Kalender orang Mesir terbagi dalam tiga fase, Akhet yaitu musim pertama. Masa Akhet terjadi antara bulan Juni dan September. Pada musim itu, sungai Nil meluap dan membanjiri ladang-ladang dan pemukiman di pesisir sungai Nil. Ketika itulah air banjir membawa lumpur dan nutrisi yang menyuburkan lahan pertanian orang Mesir.
Peret, adalah musim menyemai dan bertani yang terjadi pada sekitar bulan Oktober dan pertengahan Februari. Setelah masa banjir, tanah akan menjadi subur dan mudah ditanami.
Kemudian Shemu, yang terjadi pada pertengahan Februari dan akhir bulan Mei. Ini adalah saatnya memanen hasil pertanian. Masyarakat Mesir memisahkan bulir gandum, mengemasnya dan menyimpannya pada lumbung-lumbung yang ada di rumah mereka atau pada lumbung yang dikelola pemerintah.
Nyaris tidak pernah terjadi hujan di Mesir. Banjir pada sungai Nil, bukan merupakan bencana melainkan berkah untuk mereka. Sungai Nil, adalah obyek keramat dan suci serta merupakan sentral kehidupan orang Mesir sehingga tidak cukup hanya satu dewa yang terlibat di sana.
Selain Sobek, dewa berkepala buaya yang merupakan dewa kesuburan dan disebut berperan dalam pembentukan sungai Nil. Juga ada dewa Hapi yang merupakan manifestasi dari sungai Nil itu sendiri, Dewi Isis yang juga adalah Dewi sungai Nil, sang pemberi kehidupan serta dipercaya mengajari orang Mesir cara bercocok tanam. Juga ada Dewa Khnum yang disebut mengatur jumlah nutrisi yang dibawa oleh banjir Nil untuk menyuburkan ladang petani.
Saat ini, orang Mesir tengah sibuk bersukacita memanen gandum. Mayoritas dari mereka berprofesi sebagai petani yang pergi ke ladang mereka setiap hari dengan membawa kucing peliharaannya. Kucing juga disembah oleh rakyat Mesir dalam wujud Dewi Bastet. Namun di keseharian mereka, kucing adalah partner penting dalam kegiatan bertani mereka, karena hewan berkaki empat itu membantu mengusir tikus dan hama.
Masyarakat Mesir tidak mengenal hari libur. Mereka berhenti bekerja ketika musim Akhet. Seringkali para petani itu juga diberdayakan sebagai pekerja bangunan. Orang Mesir biasa membangun monumen raksasa mereka ketika musim Akhet karena mudah mendapat pekerja tambahan yaitu para petani yang menganggur karena banjir Nil.
Sesosok pria terlihat mendayung perahunya menelusuri sungai Nil seorang diri. Dia mengenakan pakaian khas bangsawan Mesir namun menutupi sebagian wajahnya dengan topeng berbentuk burung. Matanya tampak awas sekaligus tenang, memperhatikan aliran air yang tenang sekaligus berkilauan karena teriknya sorotan cahaya matahari.
Di sebuah area, yang cukup jauh dari pandangan mata orang Mesir dia menghentikan perahunya dan merapat ke area yang ditumbuhi banyak ilalang serta tumbuhan air lainnya. Serangga dan capung beterbangan dengan wajar seakan tidak terusik oleh kedatangannya.
"Aku tahu kau berada di sini, wahai Khnum sang penjaga sungai Nil!" Seru pria yang masih memegang dayungnya itu.
Tidak lama, ilalang itu tampak bergerak dan menimbulkan suara riuh. Sesosok pria lain yang lebih jangkung dan besar pun muncul dengan misterius seakan dilahirkan dari udara kosong.
"Kau siapa?" Pria itu mengenakan baju khas bangsawan Mesir dengan kepala ditutupi topeng mirip domba jantan.
Sebelum pria itu menjawab, seekor burung Ibis besar dengan bulu merah terang terbang dan hinggap di bahunya. Pria dengan topeng domba yang bernama Khnum tampak sedikit membelalakkan matanya ketika melihat burung itu.
"Thoth?" Tebaknya.
"Ya, saya Thoth, senang bertemu dengan anda dewa Khnum," Thoth membungkuk menunjukkan sopan santunnya.
"Kau sedikit berbeda dengan Thoth yang kukenal sekitar lima ribu tahun silam, ah entahlah, aku tidak tahu sudah berapa lama aku tertidur," Khnum menggeleng.
"Banyak hal yang sudah terjadi, tapi saya Thoth, dewa pengetahuan dan kebijaksanaan, saya tahu segalanya. Termasuk fakta kalau anda sudah tertidur selama lima ribu tahun dan baru terbangun sekitar satu Minggu ini dalam keadaan bingung," kata Thoth lagi.
"Yah, saya masih beradaptasi, menjauhi manusia dan menghabiskan waktu dengan memancing dan menangkap capung. Aku tidak tahu, aku tidak bisa menghubungi siapapun. Apa kau di sini untuk menjemputku Thoth?"
"Kurang lebih seperti itu,"
"Dan, bagaimana dengan dewa lainnya?"