THE POWER OF LOVE

Rosiana
Chapter #26

SERANGAN IQBAL

Emma disuruhnya bernyanyi sambil berjoget, menyanyikan sebuah lagu di atas podium di temani oleh temannya yang lain. Semua tertawa melihatnya. Emma malu dan merasa kesal. Tetapi, Iqbal memperhatikan adik kelasnya itu dengan senyuman tipis. Mata Iqbal tak lepas dari menatap Emma. Tatapan itu beberapa kali di sadari oleh teman-temannya namun Iqbal mengelak dan mencari alasan lain.

Saat acara selesai, semua anggota organisasi berkumpul. Mereka masing-masing menceritakan mahasiswa mahasiswi yang mereka mentori. Semua memiliki cerita masing-masing. Nama Emma menjadi terkenal di antara para seniornya. Selain dia adalah anak perempuan yang pemberani, dia pula sangat cantik dan pintar. Kecantikan Emma pun menjadi perbincangan di antara para senior lelaki dan perempuan. Sampai-sampai sesama mahasiswa baru pun mengenal Emma. Beberapa ada yang mencuri-curi pandang melihat Emma diam-diam. Ada pula yang mendekati Emma melalui temannya Tasya. Ada pula yang bahkan terang-terang menembak Emma. Namun, di tolak mentah-mentah oleh Emma dan itu menjadi bahan tertawaan oleh yang lain.

Sebagai seorang anak penerima beasiswa penuh Emma pun terkenal karena kepintarannya. Begitulah Emma. Siapa yang tak jatuh cinta dengan Emma. Dia seperti memiliki segalanya cantik, pintar dan pemberani. Namun, siapa yang sangka dibalik pujian semua orang, tidak ada yang tahu betapa menderitanya Emma sebelumnya. Penderitaan yang membuat siapa saja yang mendengarnya tidak akan percaya.

Hari kelima OSPEK. Sebetulnya itu adalah hari terakhir bagi mahasiswa baru menjalani OSPEK di kampus. Mereka sedikit lega karena itu adalah hari terakhir mereka di kerjai oleh para Kaka senior. Tetapi, mereka belum sepenuhnya bisa lega karena masih ada acara penutupan yang akan di laksanakan esok hari. Tepatnya Sabtu sampai dengan Minggu. Selama satu malam mereka semua berkumpul dan menginap di kampus. Semua antusias dan bahagia. Ada pula yang sedih karena harus berakhir. Semua kegembiraan itu harus di sudahi. Beberapa Mahasiswi sedih karena harus berpisah. Mereka sudah merasa akrab satu sama lain tetapi, harus menjalani kuliahnya masing-masing karena tidak sekelas. Begitu menurut perasaan mereka.

Emma pun merasakan hal yang sama. Setiap malam dia dan Tasya antusias sekali mempersiapkan segala keperluan yang akan di bawanya esok hari. Dia juga bersedih karena harus berpisah dengan teman sekelompoknya. Namun sedikit senang karena itu adalah hari terakhir Kak Iqbal serta beberapa senior yang lain menjahilinya.

Mereka bermain Games tebak gerakan. Emma di pilih grupnya untuk memperagakan sesuatu.

Kemudian Emma memperagakan gerakan sebuah kalimat. Mula-mulanya tim Emma yang memenangkan permainan. Tetapi, Iqbal sepertinya tidak senang melihat hal itu. Dia merencanakan sesuatu. Tiba-tiba dia memanggil temannya untuk mengganti isi tebakan itu dan memberinya dengan yang lebih susah. Emma mulai kelimpungan. Dia bingung. Lalu teman-temannya menyalahkan Emma dengan menyorakinya. Iqbal ikut memanas-manasinya. Emma cemberut mukanya masam. Tetapi, Iqbal semakin suka dibuatnya.

“Kak Iqbal... iiiiiih aku ngga terima. Kenapa jadi semakin aneh saja tebakannya. Pasti Kaka deh yang buat begini. Huh!” keluh Emma.

“Kalau kamu ngga bisa ngga usah protes. Memang kamu saja yang tidak bisa. Iya ngga?” tanyanya pada yang lain. Yang lain hanya mengangguk sambil tertawa kecil.

“Teman-teman pokoknya kita harus kompak ya. Score kita masih lebih tinggi. Jadi, jangan menyerah. Ok!” ucap Emma memberi semangat pada yang lain.

Lalu Emma berpikir keras mencari cara supaya bisa memenangkan permainan. Kemudian dia mencobanya sekali lagi. Tapi, sayang sia-sia. Iqbal memang benar-benar licik batin Emma.

Akhirnya Emma bersama timnya di hukum karena kalah. Mereka di suruh mengumpulkan sampah-sampah yang berserakan di kampus itu sepenuh kantong plastik hitam sebanyak 10 buah. Mereka kemudian berpencar. Emma mencari bersama Tari teman sekelompoknya.

“Tadi kita hampir saja menang. Memang dasar licik!” ucap Emma pada temannya seraya memungut sampah di antara sela-sela pot yang besar.

“Siapa yang licik. Aku yang licik atau memang kamu saja yang payah,” ucap orang itu menjawab keluhan Emma.

Emma dan temannya Tari menoleh ke belakang melihat sumber suara itu. Rupanya Iqbal yang menimbrung pembicaraan dua orang itu. Emma tidak memedulikannya dia terus melanjutkan memungut sampah. Sedang Tari bingung tidak tahu harus apa dia mengikuti Emma saja memungut sampah-sampah di situ. Iqbal merasa kesal di abaikan oleh gadis remaja itu. Dia mengambil kantong plastik sampah yang di pegang oleh Emma secara tiba-tiba lalu menjatuhkan semua isinya. Emma geram dibuatnya. Dia lantas berdiri dan hendak ingin marah. Tetapi, buru-buru di pegang tangannya oleh Tari. Di cegahnya anak itu.

“Em.. Ayo kita pungut lagi sampah-sampahnya” ucap Tari. Emma memandangi Tari beberapa saat kemudian jongkok ke bawah dan memungut semua sampah yang tadi di tumpahkan Iqbal.

Iqbal yang memperhatikan hanya terdiam lalu pergi meninggalkan dua anak baru itu. Temannya yang melihat itu menegur Iqbal.

“Bro, iseng amat lu,” ucap salah seorang teman. Iqbal hanya menyeringai.

“Lo naksir sama dia? Gw perhatiin lo sering banget gangguin dia.”

“Naksir? ucapnya santai.

“Terus apa? Ya anggaplah lo belum naksir. Tapi, lama-lama klo terus-menerus jahilin dia lo bakalan naksir dia tau. Lagi pula dia kan cantik. Banyak yang naksir sama dia. Setiap kita meeting pasti ada aja yang nyebut-nyebut namanya.” 

Iqbal memperhatikan temannya dalam-dalam. Naksir? Pikirnya. Apakah dia mulai naksir atau memang sudah naksir dengan Emma. Dia juga bingung dengan perasaannya.

Kelompok Emma telah berkumpul karena tugas yang diberikan telah selesai di kerjakan. Mereka kembali pada grupnya. Kantong sampah plastik berisi sampah itu di kumpulkan pada mentornya. 

Semua bertepuk tangan. Kegiatan OSPEK telah berakhir. Mahasiswa baru berhasil melewati itu dengan gembira. Tinggal esok hari. Mahasiswa, mahasiswi baru itu di pulang kan dan disuruh beristirahat untuk mempersiapkan hari esok. Semua pulang ke rumah masing-masing. Tasya di suruh Emma pulang lebih dulu karena dia di tahan oleh beberapa senior di sana. Mereka seolah ingin menginterogasi Emma.

“Kamu yang bernama Emma itu ya?” ucap salah seorang senior pada Emma.

“Iya Kak,” jawab Emma.

Emma duduk di antara senior-senior itu. Ada beberapa perempuan tetapi lebih banyak lelaki. Beberapa senior perempuan lainnya ada juga yang sudah pulang. Nampaknya mereka kelelahan sekali.

“Kamu tinggal di mana?” tanya yang lainnya.

Lihat selengkapnya