Ketika Hermes tiba di istana Thebes—malam sudah tiba. Dia mengenakan pakaian layaknya pejabat istana, lengkap dengan rambut palsu dan tunik bersulam emas. Hermes memasuki istana dengan santai, mencoba berbaur dengan penghuni istana yang tidak mengenalinya namun juga tidak usil untuk menanyainya.
Secara sepintas, orang Mesir mirip satu sama lain. Karena mereka memakai rambut palsu dan riasan mata yang serupa. Kala itu bulan purnama, air sungai Nil sedikit meluap dan berkilauan diterpa cahaya rembulan. Hermes yang mengenakan alas kaki yang dianyam dari linen dan papyrus merasa telapaknya lembab dan tidak nyaman ketika melangkah.
Baba, kera cyborg yang telah menemaninya selama ratusan tahun menyusulnya. Thoth mengizinkannya ikut dengan Hermes dalam misinya untuk mendapatkan kembali kristal program Ra.
"Banyak yang berubah, kau akan terkejut," kata Baba.
"Kau sudah tahu kalau kristal Ra berada di tangan Amen-Ra?" Tanya Hermes.
"Ya, aku tahu kira-kira setahun yang lalu. Dia menyembunyikannya dengan baik."
"Kenapa kau tidak menyampaikannya pada Horus atau Thoth?" Tanya Hermes lagi.
"Karena itu menyangkut Amen-Ra kekasihmu, kita sudah lama berteman aku tidak bisa membiarkan dia disakiti selama kau tidak sadar. Aku akan menyalahkan diriku sendiri kalau itu terjadi," Baba mengangkat bahu.
Hermes merasa sedikit tersentuh dengan yang dilakukan oleh Baba. Dia bukan manusia, otaknya adalah hewan yang dimodifikasi. Namun nalar dan rasa empatinya mungkin berkembang lebih daripada humanoid yang dia kenal.
"Bagaimana perlakuan para dewa lain terhadap Amen-Ra?"
"Dia bukan Firaun, mereka tidak mempedulikannya. Hanya aku yang sesekali berkunjung untuk mengetahui kabarnya," kata Baba lagi.
"Oh, dia pasti kesepian di Thebes," Hermes berduka.
"Tidak juga, dia sangat sibuk,"
"Maksudnya?"
Baba menyeringai memperlihatkan taringnya.
"Aku akan memperlihatkannya nanti padamu."
Baba melompati kepalanya dan singgah di sebuah pilar sambil memastikan kalau Hermes akan mengikutinya.
"Program Ra, apa yang dia katakan pada Amen-Ra? Apakah kau tahu apa?"
"Tidak, Ra berhasil membuat Amen-Ra bungkam. Dia merahasiakan semuanya dan aku tidak tahu banyak soal itu." Baba menggeleng.
"Aku, kau dan Thoth adalah yang paling mengetahui rahasia macam apa yang disimpan oleh program Ra." Hermes berujar.
Dewa Ra, tidak bersedia mengungkap rahasia besarnya tentang keberadaan kuil rahasia termasuk dimana dia menyimpan tongkat dewa Ra yang disebut memiliki kekuatan terkuat di Atlantis.
Konon, tongkat itu tidak bisa disentuh sembarang orang. Putranya Osiris dan Seth pun tidak bisa memakainya. Ra sebelum meninggal masih belum memastikan siapa yang berhak memegang senjatanya. Dia membuat pengamanan khusus yang hanya bisa dibuka olehnya.
Thoth pun meminta Ra memberikan memorinya dan memodifikasinya. Ra memastikan kalau program itu akan bertindak seperti yang dia inginkan. Dia meninggal sebelum program itu sempurna. Selama ribuan tahun Thoth menganggap itu adalah program yang gagal dan tidak mengetahui sama sekali rahasia Ra.
Tapi ada juga dugaan kalau program Ra menyembunyikan sesuatu. Dia memiliki kesadarannya sendiri seperti Baba sehingga dia bisa mengelabui siapapun.
"Amen-Ra tidak mungkin sengaja membawa kristal itu. Entah bagaimana, sepertinya program Ra yang mempengaruhinya," kata Baba.
"Kau yakin tidak ada kejadian besar yang terjadi sementara Amen-Ra memegang kristal itu?"
"Tidak, setahuku tidak. Walaupun ada kalanya radarku tidak bisa menemukan keberadaannya. Dia menghilang tidak terdeteksi kemudian muncul kembali di istana seolah tidak terjadi apa-apa." Kata baba lagi.
"Program Ra pasti membantunya untuk itu, entahlah, kalau Horus dan Thoth tahu soal ini lebih awal mungkin mereka sudah membungkam Amen-Ra. Beruntung kita yang mengetahuinya lebih dulu," kata Hermes lagi merasa bersyukur.
"Lalu—"
Hermes tampak ragu untuk melanjutkan.
"Selama aku tidak sadar, apakah Amen-Ra pernah bertanya soal diriku?" Katanya sedikit sendu. Dia sedikit takut mendengar jawaban baba. Karena gadis itu, tampak tidak terlalu ingin terikat dengan Hermes. Mungkin ketika dia mati, Mena sudah tidak lagi peduli padanya.
"Dia rajin bertanya tentang dirimu,"
"Benarkah?" Hermes tampak ceria.
"Ya, dia bertanya apakah pengobatannya berhasil? Kapan kamu sadarkan diri dan semacamnya." Kata Baba.