"Ehmpph ....." Hampir aja ia memuntahkan kapucino yang lagi disedotnya.
"Ah, Maaaas, Mas. Jangan ngagetin yg gak masuk akal gitu doong???! Nyaris banget nih mau muntahin kapucinonya karena aku keselek! Gak enak dong pas entar mau ngunyah nasi uduknya atau tahunya masa jadi kecampur sama kapucino?? Ah mas mas, ah!!" Dinda protes keras, marah-marah.
"Ya ampun Dinda aku minta maaf ya. Maaf," pintanya sungguh-sungguh.
"Oke mas aku maafin ya Allah mas maaf aku becanda. Gak ampe segitunya kali aku marah, hahahahh!!"
"Heeh kamu nih ya! Awas loh kapan-kapan aku bales!" ancam Angga, sambil bercanda juga ngomongnya.
"Yah kapan tuh 'kapan-kapan'nya, Mas? Sekarang aja lagi nih mumpung kita lagi barengan." Ehm kode apa lagi tuh dari si Dinda.
"Eh iya, Mas, gimana, jadi presiden?? Ya Allah, aku gak sejauh itu kali, Mas!"
"Loh enggak loh, Din. Itu buktinya ada begitu banyak loh perhatian kamu sama negeri ini sampe-sampe kamu hapal semua masalah top di negeri ini. Bener gak yang aku bilang??"
"Ya bener juga sih, Mas," Dinda gak bisa menyangkal lagi.
"Trus, kamu juga ngejelasinnya sampe berapi-api gitu coba. Itu gak akan terjadi sama orang-orang yang gak begitu cinta atau gak peduli sama negerinya sendiri," papar Angga panjang lebar.
"Hahahaah iya juga sih, Mas."
"Nih, jujur ya. Jawab pertanyaanku ya."
"Hmm ..., deg-degan nih."
"Seandainya ya, kamu udah milikin seluruh isi bumi ini untuk menjamin kelangsungan hidupmu, selama-lamanya, sehingga kamu gak perlu bekerja lagi, gak perlu mikirin apa-apa lagi, dan intinya gak terbebani soal-soal rezeki atau keuangan lah, kamu pengennya jadi apa? Yang sebenarnya?"
"Hmm ..., aku ..., aku pengeen banget kayak jadi orang yang menyatukan negara ini, rakyat ini. Meningkatkan kesejahteraannya, kepuasan hidupnya, kebahagiaannya, keamanannya, dan kenyamanan hidupnya, lalu aku akan ajak rakyat-rakyatku ini semua untuk ngebantu dan ngebuat dunia ini jadi lebih baik, hidup, dan lestari, dari hari ke hari buat seluruh penghuninya."
"Prok prok prok prook ckkcckck masyaallah tuh kan, Din. Udah, kamu itu sebenernya di alam bawah sadarmu itu pengen banget buat jadi presiden. Cuma mungkin karena kamu selama ini ga siap dengan mimpi kamu, dan ada banyak hal yang menghambat dan mengaburkan mimpi-mimpimu itu, jadinya kamu terus ngingkarinnya."
"Oh, gitu ya, Mas?"
"Iya, Sayang. Udah, udah, udah. Kamu aman sekarang. Kamu boleh dan bebas buat jadi dirimu sendiri. Apapun. The real you. Free, dan apa adanya."
"Alhamdulillah. Baru pertama kali ini loh aku ngerasa lega banget ngakuin hal itu, dan bahwa itu emang mimpi aku, yang apa adanya. Satu-satunya, di hadapan kamu," aku Dinda.
"Fruuuuut fruuut!" Angga bersorak menirukan bunyi terompet.
"Hahahaah fruuuut fruuut!" Dinda menirukannya.
"Emm ... Dinda ...."
"Ya??"
"Kamu ... mau nggak sekarang jadi pacar aku? Kita jalanin bareng-bareng mimpi baik kita ini, buat negara kita tercinta."
"O-oke, siap, Mas," dengan agak berjeda namun 'yes' ia menjawabnya.
"Hahahaah lugas banget kamu ngejawabnya. Udah kayak presiden yang lagi mimpin upacara kenegaraan, hehee."
"Hahahaah yaa mudah-mudahan aja sih, Mas, yang terbaik deh buat semuanya, aamiin!"
"Aamiin!" lelaki itu juga mendoakan.
"Nah, rencanaku nih, Din, kita mulai bikin podcast aja. Kita create konten-konten apapun yang bisa membangun keseruan, kebaruan, kelekatan, dan manfaat buat negeri ini. Kita kreasiin semenarik mungkin, selucu mungkin, secerdas mungkin, dan seasik mungkin!
"Woookei wokei! Weeits nyerah nih nyerah kalo sang produser udah mulai beraksi, hahahaah!!"
"Hahahaah untung aku ketemu kamu ya. Kalo enggak, gimana ini aku bisa nyalurin ide-ide dan bakat-bakat tak terkiraku ini kan? Wkwkwk!"
"Hahahah ya deh ya deeh hehee. Jangan lupa buat selalu bersyukur, Mas, bersyukur," Dinda mengingatkannya.