Sementara Emma bingung memikirkan nasibnya. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya setelah lulus dari SMA. Teman-temannya yang lain setiap hari membahas perkuliahan. Mereka sudah merencanakan akan berkuliah di berbagai macam Universitas terbaik di Indonesia.
Emma pun sangat ingin berkuliah tetapi Paman dan Bibinya sudah jauh-jauh hari memperingatinya bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi karena kedua Kakak sepupunya sedang berkuliah dan tidak ada biaya untuk Emma. Emma pun sedih namun dia tidak pernah berputus asa.
Sebetulnya Emma mendapatkan tiga beasiswa dari Universitas ternama. Namun, sial bagi Emma karena Paman dan Bibinya tidak mengizinkan Emma mengambil beasiswa itu. Katanya, kampusnya terlalu jauh sehingga Emma harus menyewa rumah atau mengekos selama berkuliah. Emma pun sedih.
Saat itu Emma sedang punya uang dan bisa naik transportasi umum untuk pulang ke rumah. Dalam perjalanan dilihatnya ada papan nama sebuah Universitas yang ternyata dekat dengan rumahnya. Emma senang, menurutnya inilah jawaban dari doanya. Emma sengaja merahasiakan hal ini dari Paman dan Bibinya sampai waktu yang tepat.
Keesokan harinya dia sudah mengatur rencana untuk mengunjungi kampus tersebut dan memberikan alasan pada Paman dan Bibinya mengapa dia pulang terlambat hari itu. Emma mengatakan bahwa ada rapat organisasi yang sangat mendesak dan apabila tidak ikut maka nilainya akan dikurangi – itulah alasan terbaik yang sering Emma gunakan pada Paman dan Bibinya.
Lalu sesuai dengan rencananya Emma pun mengunjungi kampus tersebut dan bertanya hal-hal yang sudah dibuatnya dalam list pertanyaan, seperti: