"Jadi, kamu melarikan diri dari ratu Tefnut?" Ahmose bertanya pada tunangannya yang sedang berteduh di bawah anyaman serat papyrus di atas perahu kayak yang dia tengah tumpangi. Matahari sedang bersinar terik, sulit melihat ke kejauhan tanpa memicingkan mata. Jadi pandangan netranya terbatas, dan pemandangan yang sedari tadi dia lihat hanya Ahmose dengan tubuh sempurnanya yang tampak berkilat karena peluh.
Tidak banyak pria Mesir yang punya badan seperti itu, bahkan para prajurit atau petani. Karena mereka makan hidangan berkalori tinggi setiap harinya. Belakangan Mena mengetahui kalau Ahmose tidak suka makanan manis, mungkin itu juga mempengaruhi tampilan fisiknya.
Kapal yang mereka tumpangi berukuran besar dan berupa kayak yang dirancang untuk berlayar di air tenang. Sungai Nil cukup dalam dan angin tidak berembus terlalu kencang. Kapal itu dinaiki sang putri dan tunangannya serta beberapa pengawal yang terlihat tangguh. Mereka semua bertugas menjaga sang putri. Ahmose menolak dikawal.
Jenderal Ptah itu membawa busur dan panah serta sebuah tombak berat yang dia biarkan terbujur di lantai perahu mereka. Para ningrat Mesir, tidak punya banyak pilihan untuk bersenang-senang. Selain mengadakan pesta atau bermain musik bersama, mereka juga berburu burung di sungai Nil.
Karena itulah kayak mereka dikayuh di sekitar ilalang dan tumbuhan air berdaun tinggi, tempat burung dan bebek biasa bersarang merasa aman dari pemangsa. Sayangnya manusia lebih cerdas. Keberadaan mereka tidak cukup sulit untuk diketahui.
"Aku belum siap untuk bertemu lagi dengannya, dia juga tidak keberatan kalau aku menunda terus seperti ini. Karena dia juga enggan menjalankan perintah Firaun. Apa sulitnya menjadi ratu? Bukankah aku hanya tinggal mengangkat kepalaku tinggi lalu memerintah? Itu kan yang ratu biasa lakukan?" Kata Mena sedikit sarkastik.
"Bakatmu belum terlihat untuk itu," tanggap Ahmose.
"Maksudnya?"
"Kamu terlalu baik, kalau aku jadi dirimu, aku akan menghukum mati mereka yang menyebar ular di istanamu," kata Ahmose.
"Oh, siapa yang memberitahumu?"
"Sebagai seorang jenderal dan tunanganmu, aku punya fasilitas istimewa untuk mengetahui hal-hal penting terkait dirimu," Ahmose mengaku.
"Bisakah kau kenakan baju Ahmose?" Mena mengalihkan pandangannya karena pemuda itu mendekat untuk bicara padanya.
"Kenapa?"
"Hari ini sangat panas! Aku merasa gerah!" Sergah Mena.
Ahmose sesaat tampak berpikir berusaha mencerna perkataan Mena, kemudian dia tersenyum.
"Kamu harus terbiasa melihatku seperti ini, kita akan menjadi suami istri kan?" Goda Ahmose sambil berbisik dekat ke telinganya.
"Aku sudah bilang jangan bicara vulgar padaku,"
"Apanya yang vulgar?"
"Kamu dan mulutmu,"
Ahmose tertawa kemudian mengacak rambut Mena gemas.
"Kau yang memaksa ikut berburu denganku, jadi terima saja putri. Jadi, apa yang mau kau masak untuk makan malam? Pernah mencoba daging bebek?"
"Apakah enak?"
"Agak sedikit alot, aku tidak suka,"
"Bagaimana dengan burung lainnya? Ibis atau pelikan?"
"mereka lebih tidak enak lagi,"
"Lalu biasa kalian apakan hewan buruan yang kalian tangkap?"