"Kita sepertinya sudah salah mengira, tentang hilangnya para prajurit Mesir. Aku mendapatkan info dari Anubis, kalau puluhan prajurit Mesir ditemukan tewas di sekitar makam Seth," Thoth mulai bicara begitu bertemu Mena yang sedang bersimpuh di hadapan patung dirinya. Sang Firaun membakar kemenyan dan menyiram meja persembahan dengan wewangian.
"Aku sudah berbagi dokumen yang kutemukan di arsip kerajaan denganmu, jumlahnya lebih dari seribu orang. Bukan hanya puluhan. Kebanyakan dari mereka telah kembali ke Mesir setelah berjuang di perbatasan bangsa Hittite. Pasukan Ptah bersikeras kalau salah seorang jenderal Hittite yang menyerang lebih dulu," mena membantah ragu.
Dia sengaja meminta para pelayan dan pengawalnya untuk menunggu di luar dengan alasan ingin beribadah sendirian. Hari ini, Mena mendengar suara Thoth melalui kalung yang dia terima dari Baba. Awalnya mena mengabaikannya karena belakangan dia suka berhalusinasi. Mendengar suara dari sebuah kalung terasa aneh bagi wanita itu. Tapi Thoth berhasil meyakinkan Mena untuk mengunjungi kuilnya dan bicara.
Thoth, tidak pernah berpikir untuk terlalu terlibat dalam pemerintahan Mesir. Beberapa waktu yang lalu, ketika dia berkeliaran di dunia manusia. Dia tidak sengaja mendengar beberapa pendeta berbicara tentang adanya pengerahan ribuan pasukan secara diam-diam ke perbatasan Hittite. Thoth hanya tidak ingin kalau Mesir dan Hittite berperang. Dia juga tertarik akan putri Firaun yang dulunya pendeta yang rajin ke kuil dan ingin menguji sekaligus memberinya doktrin akan pemerintahan Mesir yang ideal menurut Thoth.
Thoth tidak pernah berpikir kalau akan melibatkan Mena yang manusia dalam konflik para dewa Mesir.
Selama ribuan tahun, Thoth kadang mengunjungi para Firaun Mesir untuk memberikannya nasihat serta mengawasi mereka jika suatu saat mereka mungkin akan membuat keputusan yang salah. Mena seharusnya menjadi salah satu dari Firaun yang dibimbingnya.
Namun ada sesuatu hal yang mendesaknya untuk memperkenalkan langsung jati dirinya secara langsung pada Mena. Bahkan sampai membiarkannya bertemu dengan dewa lain dan menaiki wahana piramidanya.
Pada rencana awal, thoth hanya akan berperan sebagai Cyllenius di hadapan Mena. Seperti yang dia lakukan selama berabad-abad kepada Firaun atau calon Firaun yang lain, dia menyamar untuk memberikan saran atau sekedar evaluasi kepada mereka. Namun 'kematian' Cyllenius di luar rencana. Sang jenderal Ptah tampaknya juga mengawasi Amen-Ra dan mencium hubungannya dengan wakil gubernur athena sehingga memutuskan untuk menenggelamkan kapalnya. Hal seperti itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Thoth tidak punya cukup waktu untuk menyiapkan samaran baru dan akhirnya memutuskan untuk membuka identitasnya pada Amen-Ra.
Hal yang membuat Amen-Ra spesial adalah, darah Mena mungkin berperan penting dalam perwujudan ramalan yang diungkapkan Dewa Ra lebih dari lima ribu tahun silam.
Kalau ada yang dia butuhkan dari Mena terkait para dewa Mesir, itu adalah darahnya. Thoth tidak pernah berpikir akan segera menggunakannya, sampai Anubis mengabarinya kalau Sarkofagus Dewa Seth lenyap dari makamnya dan menyisakan puluhan jasad prajurit dalam kondisi mengenaskan.
Thoth sudah lalai dan mengabaikan ramalan kuno itu berlandaskan logikanya semata. Dia tidak berpikir kalau Seth bisa bangkit dari makamnya dan tidak bisa ditemukan di manapun. Sebagai Thoth, dia percaya diri kalau Seth tidak akan pernah dibangkitkan. Ramalan itu tidak mungkin terwujud tanpa Seth dan Horus.
Thoth menganggap Mena sebagai rencana cadangannya, jika saja ramalan itu benar-benar terwujud. Thoth membuat kontrak dengannya dan berusaha membuat Amen-Ra mempercayainya. Mengikatnya dalam hubungan yang sulit didefinisikan. Thoth mengajarinya, walaupun dia tidak mengaku sebagai seorang guru. Thoth juga memberinya ciuman walaupun enggan menganggap Mena sebagai kekasihnya. Thoth juga bertekad melindunginya walau Thoth juga bukan orang tuanya.
"Maksudku adalah, ancaman pada Mesir bukan lagi Hittite. Ini jauh lebih buruk dari itu, Amen-Ra. Karena jika ramalan dewa Ra terjadi, bencana dan perang akan menimpa Bumi," Thoth berkisah. Mena mengangkat kepalanya merasa cemas merundungnya. Apalagi yang lebih buruk dari perang dengan Hittite?
Thoth, yang duduk di atas salah satu patung megahnya, melompat turun dan menggapai Mena. Menyadari kebingungan yang mungkin Firaun muda itu rasakan.