"San!"
Kantin lumayan ramai saat aku datang, tapi cukup mudah menemukan Ratih yang baru saja menyapaku. Dia melambai-lambaikan tangannya ke udara, memintaku agar cepat menghampirinya. Langkahku melambat begitu melihat siapa yang juga ada di sana. Bagas. Cowok itu tersenyum ketika mata kami bertemu.
"Nih," ujar Ratih menyodorkan semangkuk bakso, membuatku mengernyit, bertanya-tanya.
"Tapi, kan, gue..." Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Ratih tiba-tiba menyela.
"Udah, di makan aja. Nggak baik kalo nolak rezeki."
Awalnya aku bingung, namun langsung tahu saat lagi-lagi mata kami bertemu. Bagas. Dia pasti yang memesan ini untukku. Dalam hati aku berdecak sebal melihat tingkahnya yang seakan tidak mau menyerah dan, meski nyatanya sudah kujelaskan berkali-kali tentang perasaanku kepadanya, tetap saja Bagas terus datang seperti badai.