Hatsepsut—-salah seorang Firaun wanita pertama—-adalah seorang yang cukup dikagumi oleh Mena. Selain dia yang juga seorang pendeta tinggi kuil Karnak, dia juga disebut bisa memimpin Mesir menjadi negeri yang sejahtera.
Dia menggantikan suaminya yang meninggal karena sakit sebagai Firaun. Hatsepsut seharusnya menyerahkan kembali gelarnya kepada anaknya namun urung dia lakukan sampai dia meninggal dunia. Hatsepsut melakukan segala cara agar dia tetap diakui sebagai Firaun, termasuk mengenakan pakaian dan dandanan seperti kaum pria. Lengkap dengan janggut palsunya.
Hatsepsut memperjuangkan posisinya dan bertahan cukup lama di singgasananya padahal seharusnya dia bukan Firaun. Tidak ada yang menyerahkan gelar itu dengan sukarela. Berbeda dengan Mena yang sudah ditunjuk sebagai Firaun selanjutnya oleh Akhenatum.
Mena mengagumi kekuatan dan ketegaran dari Hatsepsut —- terlepas dari ambisinya untuk berkuasa. Dia adalah pribadi yang supel, bergaul dengan banyak kalangan serta populer. Mungkin karena dia punya banyak sekutu, maka kekuasaannya bertahan tanpa gangguan yang berarti. Padahal dia perempuan.
Gadis bermata cokelat itu mencari tahu banyak hal tentang Hatsepsut selama beberapa hari ini, meskipun itu tidak mudah. Karena setelah dia meninggal, anaknya yang selama ini dihalangi menjadi Firaun yaitu Thutmose III, mencoba menghilangkan jejak kepemimpinan Ibunya. Patung-patung Hatsepsut dihancurkan atau dipenggal. Segala literatur yang bisa mereka temukan dibakar. Thutmose III mendendam pada ibunya karena merasa Hatsepsut merebut tahtanya yang sah.
Namun sedikit sejarah tentang Hatsepsut telah banyak membantu Mena agar lebih tegar. Dia harus mengumpulkan sekutu, dia harus bergaul dan membuat orang-orang menyukainya. Dia harus mulai membalas perlakuan buruk dari para pembencinya.
Karena kalau dia diam saja dan bersembunyi seperti kelinci liar, rubah akan mudah menerkamnya. Minimal Mena harus meniru sikap ular, yang diam dan tidak terlihat namun siap mematuk siapapun yang mengganggunya.
Kahotep adalah kepala rumah tangga, dia bekerja pada Firaun dan enggan terlibat dengan politik istana. Karena itu selama ini dia sangat sibuk melindungi Mena di Istananya tanpa terlihat ada usaha serius untuk mencari tahu siapa dalangnya.
Namun Mena kini punya sekutu, dia berteman dengan gadis-gadis yang bisa dibilang termasuk paling cerdas di Thebes. Setidaknya mereka bisa membaca. Mereka semua menyukai Mena dan mendukungnya menjadi Firaun berikutnya. Senutset melakukan investigasi melalui jasa pengawal pribadi kediaman gubernur. Mencari tahu siapa yang menyebar ular dan kalajengking beracun di istananya.
Para pelayan yang membenci Mena tidak punya cukup sumberdaya untuk mengerahkan lebih dari dua puluh ekor ular ke istana Mena. Itu yang tertangkap, entah berapa banyak yang masih bersembunyi di balik sudut istana sang putri. Seseorang yang punya cukup harta dan kuasa lah yang melakukannya.
El Khab sepupunya, dan belasan pemuda bangsawan lain, diketahui pernah mencari hewan-hewan itu dalam jumlah banyak. Salah seorang pelayan istana diupah untuk menyelundupkannya. Senutset berhasil memaksa si pelayan mengaku dan dia yang berstatus sebagai keluarga petani itu kini dipenjara.
Masalahnya Mena tidak bisa menyentuh El-khab. Ayahnya terlalu berkuasa, dia putra menteri utama sekaligus penasihat Firaun. Sudah menjadi rahasia umum kalau perseteruan antar bangsawan dengan kedudukan setara sebaiknya tidak perlu melibatkan otoritas. Karena itu Mena bertindak sendiri.
Mena menaburkan sejumput bubuk bunga dafodil ke makanannya. El-Khab yang rakus tidak berwaspada dengan itu. Pemuda itu pun mengalami muntah dan diare yang cukup berat. Dia menuduh Mena telah meracuninya karena alasan balas dendam. Mena tidak merespon apapun. Dia cukup senang karena pemuda itu pada akhirnya tanpa sadar mengakui kalau dia berulang kali berusaha mencelakakannya. Kini semua mata mengawasinya, bagaimanapun berusaha mencelakai putri Firaun adalah kejahatan besar. Mena cukup yakin kalau sepupunya itu tidak akan mengganggunya dalam beberapa tahun ke depan.
Pembalasan dendam tidak selalu terasa enak. Kini Mena dihantui rasa bersalah karena telah memaksa sepupunya buang air belasan kali dalam sehari. Dia tidak yakin apakah bisa melakukannya lagi. Mungkin ini juga adalah kelemahannya sebagai wanita, dia bisa saja harus membuat keputusan sulit dan menjatuhkan hukuman pada seseorang. Mena harus tegas sekaligus tega. Dia harus terbiasa dengan ini semua. Gadis itu menghela napas.
"Apakah saya membuat anda menunggu lama tuan putri?" Seorang pria berambut pirang membungkuk di hadapan Mena sambil melontarkan senyumnya yang memikat. Mena balas tersenyum anggun, senyuman itu sudah dilatihnya selama beberapa tahun ini. Dia memastikan siapapun yang melihat senyum itu akan menganggapnya ramah sekaligus tetap menjaga jarak agar si lawan bicara tidak terlalu nyaman dengannya.
Cyllenius sendiri, mengingatkan Mena pada bunga dafodil. Dia mengenakan jubah bernuansa putih dan kuning, mirip kelopak bunga dafodil yang cerah dan ceria. Namun seperti dafodil juga, Mena merasa harus berhati-hati karena pria itu menyimpan rahasia yang mungkin seberbahaya racun dafodil.