The Queen of Egypt

Kanina Anindita
Chapter #48

Bab 47 - The God of War and Sky

Mena tidak tahu rasanya terluka. Walaupun dia dihantui teror dan ancaman pembunuhan nyaris di seumur hidupnya—-mena ingat kalau dia tidak pernah melihat darah mengalir dari kulitnya yang tersayat. Dia bangsawan. Walau dibesarkan di kuil bersama pendeta—-dia tidak pernah ke dapur apalagi menyembelih makan siangnya sendiri. Jadi dia tidak pernah menggunakan belati dan punya pengalaman tidak sengaja mengiris jarinya ketika memotong rempah.

Mena mungkin sesekali merasakan kakinya perih karena menginjak kerikil ketika berjalan tanpa alas kaki, tapi tidak ada darah. Bahkan walaupun dia pernah terjatuh di sungai Nil dan menopang tubuhnya dengan batang kayu berongga yang membusuk—-ilalang dan gigi ikan tidak sempat menggoresnya.

Memikirkannya ulang, Mena jadi yakin kalau dia perempuan yang luar biasa beruntung. Atau para dewa begitu menyayanginya. Dia ingin terus mempercayainya. Apalagi ketika dihadapkan di situasi yang serba cepat dan mengancam nyawanya seperti saat ini.

Tapi Mena mulai ragu kalau dewa memberkatinya. Karena dewa yang dia kenal dan pernah diciumnya yaitu Hermes, malah memaksanya menyelam sendirian dengan hanya ditemani kera ajaib. Kapal yang dia tumpangi langsung melesat membawa Mena ke dasar telaga yang berbahaya dan tidak tertembus cahaya. Mena tidak tahu harus melakukan apa. Dia melirik ke luar jendela, mengira mungkin ada buaya Nil atau ikan monster yang menarik kapalnya. Tapi Mena tidak menemukan apapun selain kegelapan.

Bagaimana dia bisa mencari kristal biru yang dibicarakan Hermes?

"Lalu apa lagi, Baba? Aku harus melakukan apa di sini?" Sahut Mena tegang. Dia merasa otot-otot tubuhnya mengeras sampai menahan organ pernafasannya. Dia merasa tenggelam dan mulai panik.

"Tenanglah, kita hanya harus mencari kristal biru itu," jawab Baba yang terlihat mengutak-atik sesuatu di kapal mereka.

"Oh ya ampun, lalu apa yang Hermes maksud dengan pengorbanan darah?"

Menekan tombol biru dan mengorbankan darah di sebuah cawan batu. Mena tidak tahu pasti bagaimana cara yang tepat untuk memproses informasi itu. Mena tidak pernah melihat darahnya sendiri. Apakah dia benar-benar memiliki darah Horus di nadinya? Apa warnanya serupa dengan darah manusia lain?

Yang lebih penting adalah. Apakah Mena bisa dengan sengaja menghunjamkan pisau tajam ke kulitnya dan melihat darahnya sendiri menetes? Berapa banyak yang dia butuhkan untuk menghidupkan Horus?

Sekian menit merenung dan menguatkan diri, sebuah benturan terjadi di kapal mereka dan membuat Mena setengah melompat dari kursinya. Baba berteriak berisik layaknya kera yang ekornya tidak sengaja terinjak jerapah.

"Demi Horus! Ap—-apa yang terjadi?"

"Para robot Seth, ada yang ikut menyelam," Baba menanggapi. Dia kini dengan gesit memanjat ke atas dan menekan beberapa kristal berkilau yang menempel di dinding kapal.

Di luar begitu gelap. Tapi kini Mena bisa melihat wajah serupa anjing Jackal yang matanya berkilau merah menatap dirinya. Kemudian dia mengangkat tinjunya dan memukul kaca kapal selam.

"Astaga! Astaga!" Mena memaki dan berdoa.

Dia di dasar telaga yang gelap, diserang monster peliharaan Seth serta hanya dijaga seekor kera baboon yang bisa bicara. Tapi tidak lama semacam selubung oranye terang mirip rona matahari tenggelam menyelimuti kapal mereka. Selubung itu meluas mirip ledakan dan membuat efek hentakan. Itu berhasil membuat monster Jackal itu menjauh.

Lihat selengkapnya