Sejak pertama kalinya dia mencicipi teh dari Kahotep beberapa bulan lalu, Mena tidak pernah absen meminumnya setiap hari. Dia meninggalkan kebiasaan umum orang Mesir yang gemar minum Bir. Mena beralih minum seduhan teh mawar atau jenis teh lain yang didatangkan dari negara lain. Itu memberikannya ketenangan untuk menjalani rutinitas sebagai Firaun.
Sambil menyesap tehnya perlahan, Firaun Amen-Ra duduk di singgasananya dan membaca beberapa perkamen yang diserahkan para menteri. Firaun hanya menerima laporan dari para pembantunya. Dia tidak perlu secara kental terlibat dalam urusan pemerintahan. Biasanya mena hanya perlu memberikan izinnya untuk permohonan pembangunan jembatan, pengadaan kuil atau hal lain yang sifatnya akan memakan dana besar serta keputusan yang berpengaruh vital kepada rakyatnya.
Namun Mena juga melakukan klarifikasi acak terkait proyek dan undang-undang apapun yang dia hendak setujui. Dia ingin para menterinya tahu kalau dia tidak mudah dibohongi. Pernah Mena temukan proyek fiktif dari salah satu gubernurnya yang akhirnya dia miskinkan dan paksa hidup sebagai petani gandum. Mena memastikan untuk tidak memberi kesan sebagai Firaun yang kejam dan suka memberi hukuman kelewat batas. Namun dia juga berharap rakyatnya menilai dirinya tegas dan tidak bisa diremehkan.
Mena membuat para pelayannya menyimpan semua dokumennya ketika dia melihat para menteri dan jenderalnya mulai memasuki aula besar itu satu persatu dan duduk bersimpuh teratur di sekitar singgasananya.
Sang Firaun juga melihat Jenderal Ptah, yang baru saja kembali dari perbatasan dan juga satu-satunya di antara mereka yang berani mengangkat kepalanya dan tersenyum padanya.
Ada rasa sakit yang sulit diabaikan ketika Mena melihat Ahmose. Dia berbahaya dan punya kemungkinan kuat kalau dia bersekutu dengan Seth. Entah ramalan macam apa yang dikhawatirkan oleh dewa Thoth. Yang jelas Mena sudah bersiap untuk berpisah dari jenderal tampan itu dan memaksanya bertugas jauh dari istana. Mena belum sampai hati untuk menghukumnya berat, apalagi dia belum punya bukti dan alasan kuat untuk itu.
"Salam untuk Firaun, cahaya sungai Nil." Mereka memberi salam nyaris bersamaan.
Ketika Akhenatum masih hidup. Dia sempat menyetujui dilakukannya serangan susulan pada beberapa suku yang bersumpah setia pada kekaisaran Hittite. Ahmose pulang ke Thebes dengan membawa kemenangan dan meyakinkan Akhenatum kalau para musuh mereka mungkin akan melakukan serangan balasan. Karena itu Mesir harus benar-benar melumpuhkan mereka sebelum mereka bisa bertindak.
Mena menjabat sebagai Firaun baru kurang dari sebulan setelahnya. Ribuan pasukan Mesir sudah bersiaga di sana. Ahmose sudah mengatur rencana bersama para jenderal lainnya dan meyakinkan mereka untuk bergabung.
Kini mena tidak bisa sepenuhnya mempercayai Ahmose. Walau dia sangat meyakinkan dan seakan-akan melakukan semua itu demi kejayaan Mesir, Thoth meyakini kalau dia adalah sekutu Seth si dewa perang.
Mungkin dewa Seth punya rencana terhadap Mesir yang bisa membahayakan mereka. Mena tidak nyaman terus duduk gelisah di singgasananya karena mencemaskan nasib kerajaannya.
Satu hari setiap dua Minggu, para bawahan dan orang kepercayaan Firaun akan berkumpul untuk memberi laporan, membahas masalah atau sekedar hadir menunjukkan wajah mereka di hadapan Firaun. Mena melihat satu persatu para bawahannya yang sudah lengkap berkumpul dan menunggu Firaun mereka bicara. Mena tidak tahu bagaimana reaksi mereka nantinya. Mena juga enggan terlebih dahulu berkonsultasi dengan para penasihatnya. Mena hanya meyakini kalau dirinya adalah Firaun, keputusannya mutlak didengar. Itu sudah cukup untuk menaikkan kepercayaan dirinya.
"Aku senang kalian hadir di sini, itu artinya kalian mengakuiku sebagai Firaun kalian," Mena mulai bicara.
Dia duduk di atas singgasananya dengan melipat kakinya yang jenjang. Tubuhnya dibalut gaun sutera keemasan yang mewah serta riasan yang tidak terlalu sederhana. Berbeda dengan biasanya, Mena mengenakan wig dan mengoleskan minyak Atsiri beraroma musk bercampur patchouli ke area leher dan dadanya. Dia ingin tampil lebih dewasa, sehingga menunjukkan sedikit kulitnya yang terbuka serta kaki indahnya.
Mena berusaha ingin menanggalkan kesan kekanakan dan mudah dikendalikan. Para pria di sana, mungkin akan bersiul atau berkomentar tidak sopan di belakangnya jika berpapasan dengannya yang berpenampilan seperti saat ini. Tapi mereka tidak akan berani melakukannya, bahkan walau hanya di pikiran mereka. Mena yakin kalau mayoritas warga Mesir sudah mengakuinya sebagai utusan dewa Thoth. Mereka seharusnya tidak akan berani berbuat tidak sopan apalagi menentang dan melukainya karena mereka takut akan kutukan.
Kecuali Ahmose, karena dia mungkin didukung oleh dewa lainnya yaitu Seth. Kalau yang dikatakan oleh Thoth benar.
Mena kini meraba kalung pemberian Thoth seakan ingin menyerap kekuatan darinya. Mengumpulkan keberaniannya demi mengungkapkan niatnya.
"Para prajurit Mesir, mereka yang terlibat dengan perang melawan suku-suku Hittite di perbatasan, atau negara lain yang disebut berpotensi mengancam Mesir, pulangkan mereka semua," Mena bertitah.
Kasak kusuk segera riuh terdengar. Beberapa jenderal tampak hampir bangkit dari duduknya karena perintah Firaun mereka. Para jenderal serta para menteri telah mengeluarkan daya yang tidak sedikit untuk mewujudkan keinginan terakhir Akhenatum.
"Ini adalah kehendak dari Firaun Akhenatum!" Salah seorang jenderal bicara.
"Mesir tidak pernah sekuat ini sebelumnya, Firaun, pertimbangkanlah, ini mungkin kesempatan yang tidak akan kita temui lagi!" Keluh seorang menteri.