The Queen of Egypt

Kanina Anindita
Chapter #1

PROLOG

Mena berpikir kalau dia mungkin sedang dikutuk oleh dewa. Hampir tidak pernah ada hari dimana dia bisa menutup matanya dengan tenang di malam hari. Ketika dia terjaga, dia selalu melihat orang di sekitarnya sebagai musuh yang mengincar kematiannya. Ketika dia terlelap, dia merasa tengah berada di gerbang akhirat Osiris dan menunggui jantungnya yang tengah ditimbang oleh Thoth.

Seringkali dalam setiap mimpinya, jantungnya dinilai lebih berat dari sehelai bulu, sehingga akhirnya Dewa Ammit yang berkepala aligator melahap jiwanya dengan sukacita.

Dia tidak pernah percaya kalau kematian akan menjadi akhir yang baik baginya. karena Jiwa penjahat akan dimangsa oleh Ammit. Dia mungkin sama buruknya dengan para musuhnya. Dia masih merasa bersalah karena pernah meracuni sepupunya ketika hari ujian menulisnya yang penting tahun lalu. Meskipun sepupunya yang keji hanya mengalami muntah-muntah, dan bersumpah akan menghancurkannya setelah dia mengetahui perbuatannya—Mena menyesal dan kehilangan selera untuk berbuat jahat.

Kata pengasuhnya, sifat keji biasanya diturunkan. Seperti sepupunya El-kab yang berulang kali mencoba membunuhnya. Ayahnya adalah salah satu penasihat Firaun yang dirumorkan gemar berburu dengan memaksa para budaknya memakai tanduk domba di kepalanya. Dia memerintahkan para budaknya untuk mengembik dan berlari sebelum dia membidik leher mereka dengan panah.

Situasinya juga sama seperti sepupu-sepupunya yang lain, atau pamannya dengan orang tua dan lingkungan yang sama jahatnya. Mereka minim empati dan serakah akibat ditempa dalam situasi penuh konflik perebutan kekuasaan dan siklus balas dendam yang berulang.

Sang putri sendiri, sejak balita diasuh di Lingkungan para pendeta yang berusaha menjauhkannya dengan aura kebencian dan perseteruan di Thebes, ibukota Mesir saat ini. Di usia empat belas tahun dia kembali tinggal di istana, dekat dengan sang Firaun ayah kandungnya agar dia bisa belajar langsung cara menjadi Firaun yang baik.

Keberadaannya sama sekali tidak diharapkan. Dia seorang wanita. Ratusan tahun sudah berlalu sejak pertama kalinya Mesir memiliki wanita sebagai Firaun, namun tetap saja kalangan elit cenderung menolaknya. Tidak peduli walaupun wanita kini sudah memiliki hak kepemilikan properti dan bisa menjadi pendeta, jenis kelaminnya adalah kendala.

Mena selalu merasa tengah berjalan di atas bara api setiap berkeliling di Thebes. Dia cemas kalau ada pembunuh bayaran yang mungkin tengah bertengger di salah satu atap bangunan dan membidik kepalanya dengan panah. Mungkin tidak akan seekstrim itu, mereka akan membuat kematiannya sealami mungkin. Seperti menjatuhkan batu besar ke kepalanya atau memasukkan ular berbisa ke bak mandinya. Dia sudah mengalami semuanya dan beruntung kepalanya masih utuh karena para dewa mungkin masih kasihan kepadanya.

Seperti saat ini, salah satu musuhnya mungkin ingin membuat Firaun dan semua orang percaya kalau putri mereka tenggelam di sungai Nil.

Sang putri sedang menaiki perahunya mengarungi sungai Nil yang sedang cukup dalam musim ini ketika semua ini terjadi. Sebagai seorang putri, dia juga sering muncul untuk memantau kesejahteraan rakyatnya. Sebenarnya alasan utamanya adalah, dia perlu rutin tampil di publik sebagai pembuktian kalau dia masih sehat dan belum mati serta pantas menjadi Pharaoh berikutnya.

Beberapa jam yang lalu, salah seorang pelayannya menyajikan susu unta dengan tetesan madu selama dia berlayar di atas perahu. Suasana riang dan penuh ramah tamah telah membuatnya lengah. Dia meminumnya, padahal dia selalu minum dari gelas yang dibawanya sendiri. Dia juga melihat—sebelum dia kehilangan kesadarannya—kalau para orang yang tadi menjamunya dengan akrab, tersenyum ketika dia jatuh dari perahu.

Kendati dirinya kerap ditimpa kemalangan dan berulang kali hampir mati, sepertinya para dewa tidak benar-benar membencinya. Atau mereka hanya suka melihatnya menderita? Dia tidak tahu. Tapi dia sekali lagi selamat, tubuhnya yang kuyup ditopang oleh sebatang kayu berongga yang membusuk. Dia bernafas kembali. Kalau bukan karena keberuntungan yang luar biasa, pasti karena campur tangan dewa penguasa sungai Nil. Siapapun akan mati kalau jatuh ke sungai ketika dalam keadaan pingsan.

Gadis itu yakin dia masih hidup, dia masih merasakan detak jantungnya. Dia juga yakin sedang tidak berlayar di sungai akhirat Osiris, apalagi melihat Dewa Ammit dengan kepala aligatornya yang menakutkan. Dia hanya melihat air dan rumput ilalang. 

Lihat selengkapnya