Mena tidak bisa membiarkan dirinya dimanipulasi oleh Ahmose. Entah apapun alasannya. Apakah karena dia benar mencintai Mena atau mungkin ada obsesi tertentu di baliknya. Mena adalah jiwa yang merdeka, hanya Firaun yang bisa mengatur hidupnya.
Menahan Mena di dalam tenda dengan hanya ditemani seorang pelayan sudah keterlaluan. Mena berniat untuk melaporkan semua ini kepada Firaun nanti. Ahmose tidak memperlakukannya dengan baik, dia juga mungkin telah mengabaikan wewenang Firaun dan membuat keputusan berbahaya di Medan perang.
Mesir, saat ini berada dalam mode bertahan. Artinya segala tindakan militer yang mereka lakukan bertujuan untuk melindungi kedaulatan Mesir. Tidak ada dalam pemerintahan Akhenatum rencana untuk menjajah atau meluaskan wilayah. Itu bukan sifat orang Mesir sejak lama.
Namun Mena punya alasan kuat kalau Ahmose dan mungkin beberapa jenderal lain, ingin menjalankan ambisi militer pribadinya. Ribuan prajurit tambahan itu memang tidak terlihat dimana-mana. Namun secara sekilas Ahmose sudah mengkonfirmasinya.
Mena gelisah, markas pasukan Ptah telah diserang. Dan semua orang di sekitarnya sangat sibuk. Mena tidak tahu siapa yang menyerang mereka, dia hanya berharap semoga mereka hanya sekumpulan bandit mabuk yang kelewat nekat menyerang markas Ptah.
Sudah dua malam berlalu tanpa Ahmose di sisinya. Dia benar-benar tidak mengizinkan Mena keluar dari tendanya. Padahal Mena berharap bisa menyelinap dan mencari Cyllenius. Seharusnya dia masih berada di sekitar markas Ptah. Nima, si burung Ibis, sudah kembali ke tuannya dan Mena sendiri tidak terlalu yakin apakah dia bisa kembali menghubungi Cyllenius.
Mena memang telah membuat keputusan untuk mendepak Cyllenius dari rencananya. Tapi dirinya kini tidak berdaya. Ahmose tidak lagi membiarkan dirinya untuk bergabung dalam rapat para panglima. Kalau ada yang bisa Mena sebut sekutu di markas Ptah ini, dia adalah Cyllenius.
Untuk kesekian kalinya setelah dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak, dia mondar-mandir di tenda yang tidak terlalu luas itu dengan gelisah. Kemudian Kerai tendanya terbuka, Ahmose masuk ke dalam dan meminta pelayan keluar meninggalkannya hanya berdua dengan Mena.
Tidak bisa dipungkiri, Mena merasa takut saat ini. Ahmose adalah seorang jenderal yang terbiasa membunuh di peperangan. Mena mungkin putri Firaun, jika dia mati maka Firaun akan menghukum semua yang bertanggungjawab padanya. Terutama Ahmose. Tapi kalau Mena cukup menjengkelkan bagi Ahmose, dia bisa saja membunuhnya dan menyesal setelahnya.
"Duduklah," Ahmose memberikan perintah.
Sorot matanya saat ini, dingin dan datar. Tidak sehangat yang selalu Mena kenal.
Mena bergerak ragu dan duduk menjauh dari sang Jenderal. Sia-sia sebenarnya. Bagaimana caranya dia bisa lari? Semua orang di markas Ptah tunduk pada Ahmose.
"Jadi, kau memata-mataiku?" Ahmose mulai bicara.
"Aku tidak memata-mataimu, aku kebetulan mendapatkan informasi dan menurutku itu membahayakan Mesir. Aku hanya ingin menyelidikinya dan mencegahnya," Mena memutuskan untuk jujur.
"Tambahan pasukan itu memang ada, itu legal dan bukan sebuah pelanggaran. Wajar kalau Firaun tidak tahu karena memang tidak semua keputusan militer harus melalui persetujuannya. Kau tahu kan kalau Firaun itu orang yang sibuk," Ahmose menjelaskan.
"Tapi di mana mereka Ahmose? Di mana kalian menempatkan mereka? Aku tahu beberapa informasi kalau mereka akan ditempatkan di perbatasan daerah yang dikuasai bangsa Hittite, apakah itu benar?"
Ratusan orang sebagai prajurit tambahan? Mena tidak bisa segera mempercayainya. Karena Ahmose tidak secara jelas memberitahu posisi mereka. Dia bilang dia tidak bisa mengatakannya karena rahasia intelejen tapi insting Mena berkata ada hal lain yang disembunyikannya.
"Aku sudah mengatakannya padamu, mereka adalah rencana cadangan. Dan aku tidak perlu membeberkan semua rencana militer kami kepadamu,"
"Bagaimana kalau pecah perang kembali? Kau tahu kan pada masa Ramses II kita sangat direpotkan oleh itu semua. Belum lagi adanya wabah dan gagal panen, aku hanya merasa itu semua tidak perlu,"
"Mesir hanya perlu bertahan, itu benar kan?" Kata Ahmose.
"Itu benar, kita hanya perlu bertahan, jangan menyerang,"