Empat tahun yang lalu,
(Flash back kehidupan Ahmose)
Ahmose sudah terbiasa mendengar pujian dan kekaguman yang dialamatkan pada dirinya. Dia mungkin sudah menyadari kalau dia seorang yang spesial sejak dia berusia tujuh tahun. Kala itu, Ahmose sudah menguasai dan lancar menulis huruf hieroglif. Dia bahkan bisa membaca dokumen rumit yang biasa dirapal oleh para petinggi militer atau kalangan pendeta.
Sebagai putra bungsu, dia tidak puas ketika ayahnya menetapkan kakak sulungnya sebagai pewaris titel jenderalnya. Dia tahu kalau Firaun punya kuasa mutlak untuk menentukan jenderalnya. Tapi seorang jenderal juga bisa merekomendasikan anaknya sendiri atau orang lain yang menurutnya layak, sebagai penerusnya.
Ahmose sendiri, karena bakat dan kecerdasannya, dijanjikan setidaknya akan menjabat posisi tinggi di kementerian. Tapi itu belum cukup bagi ahmose. Dia enggan menerima takdir itu hanya karena dia terlahir sebagai anak bungsu.
Keluarga Ahmose, sudah mendominasi dalam militer Mesir sejak berabad-abad. Selalu ada dari keluarga besarnya yang menjabat sebagai jenderal perang atau kepala pasukan kerajaan. Ada yang bilang kalau keluarga Ahmose terlahir dengan bakat bagus di bidang militer. Hampir semua pria di keluarganya, memiliki postur tubuh bagus dan gagah serta kekuatan fisik yang juga di atas rata-rata. Sejak belia, para pemuda yang lahir di keluarganya, sudah terbiasa dengan latihan keprajuritan. Minimal mereka bisa mengayunkan tombak tanpa terlihat canggung.
Umur Ahmose sekitar tujuh belas tahun, ketika dia memaksa ayahnya untuk mengajaknya ke perbatasan. Ahmose selalu tahu kalau dia harus menjadi jenderal perang Mesir. Dia punya ambisi yang hanya bisa dicapai kalau dia punya kekuasaan. Karena itulah Ahmose tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan dan memastikan semua orang di markas Ptah ketika itu mengakui kecerdasan dan kekuatannya.
Kemenangan demi kemenangan telah membawanya berdiri di tengah pemukiman suku tidak bernama yang bermukim di Padang pasir. Ahmose enggan memerangi mereka. Melawan orang lemah tidak pernah ada dalam kamusnya. Seharusnya Ahmose mengabaikan mereka. Tapi ada satu hal yang membuatnya sulit untuk melakukannya. Di antara mereka ada seorang wanita. Alih-alih gentar bertemu dengan putra jenderal Ptah yang terkenal tangguh dan kejam, dia malah memandang mata Ahmose dengan tatapan yakin. Seolah-olah dia mengenal Ahmose dengan baik.
Dia adalah Nat, seorang penyihir.
"Komandan Ptah, Ahmose, apa yang kau harapkan terjadi pada Mesir sepuluh tahun yang akan datang?" Kata penyihir itu lancang.
"Apa kau mencoba membuat ramalan?" Ahmose curiga, wanita itu bau dupa dan kemenyan. Dia mempraktekkan sihir.
"Tidak, tapi saya akan membuat apa pun yang kau harapkan terjadi," penyihir itu membuat penawaran.
"Apa kau pikir aku mau mempercayaimu?" Ahmose tertawa.
"Ya, karena aku tahu tentang dirimu dan tentang mimpimu,"
Ketika Nat membisikkan sesuatu ke telinga pemuda itu, maka Nat telah bergabung menjadi salah satu orang kepercayaan Ahmose.
Ahmose pun melanjutkan petualangannya, mengalahkan musuh-musuh Mesir dan meluaskan wilayah. Memberikan kejayaan bagi nama Firaun Akhenatum. Dia tidak terkalahkan bersama Nat di sisinya.
***
Menjelma menjadi salah satu bujangan terbaik di Mesir. Banyak gadis terang-terangan menunjukkan minatnya dan memberinya godaan yang sulit ditolak pria normal manapun. Secara fisik Ahmose terlahir tampan dengan otak superior. Tapi walau pencapaiannya di Medan perang terbilang luar biasa, dia tahu kalau usianya masih muda dan belum waktunya membicarakan pernikahan.
Ayahnya berpesan untuk tidak mudah tidur dengan wanita. Karena dia suatu saat bisa saja menghamili seseorang. Memiliki anak saat ini terdengar seperti beban untuknya. Karena itu Ahmose memilih untuk setia hidup lajang dan sibuk mengejar prestasi.
Ahmose tidak absen bersosialisasi, karakternya membuatnya mudah disukai dan dia berteman dengan banyak orang. Mulai dari pemuda seumurannya, sampai para pejabat Mesir. Hal itu memudahkannya untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat untuk hidup dan karirnya.