Untuk situasi seorang gadis yang hampir mati di sungai Nil dan menjadi santapan buaya. Mena terlalu ceria. Dia bertelanjang kaki dan mengenakan gaun terusan katun bercorak khas Mesir yang diberikan Thoth sebagai pengganti gaun mahalnya yang basah dan berlumpur. Rambut panjangnya diikat dengan tali linen dan dibiarkan melambai seperti ekor kuda. Dia kini mirip gadis-gadis yang berasal dari kalangan bawah. Hanya saja kulitnya lebih bersih dan telapak tangannya tidak menebal—-seperti yang dialami perempuan jelata yang bersahabat dengan tanah dan cangkul.
Mena merasa senang karena bisa bebas dari ratu Tefnut. Sejak awal wanita itu jelas berniat menyulitkannya. Sebelum Firaun menyuruhnya mengajari Mena, dia nyaris tidak pernah meninggalkan istananya. Tapi sekarang hampir setiap hari dia berkumpul dengan wanita-wanita ningrat dan selalu melibatkan Mena.
"Kau tidak berpikir kalau sedang piknik kan? Kamu punya tanggung jawab Amen-ra," kata Thoth ketika menghampiri Mena yang sedang berbincang dengan kera baboon yang menurut Mena mungkin lebih cerdas ketimbang El-khab—sepupu sekaligus musuhnya.
Mena dan rombongan Thoth—-yang hanya terdiri dari dua ekor hewan nyentrik dan salah satunya fasih berbicara-—masih berada di kapal milik Thoth yang melaju stabil di sungai Nil tanpa dayung. Mena menduga itu semua karena Thoth adalah dewa sehingga kapalnya bisa bergerak sendiri walau angin dan gelombang sangat tenang saat ini.
Baba si kera beberapa kali melontarkan lelucon, membahas tentang kesialan yang dia terima ketika mengintai istana Mena, termasuk bicara soal Thoth. Mena merasakan relasi unik antara mereka berdua, Baba tidak menghormati Thoth berlebihan. Mena tidak tahu kalau mengobrol dengan kera bisa begitu menyenangkan. Atau dia hanya terlalu kesepian selama beberapa Minggu harus mendampingi ratu Tefnut. Jangankan kera, Mena mungkin sudah bersyukur bisa bicara dengan tupai. Walau hewan pengerat itu hanya akan melihatnya bingung dan mengabaikannya.
Tidak ada hewan yang bisa bicara. Kecuali Baba. Tapi Mena juga tidak yakin, mungkin saja dia akan bertemu dengan hewan lain yang sama cerewetnya dengan baba di alam para dewa nanti.
"Muslihat apa lagi yang akan kau lakukan padaku dewa Thoth?" Mena bertanya sedikit sarkastik.
"Jadi beginikah caramu berbicara dengan dewamu? Bukankah kau pendeta Karnak? Kalian seharusnya berusaha menyenangkan kami dan bicara manis," kata Thoth memprotes sambil duduk di dekat sang putri.
"Selama kau belum memberikan penjelasan padaku, aku enggan menurutimu. Rebus aku atau makan saja aku, toh seharusnya tadi aku sudah mati," gadis itu melipat tangannya seakan menantang dan membahas hal-hal yang muram.
"Sudah kubilang, aku ini dewa, aku punya caraku sendiri untuk melakukan tugasku. Baiklah, pertemuan kita memang bukan kebetulan, dan aku ada andil tentang temanmu Cyllenius itu. Tapi aku butuh kau tenang dan memberikan rasa percayamu kepadaku terlebih dahulu putri Amen-ra," ujar Thoth.
"Kau menyulitkan hidupku, berbohong tentang isu perang Mesir dan menempatkanku pada posisi sulit. Aku bisa dianggap pengkhianat kerajaan dan dihukum mati karena berkonspirasi dengan orang asing. Selain itu, para ningrat itu kini juga semakin memusuhiku dan terang-terangan mengincar nyawaku," keluh Mena sambil berjalan mondar-mandir gusar.
Thoth menggeleng tegas.
"Aku tidak berbohong tentang itu, kau juga melihat sendiri di dokumen kalau benar ada pengerahan pasukan dalam jumlah besar ke perbatasan hittite," bantah Thoth.
"Aku tidak menemukan bukti apapun di markas Ptah. Ahmose justru menyudutkanku dan membuatku merasa bodoh,"
"Mereka ingin membuatmu berpikir seperti itu, aku ini seorang dewa, Putri Amen-ra, aku tahu segalanya," kata Thoth lagi percaya diri.
"Kalau itu benar, kau seharusnya bisa melakukan cara lain untuk mencegah perang. Bukannya menyampaikan padaku dan Cyllenius yang malang. Dia mati karenamu!" Mena meluapkan emosi dan rasa bersalahnya.
"Mana pernah ada dewa yang turun langsung mencampuri urusan manusia? Kami biasa memberi ramalan, dan membiarkan manusia bergerak sendiri. Kau pikir apa yang akan terjadi kalau Thoth muncul di tengah manusia? Aku bisa kewalahan menerima doa dan permintaan mereka. Selain itu, Cyllenius baik-baik saja. Dia sudah mati, tapi dia sehat," Thoth menjelaskan.
"Aku tidak mengerti, dia sudah mati, tapi dia sehat? Katakanlah dewa Thoth, apakah jiwa Cyllenius berhasil menyeberang sungai akhirat Osiris dengan selamat? Aku tahu dia orang Yunani, dia mungkin menyembah dewa lainnya. Tapi dia orang baik, aku percaya dia berniat tulus membantu Mesir. Sebagai Thoth, kau bisa kan meloloskan jiwanya untuk bergabung dengan leluhurnya?" Mena memandang Thoth dengan gestur memohon.
"Cyllenius baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkannya," kata Thoth menenangkan.