Alexandria, Mesir
April, 1960
Abdullah Sahara bukan arkeolog. Dia hanya seorang dokter gigi yang kebetulan punya minat tinggi terhadap peradaban Mesir kuno, sejak dirinya divonis terkena kanker tahun lalu. Dia masih hidup sampai sekarang, karena keinginan nya yang kuat untuk mengungkap rahasia ilmu alkemi kuno.
Dia berperang dengan waktu. Dia nyaris tidak pernah lagi pulang ke London karena sibuk dengan penelitian amatirnya. Abdul mengencangkan jaketnya. Ini sudah lewat adzan Maghrib, setelah berwudhu dan beribadah— dia tidak kembali ke hotelnya atau memesan makan malam di restoran.
Dia punya perasaan bagus soal ini. Dia tidak bisa menundanya. Beragam teori dan pencerahan bermunculan di otaknya seperti kembang api. Dia mungkin untuk pertama kalinya benar-benar menemukan benang merah untuk segala teori yang dia dalami selama ini.
Abdul terkena kanker ganas, penyakit yang belum ada obatnya. Walaupun dokter memperkirakan dia akan meninggal kurang dari dua tahun. dia tidak mau melakukan kemoterapi.
Dia pun meninggalkan logikanya, berkelana dari kota ke kota untuk mencari obat alternatif, mempelajari rumor apapun soal obat kanker serta mencoba semuanya. Dia tahu kemoterapi tidak pasti akan menyembuhkannya. Karena itu sekalian saja dia coba metode lain?
Petualangannya untuk mencari jalan kesembuhan telah membawanya berkenalan dengan jurnal-jurnal kuno. Dia menemukan literatur tentang alkemi. Ada seorang figur yang mempengaruhi ilmu alkemi di dunia secara masif pada satu waktu.
Dia menulis sebuah jurnal, yang menyebutkan tentang batu bertuah alias philosopher stone yang bisa memberikan keabadian. Dia adalah sosok yang bernama Hermes Trismegistus.
Dia menulis jurnal yang secara kuat mempengaruhi ilmu astrologi dan alkimia di abad pertengahan dan renaissance. Issac Newton terobsesi pada tulisannya. Abu Mashar, astrolog muslim juga kerap merujuk pada karyanya. Dia yang mengajari prosedur alkimia untuk membuat batu bertuah. Yaitu mencampurkan material-material tertentu dan disegel selama 30 sampai 40 hari. Metode ini disebut "The Seal of Hermes".
Namun tidak ada bukti kalau benar-benar ada yang bisa menciptakan batu bertuah. Tapi Abdul meyakini kalau sosok itu benar ada.
Siapa Hermes Trismegistus? Kebanyakan meyakini dia adalah pendeta bijak dari Mesir atau Yunani. Hermes sendiri berasal dari nama dewa Yunani. Namun dia disebut berbagi jatidiri yang sama dengan Thoth, dewa pengetahuan Mesir.
Beberapa pendapat kontroversial menyebutkan kalau sosok Hermes muncul dalam ragam literatur agama. Ada yang menyebut dia adalah Enoch dalam kitab nasrani. Astrolog Persia Abu Mashar meyakini dia adalah Nabi Idris— yang dalam ajaran muslim disebutkan kalau dia adalah salah satu nabi yang hidup abadi.
Keabadian, sering dianggap lelucon atau hal yang tidak mungkin. Namun kenyataannya sejarah dan legenda selalu menceritakan mahkluk-makhluk abadi. Seperti orang suci atau nabi yang dianugerahi keabadian atau sejenisnya.
Abdul tidak yakin bisa membuat batu bertuahnya sendiri. Karena itu dia mencari tahu jalan lain. Dia akan mengikuti jejak sosok misterius yang disebut Hermes itu. Kalau dia memang hidup abadi, mungkin dia punya kesempatan bertemu dan memintanya untuk menyembuhkannya.
Dia berada di kota Alexandria, dekat lokasi penggalian dimana masih banyak arkeolog yang menemukan malam-makan Firaun. Penjarah makam mulai marak di sana dan membuat pemerintah bekerja ekstra keras untuk melindungi makam para Firaun. Sejak ratusan tahun silam, penjarah makam tidak pernah kapok membongkar kuil, menggali pasir dan menggali tanah yang keras.
Mereka tidak peduli dengan kutukan makam atau legenda apapun yang dituturkan untuk menakuti para pencuri. Semua itu sepadan dengan emas, permata dan artefak bernilai mahal yang dikoleksi para orang kaya di seluruh dunia di rumah mewah mereka. Semua itu disimpan di Sarkofagus para Firaun atau bangsawan Mesir berpangkat tinggi. Mereka jelas tidak membutuhkannya, karena itu tidak ada rasa bersalah ketika para penjarah membongkarnya.
Mereka bahkan bisa menjual jasad para orang Mesir kuno. Memutilasinya menjadi potongan kecil, menghancurkannya menjadi bubuk untuk obat tradisional yang tidak bisa dipastikan khasiatnya, atau sebagai sekedar pajangan di rumah kolektor.
Tapi Abdul bukan pencuri makam. Dia hanya seseorang yang ingin sembuh dari kanker dengan cara yang tidak biasa. Dia tidak menuju situs penggalian arkeologis, melainkan sebidang tanah dengan rumah yang cukup asri di sekitar sana.
Abdul memelankan langkahnya. Dia sudah berhadapan dengan rumah yang letaknya agak sedikit di atas bukit. Malam makin larut dan udara dingin kian menusuk kulit. Dia tidak ingat membawa mantel sehingga hanya bisa memeluk lengannya yang menggigil. Beberapa tetes darah mengalir turun dari hidungnya dan dia hanya menyekanya dengan tisu kering.
Adrenalin dan harapan telah membantunya bertahan selama ini. Dia tidak mengizinkan dirinya menyerah. Tidak untuk saat ini. Karena dia yakin kalau dia sudah dekat.
Abdul melongok ke dalam pagar tinggi yang terbuat dari teralis besi. Rumah itu ditinggalkan namun terlihat terawat. Lampunya menyala. Itu bangunan bergaya kolonial yang sedikit langka di sana. Ketika dia menelusuri asal muasal dari literatur karangan Hermes Trimesgistus, salah satu sumber tertua berasal dari Mesir.