The Queen of Egypt

Kanina Anindita
Chapter #11

Bab 10 - The Young General

Umumnya, posisi pemimpin militer atau setara dengan panglima atau jenderal hanya diduduki oleh mereka yang berkerabat dengan anggota kerajaan Mesir. Biasanya pangeran, atau sepupu dari Firaun. Semakin dekat hubungan darah maka akan semakin tinggi jabatan mereka.

Firaun tentu saja dikelilingi oleh orang-orang kepercayaannya yang masih punya darah ningrat di nadi mereka. Seperti sepupu atau paman dan bibinya, atau para keponakannya. Namun Firaun juga memastikan loyalitas mereka. Dia punya cara sendiri untuk mengetes mereka seperti diam-diam menjebak mereka dalam situasi genting untuk melihat apa keputusan mereka. Apakah mereka akan berkhianat kepada Firaun atau sebaliknya.

Ujian-ujian itu dilakukan lebih dari sekali, sampai pada akhirnya para pejabat memilih untuk tetap berwaspada dan memastikan loyalitas mereka kepada Firaun. Mereka khawatir karena bisa saja mereka tengah diuji oleh Firaun.

Ahmotep, tentu juga merupakan kerabat dari Firaun. Dia adalah jenderal yang membawahi lebih dari tiga ribu prajurit dalam kesatuan bernama Ptah. Unit militer di Mesir dinamai dengan nama dewa mereka. Firaun dan keluarganya dilindungi di oleh unit militer bernama Amun, yang merupakan nama dewa utama Mesir saat ini.

Ptah, adalah unit militer yang bertugas di perbatasan dengan tujuan memberantas kaum nomaden atau negara-negara kecil yang memberontak atau merampok karavan-karavan pedagang Mesir. Ahmotep sudah menjalankan tugasnya selama belasan tahun dan Firaun memanggilnya ke istana.

"Ahmotep, kau mulai saat ini akan menjabat sebagai gubernur Khmunu di Delta Nil," Firaun menyampaikan titahnya. Ahmotep bereaksi dengan sedikit mengerutkan keningnya. Itu jabatan yang penting, karena kota Khmunu merupakan salah satu kota besar di Mesir saat ini. Tapi letaknya cukup jauh dari kediamannya saat ini dan membayangkan harus memboyong seluruh keluarganya dalam waktu singkat ke delta nil—membuatnya merasa langsung lelah. Namun mantan jenderal itu hanya membungkuk hormat tanda setuju.

"Ahmose, kini kamu adalah Jenderal Ptah," Firaun Akhenatum melanjutkan titahnya.

Seisi aula istana pun riuh dengan komentar para pejabat yang saling berbisik sengit. Ahmose cemerlang, rekam jejaknya juga nyaris sempurna. Tapi dia terlalu muda. Dia bahkan belum menikah. Ahmose sendiri tidak seperti dugaan kebanyakan orang. Dia tidak menampakkan ekspresi bingung ataupun ragu. Dia membungkuk hormat kepada Firaun kemudian memandang penuh kesiapan. Seakan-akan itu sama sekali bukan kejutan baginya atau sudah diberitahu sebelumnya. Padahal itu adalah keputusan yang disimpan rapat Firaun di benaknya dan tidak dia bagikan pada siapapun.

Firaun duduk di singgasana emasnya yang mewah didampingi istrinya yang tampak muram di sebelah kanannya. Putrinya Mena duduk di sebelah kirinya dan seperti mayoritas penghuni ruangan itu, dia terkejut. Mena pun berpikir apakah Firaun mengangkat Ahmose sebagai jenderal karena dia adalah calon suami Mena?

"Bukan karena kamu akan menikahi sang putri, tapi karena aku merasa kamu berbakat. Aku mengharapkan prestasi luar biasa darimu Ahmose," kata Firaun lagi. Mena memutar bola matanya, lagi-lagi Firaun seakan bisa membaca pikirannya.

Ini bukan acara resmi, pemberian gelar atau jabatan seperti itu dilakukan lebih dari tujuh kali dalam satu bulan. Tapi Firaun meminta keluarganya berkumpul, sekaligus mengajak makan bersama keluarganya.

Mena nyaris tidak pernah bertemu sang ratu. Sejak Akhenatum II meninggal dunia, dia menjadi tertutup dan enggan keluar dari kamarnya. Firaun disebut sudah tidak lagi mempedulikannya dan menganggapnya tidak ada. Tapi sepertinya itu semua hanya rumor belaka. Mereka berdua kakak beradik yang dipaksa menikah. Bagaimanapun sang ratu adalah sekutunya dan punya kuasa cukup luas di lingkungan istana Firaun. Akhenatum tampak sesekali mengajak istrinya berbicara meskipun sang ratu seringnya hanya menanggapi datar.

Mena pun gugup, dia merasa harus berbasa-basi namun tidak tahu topik apa yang harus dia bicarakan.

"Apakah yang mulia ratu suka perhiasan?" Mena bicara.

Sang ratu, Tefnut, menengok ke arah Mena dengan cepat. Kemudian memandang gadis itu tajam seakan dia telah mengucapkan hal yang tabu.

"Perhiasan? Aku punya semuanya di kamarku, kenapa? Apa kau menginginkannya? Ambil saja, aku sudah bosan," ratu Tefnut mendelik ke arah Mena. Dia mungkin sedang menunjukkan keramahannya, namun Mena malah merasa takut karenanya.

"Tidak begitu maksud saya ratu, saya belum lama tinggal di istana, saya kurang familiar dengan aksesoris. Firaun telah sangat bermurah hati pada saya, sayang saya kesulitan memilih perhiasan yang akan saya kenakan sehari-harinya," Mena menanggapi sewajar mungkin. Dia berusaha mengabaikan tatapan emosional dari sang ratu.

"Ah ya, kau pasti hidup sederhana di kuil Karnak, pakai baju yang sama setiap harinya dan tidak pernah melihat batu permata," Ratu Tefnut menanggapi dengan nada sedikit sinis .

Lihat selengkapnya