Rumah gubernur Thebes terbilang mewah dan sangat luas. Tamannya tertata rapi dengan rumput lebat yang rajin digunting. Pohon-pohon kurma tumbuh berjajar dan berbuah ranum. Namun bulirnya dibiarkan jatuh ke tanah dan membusuk atau menjadi pakan burung liar. Mereka tidak memakan buah-buahan yang tumbuh di pekarangan mereka, karena keluarga gubernur hanya makan kurma dan Ara terbaik yang ditanam secara profesional.
Pada salah satu sudut tamannya yang rindang, terdapat kolam besar berdinding batu yang penuh air jernih. Arsiteknya membuat semacam parit dari sungai Nil yang tidak terlalu jauh dari kediaman gubernur. Amen-ra bahkan tidak yakin apakah pernah melihatnya di istana Firaun, karena kolam itu berisi buaya-buaya Nil yang belum dewasa, namun rahangnya sudah sanggup untuk menggigit jari manusia sampai putus dengan mudah.
Mena melangkah sambil memandangi kolam berbahaya itu waspada. Dindingnya cukup tinggi untuk dipanjat para reptil buas itu, Mena hanya perlu berhati-hati agar tidak terperosok ke dalamnya. Jamuan ini akan menjadi pesta yang liar-menurut informasi yang diberikan Kahotep-sehingga dipastikan Mena akan ikut minum wine. Jika dia mabuk, dia bisa kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Kahotep mendampinginya. Mena tahu kalau dia adalah kepala rumah tangga istana, bukannya pengawal apalagi asisten pribadi. Masalahnya Mena belum menemukan kandidat yang benar-benar layak untuk posisi itu. Mena mungkin sudah mempekerjakan Kahotep melebihi kewajibannya. Untungnya Kahotep bersedia bersabar sampai Mena menemukan seseorang yang tepat.
Ketika Mena turun dari kereta kudanya, semua mata memandangnya. Mereka adalah para bangsawan yang berpakaian mewah mulai dari rambut palsu sampai ke alas kakinya. Mereka semua adalah anak-anak dari orang-orang terpenting di Mesir yang ikut memegang kendali pemerintahan. Tapi tidak ada dari mereka yang lebih penting daripada Mena, putri Firaun yang belum lama tinggal di istana utama dan didapuk sebagai calon Firaun selanjutnya.
"Salam putri Amen-ra, senang bisa menyambut Anda di sini," Dia adalah Senutset, gadis belia yang masih seumuran dengan Mena. Sang putri tidak ingin berpikiran tidak sopan, namun dia merasa Senutset mirip burung hantu. Matanya tampak besar karena riasannya, ditambah dia mengenakan wig yang panjangnya menutupi alisnya. Walaupun begitu, secara keseluruhan dia atraktif.
"Saya minta maaf baru menanggapi undangan anda sekarang, saya masih beradaptasi, apakah saya bisa menyapa tamu lainnya?" Mena terkejut sendiri dengan betapa luwesnya dia bicara. Awalnya dia cemas akan bersikap canggung. Mungkin tubuh dan pikirannya sudah menyesuaikan diri dengan tanpa sadar bersikap sebagai calon Firaun sejati.
Setelah Mena bicara seperti itu, sekumpulan pemuda dan pemudi segera menyambutnya dan memperkenalkan diri. Mata mereka tampak antusias. Ini adalah kali pertama mereka berkesempatan menyapa sang putri, seseorang yang kemungkinan besar akan berkuasa nantinya. Kalau mereka bisa akrab dengan Mena, mereka bisa menduduki posisi strategis nantinya. Mena tetap tersenyum anggun, meski menyadari betapa tidak tulusnya basa-basi mereka.
"Kau bisa menunggu di ruangan lain Kahotep, ini acara khusus para bujangan, kau ini sudah menikah kan?" Ahmose, salah satu dari sedikit orang yang tidak berusaha menjilat Mena bersuara.
"Aku bertugas mengawal putri Amen-ra," Kahotep tampak keberatan.
"Aku yang akan menggantikanmu, aku mempertaruhkan nama keluargaku untuk keamanannya, menyingkirlah," Ahmose melemparkan seringainya. Seharusnya itu terdengar menyebalkan, namun sulit untuk membenci Ahmose. Termasuk Kahotep.
"Saya akan tetap mengawasi kalian," Kahotep undur diri sambil memberikan tatapan peringatan pada Ahmose.
Mena—yang tidak paham kenapa Kahotep begitu berat meninggalkannya sendirian di antara para bangsawan itu—menerima uluran tangan Ahmose dan memandangnya bingung.
"Dia punya alasan untuk khawatir," kata Ahmose pada sang putri sambil tersenyum.
"Karena apa?"
"Apa anda tidak pernah menghadiri pesta semacam ini sebelumnya?" Tanya Ahmose. Mena menggeleng.
"Apa Kahotep tidak memberimu peringatan apapun?" Tanya Ahmose lagi, Mena memutar matanya.
"Kurasa akan ada pesta minum wine dan mabuk bersama di sini, saya sudah mengantisipasinya," Mena berujar yakin. Ahmose tertawa.
"Putri Amen-ra, maaf kamu sungguh tidak tahu apa-apa? Ini bukan hal yang memalukan, hanya saja Anda terlalu lugu. Para pemuda dan pemudi di sini tidak hanya akan mabuk bersama," Ahmose masih melanjutkan tawanya yang berusaha dia redam. Mena tampak tersinggung karenanya namun dia sungguh tidak paham.
"Anda membuat saya bingung,"
"Panggil saya Ahmose, saya juga akan memanggilmu Amen-Ra, saya pernah bilang kalau saya akan menjadi teman anda. Sebaiknya kita singkirkan saja segala formalitas ini, dan demi hubungan baik dan janjiku kepada Kahotep, sebaiknya kita berdua tidak menyentuh minuman keras apapun sampai acara usai," Ahmose menyarankan.