Gadis itu tampak masih terguncang. Dengan kondisi kuyup dan lemah karena pengaruh racun yang belum sepenuhnya hilang, dia memaksa lengan dan kaki rampingnya untuk berenang. Mena mungkin cemas kalau akan ada buaya Nil atau hewan air menggigitnya. Dia memeluk batang kayu berongga seakan mempertahankan nyawanya dan mengayuh kakinya ke daratan secepat mungkin.
Dia terdiam, tatkala menyadari adanya seseorang bernaung di antara ilalang dan tanaman papyrus di seberang pandangannya. Thoth mengawasi sang putri dengan seksama sambil mengkalkulasi tindakannya selanjutnya.
"Thoth?" Kata Mena parau. Sebagai pendeta Karnak, dia cukup familiar dengan atribut para dewa Mesir. Thoth memang selalu digambarkan berkepala burung Ibis. Tapi wajarnya orang tidak akan langsung menebak kalau dirinya Thoth hanya dengan melihat dirinya saat ini yang mengenakan pakaian khas bangsawan Mesir dan topeng burung ibis. Topeng itu lebih menyerupai tudung di atas kepalanya dan menutupi setengah dari wajahnya. Gadis itu mungkin masih setengah berhalusinasi atau terlalu memikirkan kehidupan setelah mati selama dia mengambang di air. Sehingga dia langsung menebak kalau dirinya adalah Thoth. Bukannya nelayan atau bangsawan yang tengah memancing.
"Kau mengenaliku? Apa yang dilakukan putri Thebes di sini? Jauh dari tahtanya yang nyaman?" Thoth bertanya.
"Aku dijebak," sahut Mena frustasi.
Thoth jelas tahu itu, dia menyaksikan prosesnya termasuk ketika gadis itu terhuyung jatuh hampir tenggelam di sungai Nil.
Thoth membantunya keluar dari air dan membungkus tubuhnya yang basah dengan selembar kain linen bermotif. Setelah Mena menjejakkan kakinya di tanah yang kering, dengan air masih menetes deras dari ujung pakaiannya, Thoth terdiam sejenak. Dia tidak bisa begitu saja mengungkap niatnya pada sang putri.
Thoth membalikkan badannya, bersikap seakan tidak peduli. Dia bertaruh pada situasi Mena saat ini. Dia sendirian di tempat yang asing, dalam keadaan kuyup karena hampir tenggelam. Kemungkinan besar dia akan meminta bantuan dari Thoth.
"Tunggu, dewa Thoth!" Mena memanggil.
"Jadikan aku Firaun!" Ungkap Mena.
Thoth mengulas senyum tipis, ini lebih baik dari perkiraan awalnya. Gadis itu seakan tidak memedulikan kondisi dan nyawanya sendiri. Dia malah memikirkan tahta Firaun.
"Bukankah kau memang akan menjadi Firaun?" Tanya Thoth berbalik menghadapinya seakan memastikan.
"Aku mungkin akan mati sebelum Firaun yang sekarang meninggal, aku tidak punya siapapun yang bisa benar-benar aku percaya," Mena mengaku.
Sang putri sudah sampai pada batas ketahanannya. Dia lelah terus berwaspada dan menghadapi mimpi buruk setiap malamnya. Kejadian hari ini adalah bukti kalau dia bisa lengah kapan saja. Dan dia tidak bisa meminta tolong pada siapapun. Termasuk Ahmose calon suaminya, karena Ahmose adalah bagian dari para pejabat Mesir yang juga punya kepentingannya sendiri. Tapi Thoth adalah dewa, dia seharusnya tidak punya kepentingan apapun di Bumi.
Mena menawarkan untuk membangun kuil yang megah bagi Thoth dan dengan segala kuasanya nanti sebagai Firaun, dia bersedia melakukan apa pun. Tapi Thoth menyatakan bahwa dia tidak butuh apapun dari Mena.
"Putri Thebes, kau ingin membuat kontrak denganku?" Thoth bertanya, ketika Mena terlihat putus asa memikirkan berbagai penawaran bagi Thoth yang mungkin bisa menarik minatnya.