The Queen of Egypt

Kanina Anindita
Chapter #9

Bab 8 - Pharaoh's Daughter

Mena menemukannya lagi, kali ini ularnya menggantung di langit-langit lorong depan kamarnya. Ketika dikejar ular kobra itu menghilang dan tidak pernah tertangkap. Para pelayan bersaksi kalau itu semacam sihir. Mena mencoba terlihat berani, namun tetap saja ketegarannya akan terkikis jika diserang terus menerus. Dia enggan berlama-lama di kamarnya dan lebih sering keluar istananya sekarang. Kalau memang itu sihir, pelakunya pasti enggan menyerangnya di depan umum.

Sudah dua Minggu berlalu sejak Ahmose resmi menjadi calon suami Mena. Firaun belum menyampaikannya secara resmi bahkan kepada Mena sendiri. Namun rumor menyebar cepat bagaikan badai pasir. Mayoritas menganggap penyatuan pasangan itu ideal dan meningkatkan kepercayaan rakyat Mesir terhadap Mena.

Tapi Mena curiga ada segelintir pihak yang kontra. Terutama kelompok bangsawan yang sudah lama menunjukkan ketidaksukaan mereka pada Mena. Awalnya tidak terbukti ada serangan atau upaya sabotase dari mereka. Namun kini, teror yang diterimanya semakin beragam dan melelahkan. Termasuk ular-ular yang katanya dikirim oleh penyihir.

Mena sendiri tidak terlalu memusingkan urusan pernikahannya. Usianya termasuk sangat ideal untuk menikah. Ahmose malah tergolong terlambat. Lagipula dia tampan dan menyenangkan diajak bicara. Setidaknya Mena merasa tidak akan tertekan menjalani rumah tangga bersamanya.

Ini jelas lebih baik ketimbang sebelumnya dimana dia harus menikahi kakaknya sendiri. Keluarga Firaun memang sudah biasa melakukan itu. Tapi tidak dengan rakyat umum, pernikahan sedarah jarang dilakukan. Karena itulah mungkin kenapa Mena dan Akhenatum II dibesarkan terpisah. Agar mereka tumbuh tidak sebagai kakak beradik pada umumnya dan bisa menikah tanpa perasaan canggung.

Akhenatum berusaha menjaga agar dinastinya tetap memerintah Mesir. Karena itulah dia menunjuk Mena sebagai Firaun berikutnya. Agar garis keturunannya tetap berpijak di Istana untuk ratusan tahun ke depan. Padahal Mena seorang wanita.

Ada rumor yang bilang kalau Akhenatum punya masalah dengan kesehatannya sehingga dia sulit untuk punya anak lagi. Mena sering dengar kalau anak hasil pernikahan sedarah mudah sakit dan tidak berumur panjang. Akhenatum juga adalah anak dari perkawinan sedarah, bisa menginjak usia lebih dari empat puluh tahun saja sudah luar biasa.

Beberapa tahun belakangan Mena mengetahui kalau setiap ritual pemujaan di Mesir, para pendeta selalu mendoakan panjang umur terhadap Firaun mereka. Akhenatum mungkin merasa kalau kesehatannya menurun dan gelisah akan kematiannya.

"Putri Amen-ra, Siang ini anda akan bertemu Firaun," Kahotep mengingatkan. Dia masuk ke bilik Mena ketika gadis itu telah selesai berpakaian. Dia menyaksikan mata kepala rumah tangganya itu tampak menghitam dan kulitnya kusam. Tubuhnya juga berbau minyak Atsiri aroma Pinus dan kulit jeruk. Itu bukan wewangian untuk bersolek melainkan upayanya untuk mengusir ular-ular dan kalajengking beracun yang seakan membuat sarang baru di sudut-sudut istana sang putri.

Kahotep sudah berusaha keras untuk menjaga keamanan Mena sehingga gadis itu enggan untuk menyampaikan kalau sekali lagi dia tadi melihat ular kobra yang lenyap secara tiba-tiba ketika dikejar.

"Saya sudah menambah pawang ular untuk mencari sarang hewan-hewan itu putri Amen-ra, termasuk ular kobra yang tadi anda lihat," Kahotep melapor.

Tentu saja Kahotep akan mengetahuinya, bahkan walau Mena bungkam sekalipun.

"Sepertinya saya harus pindah sementara ke istana lain, sampai masalah ular-ular ini teratasi," Mena mengusulkan.

"Ah, iya, itu tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya, baiklah saya akan mencari tahu Istana mana yang bisa anda tempati sementara," Kahotep berujar.

***

"Kemarilah Mena, pegang tanganku," Firaun mengulurkan tangannya, meminta Mena mengikutinya. Saat ini mereka tengah berada di balkon yang berada di kediaman utama Firaun untuk makan bersama. Balkon itu lapang dan menghadap ke arah sungai Nil. Mena bisa melihat kapal-kapal dagang serta penangkap ikan hilir mudik di sana dengan tenang, karena arus sungai Nil yang minim ombak.

"Baik, Firaun," Mena menundukkan kepalanya. Firaun meminta dia ikut berdiri bersamanya di pinggir balkon yang cukup curam dan hanya dibatasi pagar kayu yang terlihat kurang kokoh. Mena berhati-hati, dia tengah mengenakan gaun yang panjangnya menyeret lantai, dia harus memastikan langkahnya aman.

Lihat selengkapnya