The Queen of Egypt

Kanina Anindita
Chapter #54

Bab 53 - The Bless from Horus

"Jadi, kau memutuskan untuk kembali ke istanamu, Amen-ra?" Horus bertanya sambil melihat Firaun jelita itu dari cerukan mata yang ada pada topeng logam berbentuk burung Falcon yang dia kenakan. Mena sudah menduga kalau itu adalah pelindung wajah yang selalu dewa itu gunakan ketika bekerja di bengkelnya.

Sudah hampir dua Minggu Mena berada di sana dan dia tetap tidak terlalu paham apa yang sebenarnya Horus rencanakan. Mena hanya diminta membantunya mengantarkan benda atau peralatan yang dia butuhkan tanpa bersedia jujur dengan apa yang dia buat.

Horus selalu menutup pintu bengkelnya, kemudian mena bisa melihat dari sela-sela tipis yang ada di bawah pintu ada cahaya yang sangat menyilaukan dari baliknya. Itu berbarengan dengan gemuruh serupa suara batu besar yang digulirkan untuk membuat Piramida.

Hari ini—ketika Mena akan melanjutkan kembali perjuangannya merebut tahtanya dari Ahmose—dia akhirnya melihat isi bengkel itu.

Mena melihat logam-logam berukuran raksasa dengan sudut-sudut simetris berbaris di sana. Ada juga sebagian darinya yang digantung. Yang paling menarik perhatiannya adalah di tengah ada bilik tersendiri yang seperti dikelilingi kaca. Mena bisa melihat bola besar serupa matahari melayang di dalamnya. Anehnya mena tidak merasa matanya terbakar ketika melihatnya.

Hermes sama sepertinya, dia juga tidak terlalu paham dengan apa yang dikerjakan Horus. Mereka hanya tahu kalau horus sedang berencana menyerang balik Seth dan menyelamatkan sekutunya. Tapi itu terdengar seperti pertaruhan yang sulit. Karena dia sendirian, seluruh sekutunya ditahan oleh Seth.

"Ya, Dewa Horus. Suami hamba yang akan membantu saya di sana." Mena membungkuk hormat.

"Apakah kau sudah memutuskan kepada siapa para manusia Nil akan berpihak?" Horus bertanya.

"Saya sudah pernah menjawabnya. Sejak awal jawaban saya tidak berubah. Saya memastikan seluruh manusia Nil akan berpihak pada dewa Horus," kata Mena lagi.

"Itu bagus, aku mengandalkanmu Amen-ra. Selain itu, apapun yang kau lihat di sini tidak boleh kau bagikan pada manusia manapun," kata Horus lagi.

"Saya berjanji untuk memegang rahasia para Dewa,"

"Kalau kau berdusta, lidahmu akan membelit dan mencekikmu sendiri Amen-ra," pesan Horus lagi.

"Saya paham hukuman dari para dewa yang akan saya terima jika saya melanggarnya," mena menyanggupi.

Horus pun berjalan mendekati Amen-ra. Dia menekan sebuah tombol pada topeng yang dia kenakan, kemudian benda itu membuka dan memperlihatkan wajahnya yang tegas dan menyimpan banyak pengetahuan.

"Aku akan memberikan berkatku padamu, Amen-ra,"

Dia membuka salah satu kompartemen yang terpasang pada baju zirah yang dipajang di salah satu sudut bengkelnya. Baju perang itu milik Horus. Keseluruhannya terbuat dari besi bercampur jenis logam lain kemudian dicat metalik dengan dominan warna emas dan perak. Ada semacam sayap di belakang punggungnya. Mena masih menerka untuk apa seorang dewa mesir memakai pakaian seperti itu? Apakah mereka juga bisa dilukai seperti manusia? mena memang pernah melihatnya berdarah, tapi itu karena Horus yang menyayat sendiri kulitnya.

Horus menarik keluar sebuah kristal yang ditempa menjadi serupa liontin. Kristal itu berbentuk permata zamrud berwarna oranye terang. Mena sudah lama berada di fasilitas rahasia Horus namun jarang melihat kristal berwarna oranye.

"Ini milik ibuku, Dewi Isis. Jangan pernah lepaskan dari lehermu. Ini akan membantumu menyembuhkan luka, jika kau tidak sengaja menelan racun pun kristal ini akan membuatmu memuntahkannya. Aku tidak pernah memberikan ini pada siapapun. apalagi manusia sepertimu. Tapi kau keturunanku dan juga pendukungku. Kristal ini tidak boleh diwariskan. Ketika kau mati aku akan mengambilnya dari jasadmu," Horus menjelaskan.

Mena menerimanya dan segera mengenakannya. Dia pun membuat gestur menyembah untuk menunjukkan rasa syukurnya. Serupa dengan yang biasa dia lakukan di kuil. Bedanya kali ini dia menyembah horus asli dengan fisik yang bisa disentuh.

Mena ingin sekali berbagi pengalamannya dengan para pendeta suci di Karnak. Tapi dia lebih takut kalau dewa akan mengutuknya. Tercekik sampai mati oleh lidahnya sendiri terasa menyakitkan. Karena dia tahu lidah manusia tidak seperti bunglon atau katak. Mena membayangkan kekuatan gaib bisa menarik lidahnya dan memaksanya melilit lehernya sendiri. Mungkin mena akan terlebih dulu mati kehabisan darah karena lidah yang putus.

Lihat selengkapnya