Karena itu adalah hari minggu maka, semua berkumpul di rumah. Namun, saat Emma kembali Shinta sudah tidak ada di rumah, dia pergi dijemput pacarnya. Rama pun akan pergi setelah makan siang. Emma sibuk membantu Bibinya membuat kue-kue. Dibuatnya kue dadar gulung, risoles, pastel, bakpao. Ada pula makanan berat seperti ayam goreng, sayur sop, bihun goreng dan kentang dengan sambal ati goreng. Serta minumannya es buah. Arisan itu diadakan bergilir dan kini giliran rumah Bibi Eli.
Satu persatu tamu berdatangan dan rumah itu seketika menjadi ramai. Emma tentunya sangat sibuk di dapur. Dia bolak-balik ke dapur untuk mempersiapkan semuanya. Sementara Shinta mana mau disuruh repot-repot melakukan hal itu. Dan dia sudah dipastikan akan pulang setelah acara selesai.
Bibi Eli sibuk menyambut dan menemani para tamu-tamu yang datang. Paman Edi sibuk duduk di meja makan sambil mencicip-cicipi makanan yang ada. Dia malas bergabung karena yang datang teman-teman istrinya. Saat Emma baru saja kembali dari ruang keluarga lalu menuju ke dapur untuk mengambil makanan, tiba-tiba Pamannya itu mengucapkan kata-kata yang membuat Emma seolah mendapat hadiah ulang tahun saja.
“Saya izinkan kamu,” ucap Paman Edi. Emma hampir saja menjatuhi piring yang dipegangnya di mana di atasnya terdapat bakpao untuk para tamu.
“A-A-Appaa? Paman mengizinkan saya berkuliah? Yang benar Paman?” tanyanya gembira. Suaranya yang kencang terdengar sampai ke telinga para tamu yang datang.
“Kalau kamu bertanya lagi akan saya batalkan,” ucapnya seraya mengambil dadar gulungnya yang ke empat.
“T-Ttidaak Paman. Saya mengerti. Terima kasih,” kata Emma.
Tiba-tiba Bibi Eli datang ke dapur dengan wajah sedikit merah karena menahan marah.
“Ada apa ini? Kenapa kamu teriak-teriak? Mau buat saya malu? Hah!” katanya ketus.
“Sudahlah, aku hanya memberi tahunya bahwa aku mengizinkannya. Itu saja,” jawab Paman Edi datar.