"Duduklah, Putri Amen-ra, bagus kau datang tepat waktu. Kukira kami harus merepotkan para pasukan Firaun untuk mencarimu ke seluruh Thebes sekali lagi." Har-im-hotep, seorang juru tulis senior yang pernah menjabat di kementerian menyapa sinis sang putri ketika dia baru tiba di Sekolah Pangeran.
Dari nama tempatnya saja sudah terasa salah. Mena seorang putri, dan tempat yang dia kunjungi kini namanya adalah 'Sekolah Pangeran'. Lokasinya masih di komplek istana Firaun. Sekolah ini mengajari para keturunan Firaun dan anak-anak yang masih kerabat dekat Firaun.
Mena duduk di lantai batu yang dipoles sehingga terasa sejuk. Atapnya terbuka namun pohon-pohon kurma yang rindang dan berusia tua mengurangi silaunya matahari dengan daun mereka yang ujungnya meruncing.
"Saya sudah menjelaskan pada Firaun apa yang terjadi di hari itu, apakah anda belum dengar?" Mena bertanya.
"Saya tidak suka nada bicaramu putri Amen-Ra, aku gurumu, tidak peduli walaupun kamu putri Firaun atau calon Firaun sekalipun. Apakah para pendeta Karnak tidak mengajarimu sopan santun?" Har-im-hotep berujar ketus.
"Maafkan saya," Mena berkata sedikit malas. Berusaha menahan diri.
"Dia perempuan, guru, memangnya kita bisa berharap apa darinya?" El-khab, salah seorang keponakan Firaun berkomentar.
"Apakah aku mengenalmu?" Tanggap gadis itu angkuh sambil melihat ke arah sepupunya.
El-khab yang memiliki tubuh sedikit tambun terlihat murka melihat reaksi Mena.
"Diam El-khab! aku mengajar ilmu politik dan pemerintahan di sini. Aku berharap kalian semua yang sudah berusia dewasa sudah paham artinya sopan santun. Dan putri Amen-ra, karena kamu baru pertama kali di sini, biar kujelaskan. Firaun menguasai Thebes dan seluruh sungai Nil, tapi saat ini aku adalah penguasa mutlak aula ini. Walaupun aku menampar atau memukul kakimu dengan papyrus, Firaun tidak akan menghukumku. Aku tidak suka jika ada yang menyelaku ketika aku mengajar, aku juga tidak suka mereka yang membalas ucapanku, seperti yang baru saja kamu lakukan putri Amen-ra," Har-im-hotep menegaskan posisinya.
"Saya paham," Mena mengangguk pelan.
"Kalian semua yang berada di sini, adalah calon pemimpin Mesir selanjutnya. Kalian akan menjadi menteri, gubernur, dan pejabat tinggi kerajaan. Mungkin juga dari kalian akan menjadi penasihat Firaun, bahkan menjadi Firaun," Har-im-hotep melihat ke arah sang putri.
"Kudengar banyak yang membencimu tuan putri, kurasa kamu akan menyusul Akhenatum II sebentar lagi," El-khab berbisik dari belakang Mena dengan nada intimidatif. Mulutnya bau roti manis dan ikan, Mena seketika merasa muak karena merasa masih terlalu pagi untuk makan itu semua. Dia sendiri hanya sarapan sepotong roti dengan madu.
"Sekali lagi, apakah aku mengenalmu?" Mena menanggapi.
"Putri kesayangan Firaun tidak pernah tampil dan bergaul dengan kami, mungkin karena dirinya merasa terlalu suci dan agung untuk bergaul dengan kami. Dia pendeta Karnak yang dicintai oleh Amun, iya kan?" Ujar El-khab lagi sinis.
"Aku benci kalian para bangsawan manja, aku bersyukur tidak harus menghabiskan masa kecilku bersama kalian," ujarnya lagi geram.
"Hei! Kita mau mulai belajar atau tidak?" Har-im-hotep yang baru saja selesai mencoret sesuatu di papyrus dengan huruf Hierogliph rumit, memergoki Mena dan El-khab tengah saling berbisik sengit.
Papyrus adalah lembar mirip kertas yang dibuat dari tanaman papyrus yang tumbuh di sepanjang sungai Nil.