-Beberapa Jam Setelah Putus-
Dunia Senkora seketika gelap, seseorang yang pernah menjadikannya berwarna telah pergi. Dunianya seketika lenyap karena seseorang yang dia anggap dunianya pergi meninggalkan rasa sakit yang amat perih, meninggalkan bekas pengkhianatan di dalam hatinya.
Senkora tertunduk lemas di lantai apartemen Iel. Punggungnya bersandar pada sofa. Kedua matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Dia terdiam, tak mampu mengucapkan satu kata pun, hanya terdengar isakan tangis yang begitu menyayat hati.
Tangisannya membuat Iel dan Rytaka juga ikutan menangis. Kepergian Tane membuat paman mereka sangat terguncang dan terpukul. Rytaka mengelus pundak Senkora berkali-kali, berusaha menguatkan hati pamannya.
Tapi, air mata Senkora terus jatuh, jaket putih yang dikenakannya telah basah oleh air mata. Napasnya terlihat sangat sesak, dadanya naik turun menahan sakit yang amat perih di dalamnya.
Senkora menatap keluar jendela, tatapannya begitu kosong, tapi pikirannya penuh dengan bayangan dan nemori kebersamaanya dengan Tane. Janji-janji yang pernah diucapkan Tane masih terngiang jelas di telinganya. Tapi sekarang, itu semua hanya tinggal janji.
"Sakit sekali, ne!" ujarnya dengan suara gemetar.
"Iya, Senkora, kamu nangis aja, keruarkan semuanya, jangan ditahan." kata Ryataka sambil mengelus pundak Senkora.
Seketika tangis Senkora pecah, dia menangis meraung, dirinya tidak menyangka saat dia sangat membutuhkan Tane, wanitanya itu justru menjadi salah satu pengkhianat baginya. Wanita yang satu-satunya tempat dia pulang, tega meninggalkannya saat dia butuh rumah untuk pulang.
Malam itu menjadi malam yang panjang dan sangat berat bagi seorang Senkora. Sepanjang malam dia menangis dan sesekali merenung, memikirkan jiwanya yang sedang sekarat.
***
Iel dan Ryataka bangun dari tidurnya. Semalam mereka semua tertidur di sofa. Ketika bangun mereka dikagetkan oleh pemandangan epic. Senkora berdiri di depan jendela kaca sambil memamerkan dada dan semua tatonya. Tangan ke atas, seperti gerakan olahraga angkat besi.
"Senkora...!" panggil Rytaka
"Panggil diriku, Tiga, ne!" jawab Senkora melirik kedua keponakannya.
Iel dan Rytaka kaget, mereka berdiri dan menghampiri Senkora, lalu menatap lekat ke dalam mata Senkora. Tatapan mata itu telah berubah. Tatapan yang semalam kosong dan basah berubah menjadi tatapan dingin dan tajam.
"Senkora..." panggil Rytaka dengan nada merinding.
"Tak ada lagi Senkora, ne, panggil diriku Tiga. Sekarang kita ke bengkel!" kata Senkora memakai kembali bajunya dan berjalan keluar apartemen.
Selama dalam perjalanan ke bengkel, Iel dan Rytaka hanya terdiam. Suasana di dalamnya tiba-tiba menjadi dingin dan membuat mereka sedikit merinding. Sesampainya di bengkel, Iel dan Rytaka berlari ke arah Hanabi yang sedang berdiri di depan bengkel.
Sementara Senkora masuk ke bengkel dan berjalan menuju lantai dua untuk menemui Adam. Iel, Rytaka dan Hanabi berlari mengejar Senkora.
Senkora berdiri berhadapan dengan Adam sambil tersenyum.
"Kenapa dirimu senyum-senyum begitu?" tanya Adam
"Diriku kembali, ne, Tuan Adam, hahaha!" ucap Senkora dengan tawa khas "Tiga" nya. Tertawa yang membuat Hanabi, Iel dan Ryataka merinding mendengarnya.
"Maksudmu kembali?" tanya Adam
"Ya, diriku telah membunuh jiwa Senkora yang lemah itu, dia tidak akan terbangun lagi." jawab Senkora.
"Hahaha, akhirya dirimu memilih keluarga dibandingkan wanita itu. Atau wanita itu membuatmu sakit hati?!" tanya Adam.
"Tak ada lagi wanita, Tuan Adam!" kata Senkora sambil mengambil ponselnya. Dia lalu menghapus kontak Tane dan semua foto-foto yang berhubungan dengan Tane di galeri ponselnya. Lalu dia menarik napas panjang.
"Sudah lama sekali, ne, diriku tidak merasakan ini.....bau darah segar yang begitu nikmat...." kata Senkora kembali tertawa.
"Baiklah, selamat datang kembali, Tiga!" kata Adam.
Senkora lalu pergi menuju rooftop, diikuti oleh Hanabi, Iel dan Rytaka. Dia berdiri di depan api unggun sambil menikmati sebatang rokok.
Hanabi mendekat, lalu memeluk Senkora berkali-kali. Perasaanya hancur melihat adiknya berubah.
"Sen...kau boleh bercerita pada kita, jangan tanggung beban itu sendirian." kata Hanabi
"Tak ada beban, Hanabi!"