belum mendapat kabar dari Senkora, kali ini dia menyaksikkan pemandangan yang membuatnya iri.

Alea dan Iben saling melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu. Tane hanya bisa diam mematung, melirik mereka berdua bergantian saling melontarkan kata-kata mesra.

"Aku bahkan belum sempat balas spam 120 chat dari kamu, Iben." kata Alea menatap Iben.

"Setiap hari aku selalu chat kamu, ya karena kalau nggak ada kamu, aku hilang arah." jawab Iben.

"Kamu pernah di spam chat sama Kora nggak, Jir?" tanya Alea melirik Tane.

Tane tertunduk. Dia hanya bisa menghela napas panjang, merasa iri pada Alea. Iben lalu memeluk Alea dan mengecup pipi Alea. Pemandangan itu semakin membuat Tane makin iri.

Tane mengeluarkan ponselnya, melihat layar ponsel dan beberapa pesan dari Senkora. Raut wajahnya menjadi murung. Dia lalu menulis pesan pada Senkora.

"Sayang, pengen dapat 120 chat dari kamu, sepengen itu. Aku juga mau ciuman di kafe. Aku lagi di kafe" ketik Tane ditambahkan emot menangis di akhir pesan. Dia juga mengirimkan foto pada Senkora.

Tiba-tiba ada panggilan masuk dari Bang Tok, Tane mengangkat telepon dari abang kesayangannya itu dengan bersemangat. Bang Tok bilang kalau kak Pika, saudaranya melahirkan di rumah sakit. Akhirnya Tane mendapatkan alasan untuk pergi dari tempat memuakkan itu, dia meninggalkan Alea bersama Iben dan pergi ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Tane mencari-cari ruangan kak Pika, namun dia belum boleh masuk ke ruangan. Suasana di lantai 2 cukup rame dan itu membuat Tane sedikit tidak nyaman. Ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Senkora. Dia buru-buru mengangkatnya.

"Sayang...kamu di mana?" tanya Tane.

"Aku lagi jemput Rytaka, kamu masih di kafe?" tanya Senkora di telpon.

"Oh nggak, aku lagi di rumah sakit, kamu jemput Rytaka di mana?"

"Dekat rumah sakit..."jawab Senkora.

"Kamu mau mampir, ketemu?" tanya Tane.

"Boleh, kalau kamu mau." jawab Senkora.

"Mau banget, i miss you.." rengek Tane.

"Ya sudah, tunggu ya, atapuu." jawab Senkora memutuskan panggilan.

Tane menyimpan kembali ponselnya, lalu dia bergegas keluar rumah sakit, dan menunggu Senkora di area parkiran. Tane merapikan sedikit rambut dan pakaiannya.

Senkora akhirnya datang bersama Rytaka dengan motor. Tak berbeda, hatinya selalu berdebar setiap kali melihat lekakinya itu, apalagi saat itu Senkora terlihat samngat tampan mengenakkan kaos kerah hitam polos dengan bawahan celana hitam.

Tane berlari menghampiri Senkora ke parkiran. Dia langsung memeluk prianya dengan perasaan rindu yang sedari tadi ditanggungnya. Senkora membalas pelukan Tane.

"Ciee..cie...atapu." ledek Rytaka.

Tane melirik ke Rytaka, dia lalu melepaskan pelukannya.

"Bentar ya, Rytaka sayang." kata Tane.

Tane lalu menarik Senkora untuk sedikit menjauh dari Rytaka.

"Kamu kemana aja, nggak ngabarin seharian, hatiku sakit." rengek Tane.

Senkora menatap lembut wajah kekasihnya.

"Seharian ini aku tidur, kebangun gara-gara Rytaka, maaf ya." ucap Senkora mengelus pipi Tane.

"It's oke, tapi nanti aku pengen peluk 12 kali, boleh?" rayu Tane.

"Boleh, tentu." jawab Senkora sambil tersenyum.

Tiba-tiba Tane melihat Tokyo baru saja keluar dari mobilnya.

"Bang Tok!" panggil Tane

"Adek!!" jawab Tokyo menghampiri Tane lalu memeluk Tane.

"Kamu udah liat anak pika?" tanya Tokyo

"Belum, belum dibolehin." jawab Tane menggeleng.

Tokyo lalu melirik Senkora. Tane lalu sadar kalau dia belum mengenalkan Senkora pada Tokyo.

"Oh iya, ini pacar adek, yang asek ceritain." kata Tane.

"Sayang, ini bang Tok, dia abangnya kak Ibbey." kata Tane pada Senkora.

Senkora membungkukkan badannya sedikit, lalu memperkenalkan dirinya pada Tokyo. Ryataka datang menghampiri mereka.

"Loh ini kan uncle Tok yang waktu itu kan aunty?" tanya Rytaka.

"Iya sayang, yang ketemu di apart." jawan Tane.

"Loh ini Rytaka kan?" tanya Tokyo.

"Rytaka ini keponakan Senkora, bang Tok." jelas Tane.

"Gimana Rytaka, kamu udah makan?" tanya Tokyo

"Udah uncle, jajan yang belum." jawab Rytaka.

"Oh kamu mau jajan?" Tokyo merogoh dompetnya lalu memberikan beberapa lembar uang pada Rytaka. Rytaka menerimanya dengan senang hati.

Melihat tingkah Rytaka, Senkora merasa malu. Dia menatap tajam pada Rytaka.

"Oh iya, abang ke dalam dulu, Ibbey tadi pingsan. Kayaknya lagi diperiksa, kamu mau ikut ke dalam? Ada Gea juga." kata Tokyo.

"Hah, kak Ibbey pingsan? Yaudah, bang Tok duluan, nanti adek nyusul." kata Tane. Bang Tok lalu pergi.

Sepeninggal Tokyo, Senkora memarahi Rytaka perihal kelakuannya.

"Udah sayang, nggak papa, bang Tok itu baik kok." kata Tane menenangkan Senkora.

Rytaka berdiri ke belakang Tane, sementara Senkora terus menatap Rytaka dengan tatapan tajam.

"Aku ke dalam dulu ya, liat kak Ibbey, kamu tunggu di sini." kata Tane.

"Hmm." jawab Senkora sambil terus menatap Rytaka.

"Sayang, kamu jangan apa-apain Rytaka, awas ya, aku marah lho nanti." kata Tane.

"Hmm, iya, enggak " jawab Senkora.

Tane lalu pergi meninggalkan Senkora dan Rytaka. Dia berjalan masuk ke dalam rumah sakit, namun tiba-tiba ada seseorang yang mendekati Tane, memukul pundak Tane.

"Aduh, ngapain mukul-mukul, Sir" tanya Tane dengan sedikit oleng. Dia meraba bagian pundaknya.

"Elu ngehalangin jalan gue!" hardik orang itu.

Melihat itu, Senkora lantas bergegas mendekati Tane, dia mendekati orang tersebut, lalu menatapnya tajam.

"Eh bang, kau minta maaf nggak?" kata Senkora.

"Minta maaf ngapain? Dia yang halangin jalan!" jawab pria itu ketus.

"Ngalangin jalan? Kulihat kau sendiri yang berjalan sempoyongan mendekatinya tadi. Kau mabuk?" tanya Senkora.

"Hahaha, mabuk? Kau siapanya, pacarnya? Cantik juga... " kata pria itu melirik Tane dengan tatapan mesum.

Bruk! Kepalan tinju Senkora hinggap tepat di wajah pria itu. Dia tumbang.

"Kau mau minta maaf, atau kupotong tanganmu itu? Tangan mana yang kau gunakan tadi untuk menyentuhnya?" kata Senkora marah sambil mengeluarkan pisaunya.

Tane takut dan gugup melihat Senkora. Dia menahan Senkora, menggenggam tangan prianya itu erat.

"Sayang, udah, aku nggak papa." kata Tane.

Sementara itu, pria tersebut masig tergelatak di lantai parkiran sambil menahan sakit.

"Iya,...iya, maaf ya bang!" ujarnya. Lalu dia bangkit dan lari dari sana.

Senkora menarik napas dalam-dalam dan berusaha mengendalikan emosinya. Dadanya naik turun. Tane langsung memeluk Senkora, berharap emosi prianya itu segera hilang.

Senkora menyimpan kembali pisaunya. Dia menatap Tane.

"Sakit kah?" tanya Senkora sambil mengelus pundak Tane.

"Nggak sayang, nggak sakit kok." jawab Tane tersenyum.

"Ya sudah, masuklah. Aku tunggu di sini." kata Senkora. Tane lalu masuk ke dalam.

Tiba-tiba, ponsel Senkora berdering. Dia sedikit kaget menatap layar ponselnya. Ada telepon masuk dari Saphira, seorang perempuan yang pernah dia dekati untuk mendapatkan informasi. Dengan ragu-ragu, Senkora mengangkat telepon Saphira. Dia mendengarkan perempuan itu bicara. Saphira bilang dia kangen dan ingin mengajak Senkora jalan. Senkora menolaknya dengan halus dan bilang dia sibuk.

"Aku di bengkel tempatmu bekerja, tidak bisakah kita bertemu?" tanya Saphira lagi.

"Hmm, aku lagi di rumah sakit dan lumayan sibuk." jawab Senkora

"Ya sudah, aku ke sana." kata Saphira.

"Hmm, ya." jawab Senkora.

Senkora memutuskan teleponnya. Dia tidak menyangka wanita itu kembali menghubunginya setelah sekian lama. Dia pun tidak pernah merasakan perasaah lebih pada wanita itu. Dia hanya memanfaatkannya untuk menggali informasi.

Senkora mendekari Rytaka. Dia terlihat cemas dan ragu, apalagi di sana ada Tane, dia cemas Tane akan marah. Senkora menceritakan itu pada Rytaka dan meminta arahan pada keponakannya itu.

"Kalau wanita itu kesini, jangan bertemu berdua, ajak aunty Tane. " kata Rytaka.

Senkora mengangguk. Dia lalu mengirimkan pesan pada Tane dan meminta Tane untuk keluar menemuinya. Perasaanya harap-harap cemas. Begitu Tane keluar dari pintu rumah sakit, Senkora langsung menghampirinya. Dia menggendong Tane ke punggungnya, lalu membawanya ke pojok samping rumah sakit.

Senkora lalu menceritakan semua tentang Saphira pada Tane. Dia juga memberitahu Tane kalau Saphira mengajakanya bertemu dan mengajaknya jalan-jalan.

"Hmm, ya udah sih, mungkin dia ada perlu, ada sesuatu yang mau diobrolin mungkin, Sayang." kata Tane.

"Tidak mau, kalaupun nanti dia kesini, diriku tidak mau bertemu berdua saja dengannya."kata Senkora

"Oh, nanti aku temenin ya, Sayang." ucap Tane.

"Iyalah, dan bilangnya padanya kalau dirimu pacarku!" tegas Senkora.

"Kau tidak marah?"tanya Senkora lagi.

"Nggak, Sayang, kamu kan udah jujur, kecuali kamu gak bilang, baru aku marah." jawab Tane.

Di sela-sela pembicaraan mereka, ponsel Tane berbunyi karena ada panggilan masuk dari Tokyo. Tane mangangkat telepon, tiba-tiba ekspresinya menjadi kaget.

"Sayang, aku ke dalam dulu, nenangin Gea. Kak Ibbey ternyata hamil dan Gea gak terima. Oh iya, nanti kalau dia datang, kamu kabarin aku ya!" kata Tane berlari dari sana.

"Senkora!!" Ryataka berlari menghampiri Senkora.

"Ada apa?" tanya Senkora.

Ryataka memberi tahu Senkora bahwa Padre meminta mereka untuk segera berkumpul di gereja karena ada perintah dari Godfather untuk menyerang instansi pemerintah.

"Instansi pemerintah, kenapa?" tanya Senkora mengerutkan dahinya.

"Tidak tahu, makanya kita disuruh ngumpul dulu!" jawab Rytaka.

Senkora menghela napas panjang, pikirannya kacau dan pusing. Dia enggan meninggalkan Tane dalam keadaan seperti ini, tapi dia harus tetap mengutamakan tugasnya sebagai ninja keluarga Claude.

"Kau duluan saja, pakai motorku. Nanti aku susul." perintah Senkora sambil memberikam kunci motornya pada Rytaka.

"Beneran ya, nanti kita dimarahin." kata Rytaka.

"Hmm." jawab Senkora.

Setelah kepergian Rytaka, Senkora merenung. Dia berdiri di samping bangunan rumah sakit menatap laut. Ponselnya beberapa kali berdering, ada pesan dari Aya yang memintanya untum segera datang dan berkumpul di gereja.

Tak lama, Tane keluar dari rumah sakit bersama Gea dan Tokyo. Tane berkali-kali memeluk keponakannya itu, sementara Tokyo terlihat mengambil mobilnya. Gea pergi di bawa Tokyo.

Tane melihat Senkora dari kejauhan sibuk dengan ponselnya. Dia mendekati Senkora.

"Kamu sms-an sama siapa, Sayang, hmmm Saphira itu ya?" goda Tane.

"Nggak, balas pesan non Aya." jawab Senkora.

"Trus mana Saphira itu, katanya mau kesini?" tanya Tane.

"Nggak jadi, dia ada urusan katanya." jawab Senkora.

"Hmm, nggak jadi..atau kalian mau ketemuan diam-diam di belakang aku, hmm, trus jalan-jalan berdua...?" tanya Tane.

Senkora memeluk Tane dan membuat Tane terdiam.

"Dengar, aku tidak ada sedikitpun niat untuk macam-macam dan aneh-aneh di belakangmu, dia memang nggak jadi ke sini." bisik Senkora.

Ponsel Senkora tiba-tiba berdering, ada telepon dari Rytaka. Senkora mengangkatnya.

"Buruan ke depan, mobil hitam. Aku disuruh jemput kamu, padre marah-marah." kata Rytaka di telpon.

"Iya, bentar." jawab Senkora melirik ke pinggir jalan, ada sebuah mobil hitam berhentk di sana.

"Cepat, eh di dalam rumah sakit ada polisi tidak? Banyak orang nggak?" tanya Rytaka.

"Lumayan ada beberapa, kenapa, mau nyerang kesini kah?" tanya Senkora mengerutkan dahinya sambil menatap Tane.

"Iya, target utama kita rumah sakit, buruan Senkora!"desak Rytaka.

Senkora mematikan teleponnya. Dia menatap Tane sebentar, lalu memegang kedua lengan Tane.

"Kau habis ini mau kemana?" tanya Senkora.

"Aku bebas, bisa ikut kamu kemana aja." jawab Tane.

"Aku ada dinas luar bersama keluarga dan ini mendadak, kamu habis ini langsung ke apartemen, jangan kemana-mana, tunggu aku, nanti kalau udah selesai aku ke sana, hmmm?" ucap Senkora menatap wanitanya.

"Oke aku ngerti, kamu jangan sampai terluka ya. " jawab Tane

"Iya, aku janji." Senkora memeluk erat wanitanya.

"Yaudah, hati-hati ya, Ninja 3!" kata Tane berlari menuju mobilnya.

***

Senkora masuk ke mobil, dia mengganti bajunya dengan memakai serba putih. Tak lupa dia menutupi wajahnya dengan masker. Dia juga mengambil pistol yang sudah disediakan di dalam mobil, mengeceknya sebentar lalu mengisi pistol itu dengan peluru.

"Sekarang kita kemana?" tanya Senkora.

"Goverment dulu, itu rompi antk pelurumu udah dipake belum?" kata Rytaka. Hampir saja lupa, Senkora segera memakainya.

Suasana kota Rise seketika jadi siaga, para polisi terlihat lalu lalang di jalan. Malam makin mencekam, semua orang mencari perlindungan, lebih memilih diam dan tidak keluar rumah.

Sementara itu kelompok-kelompok yang melalukukan penyerangan menyebar ke setiap sudut kota. Senkora dan beberapa mobil lainnya terlihat menuju gedung pemerintahan.

Sesampainya di sana, mereka semua turun dan melakukan pengecekan. Ternyata semua pintu sudah di kunci. Tak lama terdengar sirini polisi, mereka semua bergegas pergi dari sana.

"Sepertinya mereka sudah tahu, sekarang kita ke rumah sakit!" Terdengar suara Aya di radio.

Mobilpun melaju kencang menuju rumah sakit. Ponsel Senkora bergetar, ada pesan masuk dari Tane.

"Aku sudah di apart, Sayang."

"Baiklah, jangan kemana-mana. Tunggu ya, Sayang." balas Senkora.

Kondisi di rumah sakit ramai, kelompok-kelompok yang lain sudsh terlihat sampai dan terlibat baku tembak dengan banyak polisi.

"Mundur, banyak polisi!" teriak non Aya di radio.

Mobilpun berbalik arah dan berkendara mendaki ke aras bukit. Senkora dan Rytaka turun dari mobil, mereka memantau suasana di rumah sakit dengan teropong.

"Ada yang tertangkap, di atap rumah sakit banyak polisi memakai sniper!" kata Senkora di radio.

Lihat selengkapnya